DAFTAR LABELKU (klik saja jangan ragu-ragu)

Senin, 13 Agustus 2012

Bahagia adalah kata sederhana yang paling dicari orang. Namun sebenarnya bahagia mudah diperoleh. Cara sederhana untuk meraihnya adalah memakssimalkan fungsi indera dan pikiran, coba  kita lihat dan dengarkan penderitaan orang-orang di bawah kita. Mereka menangis karena kesakitan, mereka menangis karena tak  punya uang untuk keperluan anak-anaknya, mereka menangis karena tak punya uang sama sekali untuk beli nasi, mereka menangis karena susah berjalan karena memiliki kaki cacat  dan masih banyak lagi.  Melihat yang di bawah kita adalah cara sederhana untuk bersyukur.

BERBAHAGIA SEBAGAI PRIBADI PEMBERI

Berbahagialah jika anda bisa berbagi. Banyak orang yang sering memerima bagian dari orang lain, baik di  rumah kita sendiri,  lingkungan tetangga dan di masyarkat luas. Kadang kita berpikir wah enaknya banyak yang meberi dan enaknya banyaknya bonus yang diterima. Ternyata menerima itu enak, karena tidak perlu  mencari-cari rejeki , tinggal menunggu lalu menerima. Namun, jika kita ingin menjadi lebih hebat dari orang lain, pasti memberi jauh lebih enak. Kenapa demikian?

Nalarnya orang yaang memberi itu lebih kuat posisi tawarnya, dan juga lebih bergengsi. Karena para oarng pintar mengatakan tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Maksudnya orang yang  memberi itu lebih lebih utama, berpahala, dan membahagiakan.

Bagi yang hidupnya ingin jadi orang kuat  tentu dia akan tidak ragu-ragu menjadi jiwa pemberi, penolong, dan pasti penghibur untuk orang lain. Berbahagilah jika anda masih dikelilingi orang-orang lemah dan miskin. Kesempatan anda menjadi manusia kuat sebagai PRIBADI PEMBERI.

KULTUM RAMADLAN


Hikmah dan Keutamaan dalam Berpuasa


1. Hikmah dan Fadhilah (Keutamaan) Ash-Shaum
Ash-Shaum merupakan salah satu ibadah dalam Islam yang memiliki keutamaan yang sangat tinggi, serta memiliki berbagai faidah dan hikmah sebagaimana yang disebutkan oleh Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsirnya tatkala menjelaskan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
)يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ( البقرة: ١٨٣
”Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian ash-shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” [Al-Baqarah : 183]
Diantaranya :
1. Ash-shaum adalah salah satu sebab terbesar yang mengantarkan seseorang menuju taqwa. [1]) Sedangkan taqwa itu akan mendorong orang yang menjalankan ibadah shaum untuk meninggalkan berbagai larangan Allah Ta’ala, baik berupa minuman, makanan, dan jima’ (hubungan suami-istri) dan beberapa larangan sejenisnya yang disukai oleh hawa nafsu, dan shaum dilakukan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala dengan mengharapkan balasan di sisi-Nya.
2. Orang yang menjalankan ibadah shaum melatih jiwanya agar senantiasa merasa diawasi oleh Allah (muroqobatullah) sehingga dia meninggalkan kemauan hawa nafsunya meskipun mampu menurutinya, sebab dia mengetahui adanya pengawasan Allah Ta’ala terhadap dirinya.
3. Ash-shaum dapat mempersempit ruang gerak syaithan karena ia masuk ke dalam tubuh anak Adam melalui aliran darah. ([2])
4. Ash-shaum akan melemahkan kekuatan syaithan, sehingga orang tersebut semakin terjauhkan dari kemaksiatan.
5. Orang yang menunaikan ash-shaum, mayoritasnya akan melakukan banyak ketaatan dan itu merupakan bagian dari ketaqwaan kepada Allah Ta’ala
6. Terkhusus bagi orang kaya bila merasakan pedihnya lapar karena ash-shaum maka akan muncul dalam dirinya kepedulian kepada fuqara`, dan hal ini juga merupakan bagian dari ketaqwaan kepada Allah Ta’ala. ([3])
Asy-Syaikh Al-’Utsaimin ketika ditanya tentang hikmah ash-shaum, beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab antara lain : bahwa ash-shaum mememiliki beberapa hikmah dalam hal sosial kemasyarakatan, antara lain munculnya perasaan di tengah-tengah kaum muslimin bahwa mereka adalah umat yang satu, makan dan bershaum di waktu yang sama. [4])
Asy-Syaikh Alu Bassam dalam Taudhihul Ahkam ([5]) menyebutkan hikmah lain dari ibadah ash-shaum, di antaranya :
1. Mendorong seseorang untuk bersyukur kepada Allah dan mengingat berbagai nikmat-Nya.
2. Memiliki manfaat kesehatan, yaitu memberikan kesempatan pada alat pencernaan untuk istirahat.
———————————–
[1] Oleh karena itu, kalau kita perhatikan dengan seksama ayat pertama yang padanya Allah memerintahkan kaum mu`minin untuk bershaum diakhiri dengan penyebutan tujuan tersebut, yaitu ayat ke-183 surat Al-Baqarah, Allah berfirman :
)لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ “Agar kalian bertaqwa
Begitu pula Allah mengakhiri ayat terakhir tentang perintah ash-shaum ini dengan penyebutan tujuan tersebut pula, yaitu ayat ke-187 surat Al-Baqarah, Allah berfirman :
لَعَلَّهُمْ تَتَّقُونَ “Agar mereka bertaqwa
[2] Dari Shafiyyah radiyallahu ‘anha bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda :
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ الإِنْسَانِ مَجْرى الدَّم
Sesungguhnya Syaithan berjalan dalam tubuh manusia sesuai dengan aliran darahnya.” [HR. Al-Bukhari 2035, 2038, 2039, 3101, 3281, 6219, 7171; Muslim 2175]
[3] Tafsir As-Sa’di tafsir Al-Baqarah ayat 183..
[4] Lihat Fatawa Ash-Shiyam karya Asy-Syaikh Al-’Utsaimin hal. 24. lihat pula Fatawal-’Ulama`il-BaladilHaram hal. 277.
[5] Taudhihul Ahkam (3/123)
(Dikutip dari http://www.assalafy.org/mahad/?p=235, judul asli Hikmah dan Fadhilah (Keutamaan) Ash-Shaum)
2. Fadhilah Ash-Shaum secara umum
Sementara Fadhilah (keutamaan) Ash-Shaum telah banyak disebutkan dalam berbagai hadits, baik fadhilah ash-shaum secara umum, maupun fadhilah shaum Ramadhan secara khusus. Dalam kesempatan ini kami akan menyebutkan beberapa di antaranya :
1. Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
اَلصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ – مَرَّتَيْنِ – وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِّ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ تَعَالىَ مِنْ رِيْحِ اْلمِسْكِ، يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، اَلصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا [متفق عليه]
Ash-Shiyam adalah perisai. Maka hendaklah seseorang tidak berkata (berbuat) keji dan tidak berbuat jahil. ([1]) Dan bila ada yang mengajak bertengkar atau mencelanya maka katakan : “Sesungguhnya saya sedang shaum” – dua kali – Dan demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, Sungguh bau mulut orang yang shaum lebih harum daripada bau misk di sisi Allah, ‘ Dia meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena Aku. Dan Aku sendiri yang akan membalas amalan baiknya (ash-shaum) dan ketahuilah bahwa satu kebaikan dilipat gandakan balasannya sampai sepuluh kali lipat. ” [Muttafaq ‘alaih].([2])
Dalam hadits di atas, ada beberapa fadhilah yang dapat kita petik :
a. Bahwa Ash-Shaum berfungsi sebagai perisai.
Dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam An-Nasa`i dari shahabat ‘Aisyah dan ‘Utsman bin Abil ‘Ash, bahwa Ash-Shaum adalah perisai dari An-Nar (api neraka). Lafazh hadits tersebut adalah :
عَنْ مُطَرِّفٍ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ، فَدَعَا بِلَبَنٍ، فَقُلْتُ : إِنِّي صَائِمٌ؛ فَقَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ r يَقُولُ : (( الصَّوْمُ جُنَّةٌ مِنْ النَّارِ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنْ الْقِتَالِ ))
Dari Mutharrif berkata : Aku datang menemui ‘Utsman bin Abil ‘Ash, kemudian beliau hendak menghidangkan susu untukku. Maka aku berkata : “Sesungguhnya aku sedang bershaum. Maka beliau (’Utsman bin Abil ‘Ash) berkata : Sungguh aku telah mendengar Rasulullah [D] bersabda :
“Ash-Shaum adalah perisai dari An-Nar (api neraka), seperti perisai salah seorang dari kalian dalam peperangan.” [3])
Dalam hadits lain, dari shahabat Jabir radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّمَا الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنْ النَّارِ [رواه أحمد]
Sesungguhnya shaum itu adalah perisai yang dengannya seorang hamba melindungi diri dari (adzab) An-Nar.” [Ahmad] [4])
b. Aroma mulut seseorang yang sedang bershaum lebih baik di sisi Allah dibandingkan aroma wangi misk. [5])
c. Ibadah shaum yang dilakukan karena Allah, maka pahalanya akan dibalas secara langsung oleh Allah sendiri.
[lihat ulang Fathul Bari syarh hadits no. 1894]

2. Pintu khusus bagi orang-orang yang bershaum, yaitu pintu Ar-Rayyan.

Hadits dari shahabat Sahl bin Sa’d radhiallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهِ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ : أَيْنَ الصَّائِمُونَ ؟ فَيَقُوْمُونَ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلَوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ. [متفق عليه]
Sesungguhnya di Jannah ada sebuah pintu yang dinamakan Ar-Rayyan yang masuk melaluinya pada Hari Kiamat hanyalah orang-orang yang bershaum (berpuasa). Tidak akan masuk seorang pun melaluinya selain mereka, kemudian diserukan, “Manakah orang-orang yang bershaum (berpuasa)?” maka merekapun berdiri. Tidak ada seorang pun yang akan masuk melalui pintu Ar-Rayyan kecuali mereka. Setelah mereka masuk semua, maka pintu itupun ditutup, sehingga tidak ada lagi yang bisa masuk melaluinya.” [Muttafaqun ‘Alaih]. ([6])
Dalam riwayat riwayat lain dengan tambahan :
(( مَنْ دَخَلَ فِيهِ شَرِبَ وَمَنْ شَرِبَ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا )) [رواه النسائي و أحمد]
Barangsiapa yang masuk melaluinya, pasti dia akan minum, dan barangsiapa yang minum maka pasti dia tidak akan pernah haus selamanya.” [An-Nasa`i dan Ahmad] ([7])

3. Dijauhkan wajahnya dari An-Nar sejauh tujuh puluh (70) tahun.

Hadits dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُوْمُ يَوْمًا فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللهُ بِذلِكَ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا [متفق عليه]
Tidaklah seseorang bershaum sehari di jalan Allah melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dengan shaumnya tersebut dari an-nar di hari kiamat, sejauh 70 tahun.” [Muttafaq ‘alaih] ([8])
Sebagian ‘ulama mengkhususkan makna Fi sabilillah dengan jihad, antara lain Al-Imam Ibnul Jauzi. Al-Imam Al-Bukhari pun menyebutkan hadits ini dalam Kitabul Jihad was Sair dengan judul bab : فَضْلِ الصَّوْمِ فِي سَبِيْلِ اللهِ (Keutamaan Ash-Shaum di jalan Allah). Begitu pula Al-Imam An-Nawawi dalam Syarh Muslim meletakkan bab pada hadits ini dengan judul : فَضْلِ الصِّيَامِ فِي سَبِيلِ اللهِ لِمَنْ يُطِيقُهُ بِلا ضَرَرٍ وَلا تَفْوِيتِ حَقٍّ(Keutamaan Ash-Shiyam Fi Sabilillah bagi yang mampu tanpa adanya kemudharatan dan pengabaian tugas).
Sehingga atas dasar itu keutamaan yang terkandung dalam hadits di atas hanya khusus bagi yang bershaum ketika berjihad fi sabilillah.
Namun Al-Imam Al-Qurthubi menegaskan bahwa makna Fi Sabilillah di sini adalah : ketaatan kepada Allah secara umum. Sehingga makna hadits adalah : “Barangsiapa yang bershaum dengan mengharapkan wajah Allah”. Atas dasar itu keutamaan tersebut tidak hanya terbatas pada shaum ketika berjihad fi sabilillah.
Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar menegaskan bahwa dua kemungkinan makna di atas memungkinkan sebagaimana makna hadits di atas, sekaligus sebagai makna hadits berikut ini. [9])

4. Parit penghalang dari adzab An-Nar.

Hadits dari shahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu, dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللهِ جَعَلَ اللهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ خَنْدَقًا كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ )) [رواه الترمذي]
Barangsiapa yang bershaum (berpuasa) sehari di jalan Allah, niscaya Allah jadikan antara dia dengan An-Nar sebuah parit penghalang (yang lebarnya) sejauh langit dan bumi.” [At-Tirmidzi] ([10])

5. Allah jauhkan darinya api Jahannam sejauh perjalanan seratus tahun
Hadits dari shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( مَنْ صَامَ يَومًا فِي سَبِيلِ اللهِ بَاعَدَ اللهُ مِنْهُ جَهَنَّمَ مَسِيْرَةَ مِائَةِ عَامٍ )) [رواه النسائي و ابن أبي عاصم و الطبراني]
Barangsiapa yang bershaum (berpuasa) sehari di jalan Allah, niscaya Allah jauhkan api Jahannam darinya sejauh perjalanan seratus tahun.” [An-Nasa`i, Ibnu Abi ‘Ashim, Ath-Thabarani] [11])
Masalah : Dalam hadits shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir radhiallahu ‘anhu ini disebutkan “sejauh perjalanan seratus tahun”. Sementara dalam hadits shahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu disebutkan “sejauh 70 tahun”. Secara zhahir perbedaan ini memunculkan suatu pertanyaan.
Untuk menjawabnya, ada dua jawaban :
a. Penyebutan bilangan tujuh puluh (70) bukan sebagai batasan mutlak, tetapi dalam rangka menggambar betapa sangat jauhnya jarak tersebut. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Al-Qurthubi dan dipertegas oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar.
- Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata :
ورد ذكر السبعين لإرادة التكثيركثيرا
Penyebutan bilangan tujuh puluh (70) pada hadits di atas dalam rangka menggambarkan betapa sangat jauhnya.”
Kemudian Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menegaskan :
ويؤيده أن النسائي أخرج الحديث المذكور عن عقبة بن عامر والطبراني عن عمرو بن عبسة وأبو يعلى عن معاذ بن أنس فقالوا جميعا في رواياتهم ( مائة عام ).
Memperkuat pernyataan Al-Qurthubi di atas, An-Nasa`i meriwayatkan hadits tersebut dari shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir, demikian juga Ath-Thabarani meriwayatkannya dari shahabat ‘Amr bin ‘Abasah, dan Abu Ya’la meriwayatkan dari shahabat Mu’adz bin Anas, semuanya menyebutkan dalam periwayatan mereka : (bilangan) “Seratus tahun”“. [12])
Jawaban senada juga diucapkan oleh Al-Imam As-Sindi dalam Syarh Sunan An-Nasa`i, bahwa penyebutan bilangan tujuh puluh atau seratus tahun bukan sebagai batasan mutlak, tetapi dalam rangka menggambar betapa sangat jauhnya jarak tersebut. [13])
b. Ada kemungkinan, Allah subhanahu wata’ala hendak menambah fadhilah dan pahala bagi orang yang bershaum sehingga menyempurnakan jauhnya jarak tersebut menjadi seratus tahun perjalanan setelah sebelumnya sejauh tujuh puluh tahun. Jawaban kedua ini disampaikan oleh Al-Imam As-Sindi rahimahullah dalam Syarh Sunan An-Nasa`i. [14])
Terkait dengan fadhilah di atas, ada beberapa hadits yang sering diriwayatkan namun secara sanad lemah. Di antara hadits-hadits tersebut :
- Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( مَنْ صَامَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ تَعَالَى، بَعَّدَهُ اللهُ U مِنْ جَهَنَّمَ كَبُعْدِ غُرَابٍ طَارَ وَهُوَ فَرْخٌ حَتَّى مَاتَ هَرِمًا )) [رواه أحمد، أبو يعلى، و البيهقي، و الطبراني]
Barangsiapa yang bershaum (berpuasa) dalam rangka mengharap wajah Allah, niscaya Allah jauhkan dia dari neraka jahannam sejauh perjalanan terbang burung Gagak, semenjak burung Gagak tersebut baru menetas hingga mati di usia yang tua. ” [Ahmad, Abu Ya’la, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabarani] [15])
- Hadits dari shahabat Abu Umamah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
(( مَنْ صَامَ يَوْماً فِي سَبِيلِ اللهِ؛ بَعَّدَ اللهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ مِائَةَ عَامٍ، رَكْضَ الفَرَسِ الجَوَّادِ المُضَمَّرِ )) [رواه عبد الرزاق و الطبراني]
Barangsiapa yang bershaum (berpuasa) sehari di jalan Allah, niscaya Allah jauhkan api Jahannam darinya sejauh perjalanan seratus tahun, dengan kecepatan kuda tunggangan gesit dan kuat. [16]“ [’Abdurrazzaq dan Ath-Thabarani] [17])
—————————
[1] Perbuatan jahil maksudnya adalah perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang jahil seperti berteriak-teriak atau berbuat kedunguan ( اَلسَّفَه ), dan lain-lain (lihat Fathul Bari Kitabush Shaum hadits no. 1894).
[2] Al-Bukhari 1894, Muslim 1151.
[3] An-Nasa`i no. 2231. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i no. 2231.
[4] HR. Ahmad, dari shahabat Jabir, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib no. 981. Lihat pula Shahihul Jami’ish Shaghir no. 4308.
[5] Hal ini tidak berarti bahwa orang yang bershaum disyari’atkan untuk membiarkan bau mulutnya. Bahkan tetap disunnahkan bagi orang yang bershaum untuk bersiwak, sebagaimana pernah dijawab oleh shahabat Mu’adz bin Jabal dalam sebuah atsar yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam kita beliau Irwa`ul Ghalil I/106 . Lihat pembahasan lengkap pada bab halaman ………………..
[6] Al-Bukhari 1896, Muslim 1152.
[7] An-Nasa`i no. 2236, Ahmad V/336. dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani v dalam Shahih Sunan An-Nasa`i no. 2236.
[8] Al-Bukhari 2840, Muslim 1153.
[9] Lihat Fathul Bari syarh hadits no. 2840.
[10] At-Tirmidzi 1624. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 563.
[11] An-Nasa`i no. 2254, Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitabul Jihad I/88/2, Ath-Thabarani dalam Al-Kabir no. 927. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani v dalam Ash-Shahihah no. 2565.
[12] Fathul Bari syarh hadits no. 2840.
[13] Lihat Syarh Sunan An-Nasa`i oleh Al-Imam As-Sindi, syarh hadits no. 2565.
[14] Ibid.
[15] Ahmad II/526 Karena pada sanadnya ada ‘Abdullah bin Lahi‘ah seorang perawi yang lemah, sekaligus ayahnya yaitu Lahi‘ah, dia seorang perawi yang majhulul hal sebagaimana dinyatakan oleh Ibnul Qaththan; Al-Hafizh juga berkata tentangnya : mastur. Dalam sanadnya juga ada rawi yang mubham, yaitu gurunya Lahi‘ah. Hadits ini didha’ifkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani v dalam Adh-Dha’ifah no. 1330.
[16] Tentang makna (Al-Jawad) dan (Al-Mudhammar) lihat Fathul Bari syarh hadits no. 2870, 6553; dan Syarh Shahih Muslim oleh An-Nawawi, syarh hadits no. 2828.
[17] ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf (V/301/9683), Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul Kabir (VIII/233/7806). Asy-Syaikh Al-Albani dalam Adh-Dha’ifah no. 6910 berkata tentang hadits ini : “Munkar dengan konteks secara lengkap seperti di atas. Karena pada sanadnya terdapat kelemahan yang berentet, ada tiga perawi yang semuanya dha’if (lemah), yaitu : ‘Ali bin Yazid, ‘Ubaidullah bin Zahr, dan Al-Mutharrih.”
Dalam kitabnya Taqribut Tahdzib, Al-Hafizh berkata tentang ‘Ali bin Yazid bin Abi Hilal : dha’if (lemah).
Kemudian tentang ‘Ubaidullah bin Zahr, beliau berkata : Saduqun Yukhthi’ (jujur namun berbuat kesalahan dalam periwayatan hadits).
Adapun tentang Mutharrih bin Yazid, beliau berkata : dha’if (lemah).
Oleh karena itu Al-Imam Al-Haitsami v dalam kitabnya Majma’uz Zawa`id melemahkan hadits di atas dengan sebab keberadaan Mutharrih bin Yazid ini. beliau berkata : “Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir, namun dalam sanadnya terdapat Mutharrih, dia adalah seorang perawi yang dha’if.” (lihat Adh-Dha’ifah no. 6910).
(Dikutip dari http://www.assalafy.org/mahad/?p=236, judul asli Fadhilah Ash-Shaum secara umum 1)
3. Fadhilah Ash-Shaum secara umum
6. Hadits Hudzaifah radhiallahu ‘anhu yang disebutkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya, Bab : Ash-Shaum Kaffarah, bahwasannya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata:
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَ مَالِهِ وَ جَارِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلاَةُ وَ الصِّيامُ وَ الصَّدَقَةُ (متفق عليه)
Dosa yang dilakukan seseorang karena terfitnah oleh keluarga, harta, atau tetangganya dihapuskan oleh shalat, shaum, dan shadaqahnya.” [Muttafaqun ‘alaihi] ([1])
7. Hadits Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ )) [متفق عليه]
Bagi orang yang bershaum (berpuasa) dua kegembiraan : Jika berbuka dia bergembira dengan berbukanya tersebut, jika bertemu Rabbnya (Allah) dia bergembira dengan (pahala) shaumnya.” [Muttafaqun ‘alaihi, dengan lafazh Muslim] ([2])
8. Hadits ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ )) [متفق عليه]
Barangsiapa yang telah mampu menikah hendaknya segera menikah, karena sesungguhnya pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Namun barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa, karena sesungguhnya shaum tersebut berfungsi sebagai perisai baginya. [Muttafaqun ‘alaihi] ([3])
Dari hadits di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa di antara hikma ash-shaum berfungsi sebagai perisai seorang hamba dari kejahatan syahwatnya. Sekaligus sebagai salah satu jalan keluar bagi para pemuda yang belum mampu melakukan pernikahan.
9. Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( الصِّيَامُ و القُرآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ القِيَامَةِ، يَقُولُ الصِّيَامُ: أَي رَبِّ إِنِّي مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَ الشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفَّعْنِي فِيهِ؛ يَقُولُ القُرْآنُ: رَبِّ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ فَيُشَفَّعَانِ ))
Ash-Shiyam dan Al-Qur`an keduanya memberikan syafa’at untuk hamba tersebut pada Hari Kiamat. Berkata Ash-Shiyam : “Wahai Rabb, sesungguhnya aku telah menghalanginya dari makanan dan syahwat pada siang hari, maka terimalah syafa’atku untuknya.” Al-Qur`an berkata : Wahai Rabbku, aku telah menghalanginya dari tidur pada malam hari, maka terimalah syafa’atku untuknya. Maka keduanya memberikan syafa’at [Ahmad dan Ath-Thabarani] ([4])
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata :
أي : يشفعهما الله فيه و يدخله الجنة، قال المناوي : (( و هذا القول يحتمل أنه حقيقة بأن يجسد ثوابهما و يخلق الله فيه النطق )وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(، و يحتمل أن على ضرب من المجاز و التمثيل )).
قلت : و الأول هو الصواب الذي ينبغي الجزم به هنا وفي أمثاله من الأحاديث التي فيها تجسيد الأعمال و نحوها، كمثل تجسيد الكنـز شجاعا أقرع، و نحوه كثير. و تأويل مثل هذه النصوص ليس من طريقة السلف y، بل هو طريقة المعتزلة و من سلك سبيلهم من الخلف، و ذلك مما ينافي أول شروط الإيمان )الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ( البقرة: ٣، فحذار أن تحذو حذوهم، فتضل و تشقي، و العياذ بالله. اهـ
Maksudnya adalah : Al-Qur`an dan Ash-Shiyam keduanya diizinkan oleh Allah untuk memberi syafa’at kepada orang tersebut sekaligus memasukkannya ke dalam Al-Jannah. Al-Munawi berkata : “Ada kemungkinan bahwa maksud perkataan di atas adalah secara hakekat sebenarnya, yaitu dengan Allah rupakan dalam bentuk fisik ganjaran kedua amalan tersebut, kemudian Allah ciptakan untuk keduanya kemampuan untuk berbicara.
)وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(
dan Allah Maha mampu atas segala sesuatu.”
Ada juga kemungkinan bahwa hal itu hanya sebatas permisalan dan majaz.”
Menanggapi pernyataan Al-Munawi di atas, Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Kemungkinan pertama itulah yang benar dan harus dipastikan dalam permasalahan dan yang semisalnya dari berbagai bentuk hadits yang di dalamnya disebutkan tentang dirupakannya amalan dalam bentuk jasad (fisik) dan yang semisalnya. …. sementara penta’wilan (pemalingan maksud hadits dari makna sebenarnya kepada makna majaz) terhadap nash-nash seperti ini bukanlah metode generasi salaf radhiallahu ‘anhum, bahkan itu adalah metode kelompok Al-Mu’tazilah dan pihak-pihak yang mengikuti jejak mereka dari kalangan kaum khalaf. Cara penakwilan seperti itu sangat bertentangan dengan syarat pertama keimanan, yaitu :
)الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ( البقرة: ٣،
orang-orang yang berimana kepada hal-hal ghaib” [Al-Baqarah : 3]
Maka waspadalah engkau dari sikap mengikuti jejak mereka (kaum mu’tazilah) yang menyebabkan engkau menjadi sesat dan celaka. Wal’iyyadzubillah. –selesai–
10. Hadits dari shahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ : الإِمَامُ الْعَادِلُ، وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ … ))
Tiga pihak tidak akan ditolak do’a mereka : Seorang pemimpin yang adil, seorang yang bershaum hingga dia berbuka, dan do`a seorang yang terzhalimi, …” [At-Tirmidzi dan Ibnu Majah] [5])
Dari hadits di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa do’a seorang yang bershaum ketika dia sedang menunaikan shaumnya hingga datangnya waktu ifthar adalah do`a yang mustajab. Sementara hadits dari shahabat Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( لِكُلِّ صَائِمٍ عِنْدَ فِطْرِهِ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ ))
Setiap orang yang bershaum memiliki do`a yang mustajab ketika dia berifthar (berbuka).” [Ibnu ‘Adi] [6])
Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Ibnu Majah dan Al-Hakim dari shahabat ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al-’Ash dengan lafazh :
(( إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ دَعْوَةٌ لاَ تُرَدُّ ))
Sesungguh orang yang bershaum memiliki do`a yang tidak ditolak ketika dia berifthar
Al-Imam Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Zadul Ma’ad mengisyarahkan tentang lemahnya hadits ini. Asy-Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini lemah. [7])
——————————
[1] Al-Bukhari 1895 , Muslim 144.
[2] Al-Bukhari 1904, Muslim 1151.
[3] Al-Bukhari 1905, Muslim 1400.
[4] Ahmad dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Shahihul Jami’ish Shaghir no. 3882. Adapun dalam Shahihut Targhib no. 984 beliau menyatakan : Hasan Shahih. Lihat pula Tamamul Minnah hal. 394-395.
[5] At-Tirmidzi 3598, Ibnu Majah 1752.
[6] Ibnu ‘Adi. Pada sanad ada seorang perawi yang bernama Muhammad bin Ishaq Al-Balkhi. Ibnu ‘Adi berkata tentangnya : “Al-Balkhi ini adalah seorang perawi yang haditsnya tidak menyerupai hadits para perawi yang jujur.” Asy-Syaikh Al-Albani berkata bahwa Al-Imam Shalih Jazarah dan selainnya menyatakan bahwa orang ini pendusta. Lihat penjelasan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Adh-Dha’ifah no. 4325.
[7] Lihat Al-Irwa` no. 921.
(Dikutip dari http://www.assalafy.org/mahad/?p=237, judul asli Fadhilah Ash-Shaum secara umum 2)
4. Fadhilah Shaum Ramadhan ( 1 )
1. Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
(( اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتُ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْـتَـنَبَ الْكَبَائِرَ )) [رواه مسلم]
Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at berikutnya, Ramadhan ke Ramadhan berikutnya merupakan penghapus dosa-dosa selama masih meninggalkan dosa-dosa besar.” [HR. Muslim] ([1])
Namun keutamaan dan fungsi Ramadhan sebagai penghapus dosa sangat bergantung kepada sikap dan kemauan hamba untuk menjauhi Al-Kaba`ir , yaitu dosa-dosa besar. Hal ini sebagaimana ditegaskan pula oleh Allah subhanahu wata’ala dalam firman-Nya :
Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahan kalian (dosa-dosamu yang kecil) dan kami masukkan kalian ke tempat yang mulia (Al-Jannah).” [An-Nisa` : 31]
Berkata Asy-Syaikh As-Sa’di radhiallahu ‘anhu tentang ayat di atas :
Tentu ini merupakan bentuk keutamaan dan kebaikan Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang mu`min. Allah menjanjikan kepada mereka bahwa jika mereka menjauhi dosa-dosa besar yang terlarang, maka pasti Dia akan mengampuni seluruh dosa dan kesalahannya, serta akan memasukkan mereka ke tempat yang mulia dan penuh kebaikan, yaitu Al-Jannah yang meliputi segala keindahan yang belum pernah dilihat oleh mata, dan belum pernah di dengar oleh telinga, bahkan belum pernah terbetik dalam sanubari manusia.
Termasuk pula dalam upaya menjauhkan diri dari Al-Kaba`ir adalah menunaikan berbagai kewajiban, yang apabila ditinggalkan maka pelakunya tergolong telah melakukan dosa besar, seperti shalat lima waktu, dan shalat Jum’at, serta shaum Ramadhan, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam:
“Antara shalat lima waktu, dan shalat Jum’at ke Jum’at berikutnya, serta antara Ramadhan ke Ramadhan berikutnya berfungsi sebagai penghapus dosa-dosa yang terjadi di antara keduanya selama masih dijauhi dosa-dosa besar
Definisi Al-Kaba`ir yang terbaik adalah sebuah dosa yang diancam dengan hukuman pidana di dunia, atau ancaman adzab di akhirat, atau penafian iman (dari pelakunya), terkenainya laknat dan marah Allah atasnya.” [2])
Dari keterangan di atas, setidaknya ada dua kesimpulan yang bisa kita ambil :
1. Bahwa shaum Ramadhan tidak akan berfungsi sebagai penebus dosa atau penghapus kesalahan kecuali apabila pelakunya berupaya meninggalkan Al-Kaba`ir (dosa-dosa besar).
2. bahwa kita harus mengetahui definisi dan batasan Al-Kaba`ir, sehingga dengan itu kita dapat menghindarkan diri kita darinya, dan tentunya hal itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu syar’i).
2. Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ))
Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena dorongan iman dan mengharap (pahala) maka pasti Allah ampuni dosa-dosanya yang telah lalu . [Muttafaqun ‘alaihi] ([3])
Hadits ini memiliki kemiripan dengan hadits yang sebelumnya, yaitu dari sisi bahwa barangsiapa yang bershaum pada bulan Ramadhan akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Namun keutamaan tersebut memang hanya bisa diraih dengan dua syarat :
a. Shaum yang dia lakukan berdasarkan kepada keimanan, yaitu keimanan bahwa shaum Ramadhan merupakan syari’at yang haq yang datangnya dari Allah dan telah diwajibkan kepada kaum mu`minin.
b. Shaum yang dia lakukan berdasarkan sikap ihtisab (mengharapkan) pahala dan ridha Allah subhanahu wata’ala. Sehingga mendorong dia untuk melakukannya dengan penuh keikhlasan, tanpa ada unsur kepentingan duniawi.
Sehingga barangsiapa yang melakukan shaum Ramadhan tanpa dilandasi dua sikap di atas, dia tidak akan mendapatkan keutamaan yang dijanjikan.
Terkait dengan permasalahan di atas, ada beberapa hadits dha’if yang perlu diketahui, antara lain :
a. Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu secara marfu’ dengan lafadz :
(( وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا؛ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ )). رواه النسائي في الكبرى
Barangsiapa yang beribadah pada malam lailatul qadr karena dorongan iman dan mengharap (pahala) maka pasti Allah ampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang. [An-Nasa`i] [4])
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata : Hadits ini dengan tambahan lafazh (( وَ مَا تَأَخَّرَ )) adalah hadits yang Syadz (ganjil).
b. Hadits dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( من صام رمضان وعرف حدوده، وتحفظ مما كان ينبغي أن يتحفظ منه، كفر ما قبله )) . رواه أحمد والبيهقي
Barangsiapa yang bershaum di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batas (syar’i) nya, serta dia berupaya menjaga diri dari segala sesuatu yang semestinya ia menjaga dirinya dari hal itu, maka pasti akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [Ahmad dan Al-Baihaqi]
Hadits ini adalah hadits yang lemah, sebagaimana ditegaskan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Tamamul Minnah. [5]) Karena pada sanadnya ada seorang perawi yang majhul, yaitu ‘Abdullah bin Quraith. Al-Imam Al-Haitsami berkata, bahwa perawi ini telah disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim namun beliau tidak menyebutkan tentangnya, baik jarh (cercaan) atau pun ta’dil (rekomendasi). Disebutkan dalam kitab Ta’jilul Manfa’ah bahwa Al-Husaini berkata tentang perawi ini dalam kitab Rijalul Musnad : bahwa dia adalah seorang perawi yang majhul.
3. Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ ))
Jika telah datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu Al-Jannah [Muttafaqun ‘alaihi] ([6])
————————————
[1] Muslim 233
[2] Tafsir As-Sa’di surat An-Nisa` : 31.
[3] Al-Bukhari 1901, Muslim 760.
[4] An-Nasa`i dalam As-Sunanul Kubra. Lihat Adh-Dha’ifah no. 5083.
[5] Lihat Tamamul Minnah hal. 395.
[6] Al-Bukhari 1898, Muslim 1079.
(Dikutip dari http://www.assalafy.org/mahad/?p=239, judul asli Fadhilah Shaum Ramadhan ( 1 ))
5. Fadhilah Shaum Ramadhan ( 2 )
1. Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ، وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ ))
Jika telah datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu langit dan ditutuplah pintu-pintu Jahannam, serta dibelenggulah para syaithan. [Muttafaqun ‘alaihi] ([1])
Dalam riwayat Muslim disebutkan pula dengan lafazh :
(( … فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ … ))
“… maka dibukalah pintu-pintu rahmat … “
Dari tiga riwayat hadits di atas, kita mengetahui adanya tiga lafazh yang berbeda, yaitu :
- dibukakannya pintu Al-Jannah
- dibukakannya pintu rahmat
- dibukakannya pintu langit
sepintas nampak kontradiktif, namun pada hakekatnya tidak demikian.
Maksud “dibukakannya pintu langit” adalah dalam rangka naiknya berbagai perkataan baik kepada Allah, baik dalam bentuk dzikir maupun kalimat tauhid Lailaha Illallah, serta diangkatnya berbagai amalan shalih menuju kepada Allah. Sebagaimana firman Allah :
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ فاطر: ١٠
kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya” [Fathir : 10]
Sehingga dengan itu langit lebih banyak dibuka pada bulan Ramadhan, karena banyaknya perkataan baik dan amalan shalih padanya.
Sementara “dibukanya pintu rahmah” ada dua kemungkinan makna :
1. Dalam rangka rahmat Allah turun kepada hamba-hamba-Nya yang mu`min, yang rahmat itu sendiri merupakan sebab masuk Al-Jannah, sehingga hamba-hamba Allah tidaklah masuk Al-Jannah kecuali dengan sebab rahmat Allah, bukan karena amalan mereka.
2. Makna rahmat dalam hadits ini adalah Al-Jannah. Karena dalam beberapa keterangan Al-Jannah terkadang diistilahkan dengan “rahmat”, sebagaimana dalam hadits :
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لِلْجَنَّةِ : (( أَنْتِ رَحْمَتِي أَرْحَمُ بِكِ مَنْ أَشَاءُ مِنْ عِبَادِي ))
Allah Tabaraka wa Ta’ala berkata kepada Al-Jannah : ‘Engkau adalah rahmat-Ku yang denganmu Aku merahmati siapa yang Aku kehendaki dari kalangan hamba-hamba-Ku’.” [Muttafaqun ‘alaih] [2])
Penjelasan tentang maksud : « وصفدت الشياطين »
Di antara yang sering ditanyakan adalah maksud kalimat « وصفدت الشياطين » (dan dibelenggulah para syaithan).
Ketahuilah bahwa maksud kalimat di atas bukanlah seluruh jenis syaithan. Namun hanya terbatas pada jenis syaithan yang diistilahkan dengan Al-Maradah ( المَرَدَةُ ), yaitu para syaithan yang tingkat kejahatan dan kedurhakaanny paling besar. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh para ‘ulama, antara lain :
1. Ibnu Khuzaimah rahimahullah. dalam kitab Shahihnya, beliau menyebutkan :
باب ذكر البيان أن النبي r إنما أراد بقوله : « وصفدت الشياطين » مردة الجن منهم، لا جميع الشياطين
Bab : Penjelasan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam hanyalah memaksudkan dengan perkataannya : « وصفدت الشياطين » (dan dibelenggulah para syaithan) adalah jenis jin yang maradah (paling durhaka), bukan seluruh jenis syaithan.
Kemudian beliau menyebutkan hadits dari shahabat Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
1776 – « إِذَا كَان أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ مَرَدَةُ الجِنِّ، … »
Jika pada malam hari pertama bulan Ramadhan dibelenggulah para syaithan dari jenis maradatul jin (jin yang paling durhaka), … ” –selesai dari Ibnu Khuzaimah–
Disebutkan pula dalam Sunan An-Nasa`i, juga dari hadits Abu Hurairah, dengan lafazh :
(( … وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، … ))
“… dan padanya dibelenggu para syaithan yang paling durhaka. … ” [An-Nasa`i] [3])
2. Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Riyadhish Shalihin berkata :
Maksud (dibelenggulah para syaithan) adalah jenis maradah (yang paling durhaka) di antara mereka. sebagaimana telah disebutkan dalam riwayat lain. Sementara yang dimaksud dengan Al-Maradah adalah : yaitu para syaithan yang paling besar permusuhan dan kebencianya terhadap anak Adam.” ([4])
Namun ada sebagian ‘ulama yang memberikan lain dari yang kami sebutkan di atas, antara lain Al-Imam Al-Hulaimi, beliau berkata :
yang dimaksud adalah para syaithan pencuri berita (dari langit). Tidakkah engkau perhatikan Rasulullah menyebut (( مردة الشياطين ))، (para syaithan yang sangat durhaka) karena bulan Ramadhan adalah waktu turunnya Al-Qur`an ke langit bumi, yang upaya penjagaan (terhadap) Al-Qur’an dilakukan dengan cara bintang-bintang (yang dilemparkan), sebagaimana firman Allah Ta’ala :
(وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ ) الصافات: ٧
dan juga sebagai penjagaan (dengan sebenar-benarnya) dari setiap syaithan yang sangat durhaka.” [Ash-Shaffat : 7] [5])
Sehingga dengan itu pembelengguan semakin diperketat pada bulan Ramadhan, dalam rangka penjagaan yang lebih serius (terhadap Kalamullah). [6])
2. Hadits dari shahabat ’Amr bin Murrah Al-Juhani radhiallahu ‘anhu , beliau berkata :
جاء رجل إلى النبي r فقال : يا رسول الله أرأيت إن شهدت أن لا إله إلا الله وأنك رسول الله، وصليت الصلوات الخمس، وأديت الزكاة، وصمت رمضان وقمته، فممن أنا؟ قال : (( من الصديقين والشهداء )) [رواه البزار وابن خزيمة وابن]
Seseorang datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata : Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau jika saya bersaksi La ilaha Illallah dan bahwa engkau adalah Rasulullah, saya melaksanakan shalat lima waktu, saya menunaikan zakat, dan saya bershaum di bulan Ramadhan dan saya laksanakan shalat (pada malam harinya), maka dari golongan manakah aku?
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Dari kalangan Ash-Shiddiqin dan Asy-Syuhada’ ” [Al-Bazzar, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban] [7])
Dari keterangan di atas, kita tahu bahwa seorang hamba yang menunaikan shaum Ramadhan dan rajin melakukan Qiyamullail (shalat malam) padanya, maka dia akan digolongkan dalam golongan para syuhada` dan shiddiqin.
3. Hadits dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri :
(( إن لله تبارك وتعالى عتقاء في كل يوم وليلة – يعني في رمضان – وإن لكل مسلم في كل يوم وليلة دعوة مستجابة )) رواه البزار
Sesungguhnya Allah memiliki orang-orang yang dibebaskan (dari adzab An-Nar) pada setiap siang dan malam –yakni di bulan Ramadhan– dan sesungguhnya setiap muslim memiliki do’a yang mustajab pada setiap siang dan malam” [Al-Bazzar] [8])
4. Hadits dari shahabat Ka’b bin ‘Ujrah radhiallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
(( احضروا المنبر )) فحضرنا فلما ارتقى درجة قال : (( آمين ))؛ فلما ارتقى الدرجة الثانية قال : (( آمين ))؛ فلما ارتقى الدرجة الثالثة قال : (( آمين ))؛ فلما نزل قلنا : يا رسول الله لقد سمعنا منك اليوم شيئا ما كنا نسمعه؟ قال : (( إن جبريل عليه السلام عرض لي، فقال : بعد من أدرك رمضان فلم يغفر له، قلت آمين، فلما رقيت الثانية قال : بعد من ذكرت عنده فلم يصل عليك، فقلت آمين، فلما رقيت الثالثة قال بعد : من أدرك أبويه الكبر عنده أو أحدهما فلم يدخلاه الجنة، قلت آمين )) رواه الحاكم وقال صحيح الإسناد
Hadirlah kalian di sekitar mimbar” maka kami pun segera hadir. Ketika menaiki tangga pertama beliau mengucapkan “Amin” ; dan ketika menaiki tangga kedua beliau mengucapkan “Amin”; begitu pula ketika menaiki tangga ketiga, beliau mengucapkan “Amin”. Ketika beliau telah turun dari mimbar, kami bertanya : “Wahai Rasulullah sungguh kami telah mendengar darimu sesuatu pada hari ini yang belum pernah kami mendengar sebelumnya?” maka beliau menjawab : “Sungguh telah datang kepadaku Jibril, kemudian dia berkata : ‘Celakalah seorang yang memasuki bulan Ramadhan namun dia tidak diampuni.’ Maka aku berkata : Amin. Kemudian ketika aku menaiki tangga kedua, Jibril berkata : ‘Celakalah seseorang yang disebutkan namamu di hadapannya namun dia tidak bershalawat untukmu.’ Maka aku pun mengucapkan Amin. Dan ketika aku menaiki tangga ketiga, Jibril berkata : ‘Celakalah seorang yang menemui kedua orang tuanya pada masa tua, atau salah satu di antara keduanya, namun (keberadaan) keduanya tidak mampu memasukkan dia ke dalam Al-Jannah.’ Maka aku pun mengucapkan Amin.” [HR. Al-Hakim] [9]
Dalam hadits di atas, ada sebuah penekanan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh ampunan. Sehingga hendaknya setiap mu`min berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Karena apabila dia gagal mendapatkan ampunan di bulan Ramadhan maka dia akan mendapatkan do`a celaka dari malaikat Jibril ‘alaihis salam dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Semoga Allah melindungi kita semua.
————————–
[1] Al-Bukhari 1899, Muslim 1079.
[2] Al-Bukhari 4850, Muslim 2846 dari shahabat Abu Hurairah.
[3] HR. An-Nasa`i 2106. dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i no. 2106.
[4] Syarh Riyadhish Shalihin karya Asy-Syaikh Al-’Utsaimin, hadits no. 1220.
[5] Konteks ayat tersebut adalah sebagai berikut :
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ (6) وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ (7) لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلَإِ الْأَعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ الصافات: ٦ – ٨
Sesungguhnya Kami telah menghias langit dunia dengan hiasan bintang-bintang, dan juga sebagai penjagaan (dengan sebenar-benarnya) dari setiap syaithan yang sangat durhaka. Agar syaithan-syaithan itu tidak dapat mencuri-curi dengar (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari (dengan bintang-bintang tersebut) dari segala penjuru.” [Ash-Shaffat : 6-8]
[6] Lihat Shahihut Targhib wat Tarhib di bawah hadits no. 999.
[7] Al-Bazzar, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihut Targhib no. 361, 749, 1003, 2515,
[8] HR. Al-Bazzar. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib no. 1002
[9] HR. Al-Hakim. Asy-Syaikh Al-Albani berkata dalam Shahihut Targhib wat Tarhib hadits no. 995 : Shahih li gharihi. Hadits tersebut diriwayatkan pula dari shahabat Abu Hurairah, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi. Riwayat kedua ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih bab : At-Tarhib min Ifthar Ramadhan (II/378)
Dikutip dari http://www.assalafy.org/mahad/?p=240, judul asli Fadhilah Shaum Ramadhan ( 2 ))
Sumber: http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1354. Penulis: Redaksi Ma’had As Salafy, Hikmah & Fadhilah (Keutamaan) Shaum

KULTUM RAMADLAN


Hikmah dan Keutamaan dalam Berpuasa


1. Hikmah dan Fadhilah (Keutamaan) Ash-Shaum
Ash-Shaum merupakan salah satu ibadah dalam Islam yang memiliki keutamaan yang sangat tinggi, serta memiliki berbagai faidah dan hikmah sebagaimana yang disebutkan oleh Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsirnya tatkala menjelaskan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
)يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ( البقرة: ١٨٣
”Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian ash-shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” [Al-Baqarah : 183]
Diantaranya :
1. Ash-shaum adalah salah satu sebab terbesar yang mengantarkan seseorang menuju taqwa. [1]) Sedangkan taqwa itu akan mendorong orang yang menjalankan ibadah shaum untuk meninggalkan berbagai larangan Allah Ta’ala, baik berupa minuman, makanan, dan jima’ (hubungan suami-istri) dan beberapa larangan sejenisnya yang disukai oleh hawa nafsu, dan shaum dilakukan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala dengan mengharapkan balasan di sisi-Nya.
2. Orang yang menjalankan ibadah shaum melatih jiwanya agar senantiasa merasa diawasi oleh Allah (muroqobatullah) sehingga dia meninggalkan kemauan hawa nafsunya meskipun mampu menurutinya, sebab dia mengetahui adanya pengawasan Allah Ta’ala terhadap dirinya.
3. Ash-shaum dapat mempersempit ruang gerak syaithan karena ia masuk ke dalam tubuh anak Adam melalui aliran darah. ([2])
4. Ash-shaum akan melemahkan kekuatan syaithan, sehingga orang tersebut semakin terjauhkan dari kemaksiatan.
5. Orang yang menunaikan ash-shaum, mayoritasnya akan melakukan banyak ketaatan dan itu merupakan bagian dari ketaqwaan kepada Allah Ta’ala
6. Terkhusus bagi orang kaya bila merasakan pedihnya lapar karena ash-shaum maka akan muncul dalam dirinya kepedulian kepada fuqara`, dan hal ini juga merupakan bagian dari ketaqwaan kepada Allah Ta’ala. ([3])
Asy-Syaikh Al-’Utsaimin ketika ditanya tentang hikmah ash-shaum, beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab antara lain : bahwa ash-shaum mememiliki beberapa hikmah dalam hal sosial kemasyarakatan, antara lain munculnya perasaan di tengah-tengah kaum muslimin bahwa mereka adalah umat yang satu, makan dan bershaum di waktu yang sama. [4])
Asy-Syaikh Alu Bassam dalam Taudhihul Ahkam ([5]) menyebutkan hikmah lain dari ibadah ash-shaum, di antaranya :
1. Mendorong seseorang untuk bersyukur kepada Allah dan mengingat berbagai nikmat-Nya.
2. Memiliki manfaat kesehatan, yaitu memberikan kesempatan pada alat pencernaan untuk istirahat.
———————————–
[1] Oleh karena itu, kalau kita perhatikan dengan seksama ayat pertama yang padanya Allah memerintahkan kaum mu`minin untuk bershaum diakhiri dengan penyebutan tujuan tersebut, yaitu ayat ke-183 surat Al-Baqarah, Allah berfirman :
)لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ “Agar kalian bertaqwa
Begitu pula Allah mengakhiri ayat terakhir tentang perintah ash-shaum ini dengan penyebutan tujuan tersebut pula, yaitu ayat ke-187 surat Al-Baqarah, Allah berfirman :
لَعَلَّهُمْ تَتَّقُونَ “Agar mereka bertaqwa
[2] Dari Shafiyyah radiyallahu ‘anha bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda :
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ الإِنْسَانِ مَجْرى الدَّم
Sesungguhnya Syaithan berjalan dalam tubuh manusia sesuai dengan aliran darahnya.” [HR. Al-Bukhari 2035, 2038, 2039, 3101, 3281, 6219, 7171; Muslim 2175]
[3] Tafsir As-Sa’di tafsir Al-Baqarah ayat 183..
[4] Lihat Fatawa Ash-Shiyam karya Asy-Syaikh Al-’Utsaimin hal. 24. lihat pula Fatawal-’Ulama`il-BaladilHaram hal. 277.
[5] Taudhihul Ahkam (3/123)
(Dikutip dari http://www.assalafy.org/mahad/?p=235, judul asli Hikmah dan Fadhilah (Keutamaan) Ash-Shaum)
2. Fadhilah Ash-Shaum secara umum
Sementara Fadhilah (keutamaan) Ash-Shaum telah banyak disebutkan dalam berbagai hadits, baik fadhilah ash-shaum secara umum, maupun fadhilah shaum Ramadhan secara khusus. Dalam kesempatan ini kami akan menyebutkan beberapa di antaranya :
1. Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
اَلصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ – مَرَّتَيْنِ – وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِّ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ تَعَالىَ مِنْ رِيْحِ اْلمِسْكِ، يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، اَلصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا [متفق عليه]
Ash-Shiyam adalah perisai. Maka hendaklah seseorang tidak berkata (berbuat) keji dan tidak berbuat jahil. ([1]) Dan bila ada yang mengajak bertengkar atau mencelanya maka katakan : “Sesungguhnya saya sedang shaum” – dua kali – Dan demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, Sungguh bau mulut orang yang shaum lebih harum daripada bau misk di sisi Allah, ‘ Dia meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena Aku. Dan Aku sendiri yang akan membalas amalan baiknya (ash-shaum) dan ketahuilah bahwa satu kebaikan dilipat gandakan balasannya sampai sepuluh kali lipat. ” [Muttafaq ‘alaih].([2])
Dalam hadits di atas, ada beberapa fadhilah yang dapat kita petik :
a. Bahwa Ash-Shaum berfungsi sebagai perisai.
Dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam An-Nasa`i dari shahabat ‘Aisyah dan ‘Utsman bin Abil ‘Ash, bahwa Ash-Shaum adalah perisai dari An-Nar (api neraka). Lafazh hadits tersebut adalah :
عَنْ مُطَرِّفٍ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ، فَدَعَا بِلَبَنٍ، فَقُلْتُ : إِنِّي صَائِمٌ؛ فَقَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ r يَقُولُ : (( الصَّوْمُ جُنَّةٌ مِنْ النَّارِ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنْ الْقِتَالِ ))
Dari Mutharrif berkata : Aku datang menemui ‘Utsman bin Abil ‘Ash, kemudian beliau hendak menghidangkan susu untukku. Maka aku berkata : “Sesungguhnya aku sedang bershaum. Maka beliau (’Utsman bin Abil ‘Ash) berkata : Sungguh aku telah mendengar Rasulullah [D] bersabda :
“Ash-Shaum adalah perisai dari An-Nar (api neraka), seperti perisai salah seorang dari kalian dalam peperangan.” [3])
Dalam hadits lain, dari shahabat Jabir radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّمَا الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنْ النَّارِ [رواه أحمد]
Sesungguhnya shaum itu adalah perisai yang dengannya seorang hamba melindungi diri dari (adzab) An-Nar.” [Ahmad] [4])
b. Aroma mulut seseorang yang sedang bershaum lebih baik di sisi Allah dibandingkan aroma wangi misk. [5])
c. Ibadah shaum yang dilakukan karena Allah, maka pahalanya akan dibalas secara langsung oleh Allah sendiri.
[lihat ulang Fathul Bari syarh hadits no. 1894]

2. Pintu khusus bagi orang-orang yang bershaum, yaitu pintu Ar-Rayyan.

Hadits dari shahabat Sahl bin Sa’d radhiallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهِ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ : أَيْنَ الصَّائِمُونَ ؟ فَيَقُوْمُونَ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلَوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ. [متفق عليه]
Sesungguhnya di Jannah ada sebuah pintu yang dinamakan Ar-Rayyan yang masuk melaluinya pada Hari Kiamat hanyalah orang-orang yang bershaum (berpuasa). Tidak akan masuk seorang pun melaluinya selain mereka, kemudian diserukan, “Manakah orang-orang yang bershaum (berpuasa)?” maka merekapun berdiri. Tidak ada seorang pun yang akan masuk melalui pintu Ar-Rayyan kecuali mereka. Setelah mereka masuk semua, maka pintu itupun ditutup, sehingga tidak ada lagi yang bisa masuk melaluinya.” [Muttafaqun ‘Alaih]. ([6])
Dalam riwayat riwayat lain dengan tambahan :
(( مَنْ دَخَلَ فِيهِ شَرِبَ وَمَنْ شَرِبَ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا )) [رواه النسائي و أحمد]
Barangsiapa yang masuk melaluinya, pasti dia akan minum, dan barangsiapa yang minum maka pasti dia tidak akan pernah haus selamanya.” [An-Nasa`i dan Ahmad] ([7])

3. Dijauhkan wajahnya dari An-Nar sejauh tujuh puluh (70) tahun.

Hadits dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُوْمُ يَوْمًا فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللهُ بِذلِكَ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا [متفق عليه]
Tidaklah seseorang bershaum sehari di jalan Allah melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dengan shaumnya tersebut dari an-nar di hari kiamat, sejauh 70 tahun.” [Muttafaq ‘alaih] ([8])
Sebagian ‘ulama mengkhususkan makna Fi sabilillah dengan jihad, antara lain Al-Imam Ibnul Jauzi. Al-Imam Al-Bukhari pun menyebutkan hadits ini dalam Kitabul Jihad was Sair dengan judul bab : فَضْلِ الصَّوْمِ فِي سَبِيْلِ اللهِ (Keutamaan Ash-Shaum di jalan Allah). Begitu pula Al-Imam An-Nawawi dalam Syarh Muslim meletakkan bab pada hadits ini dengan judul : فَضْلِ الصِّيَامِ فِي سَبِيلِ اللهِ لِمَنْ يُطِيقُهُ بِلا ضَرَرٍ وَلا تَفْوِيتِ حَقٍّ(Keutamaan Ash-Shiyam Fi Sabilillah bagi yang mampu tanpa adanya kemudharatan dan pengabaian tugas).
Sehingga atas dasar itu keutamaan yang terkandung dalam hadits di atas hanya khusus bagi yang bershaum ketika berjihad fi sabilillah.
Namun Al-Imam Al-Qurthubi menegaskan bahwa makna Fi Sabilillah di sini adalah : ketaatan kepada Allah secara umum. Sehingga makna hadits adalah : “Barangsiapa yang bershaum dengan mengharapkan wajah Allah”. Atas dasar itu keutamaan tersebut tidak hanya terbatas pada shaum ketika berjihad fi sabilillah.
Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar menegaskan bahwa dua kemungkinan makna di atas memungkinkan sebagaimana makna hadits di atas, sekaligus sebagai makna hadits berikut ini. [9])

4. Parit penghalang dari adzab An-Nar.

Hadits dari shahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu, dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللهِ جَعَلَ اللهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ خَنْدَقًا كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ )) [رواه الترمذي]
Barangsiapa yang bershaum (berpuasa) sehari di jalan Allah, niscaya Allah jadikan antara dia dengan An-Nar sebuah parit penghalang (yang lebarnya) sejauh langit dan bumi.” [At-Tirmidzi] ([10])

5. Allah jauhkan darinya api Jahannam sejauh perjalanan seratus tahun
Hadits dari shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( مَنْ صَامَ يَومًا فِي سَبِيلِ اللهِ بَاعَدَ اللهُ مِنْهُ جَهَنَّمَ مَسِيْرَةَ مِائَةِ عَامٍ )) [رواه النسائي و ابن أبي عاصم و الطبراني]
Barangsiapa yang bershaum (berpuasa) sehari di jalan Allah, niscaya Allah jauhkan api Jahannam darinya sejauh perjalanan seratus tahun.” [An-Nasa`i, Ibnu Abi ‘Ashim, Ath-Thabarani] [11])
Masalah : Dalam hadits shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir radhiallahu ‘anhu ini disebutkan “sejauh perjalanan seratus tahun”. Sementara dalam hadits shahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu disebutkan “sejauh 70 tahun”. Secara zhahir perbedaan ini memunculkan suatu pertanyaan.
Untuk menjawabnya, ada dua jawaban :
a. Penyebutan bilangan tujuh puluh (70) bukan sebagai batasan mutlak, tetapi dalam rangka menggambar betapa sangat jauhnya jarak tersebut. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Al-Qurthubi dan dipertegas oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar.
- Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata :
ورد ذكر السبعين لإرادة التكثيركثيرا
Penyebutan bilangan tujuh puluh (70) pada hadits di atas dalam rangka menggambarkan betapa sangat jauhnya.”
Kemudian Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menegaskan :
ويؤيده أن النسائي أخرج الحديث المذكور عن عقبة بن عامر والطبراني عن عمرو بن عبسة وأبو يعلى عن معاذ بن أنس فقالوا جميعا في رواياتهم ( مائة عام ).
Memperkuat pernyataan Al-Qurthubi di atas, An-Nasa`i meriwayatkan hadits tersebut dari shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir, demikian juga Ath-Thabarani meriwayatkannya dari shahabat ‘Amr bin ‘Abasah, dan Abu Ya’la meriwayatkan dari shahabat Mu’adz bin Anas, semuanya menyebutkan dalam periwayatan mereka : (bilangan) “Seratus tahun”“. [12])
Jawaban senada juga diucapkan oleh Al-Imam As-Sindi dalam Syarh Sunan An-Nasa`i, bahwa penyebutan bilangan tujuh puluh atau seratus tahun bukan sebagai batasan mutlak, tetapi dalam rangka menggambar betapa sangat jauhnya jarak tersebut. [13])
b. Ada kemungkinan, Allah subhanahu wata’ala hendak menambah fadhilah dan pahala bagi orang yang bershaum sehingga menyempurnakan jauhnya jarak tersebut menjadi seratus tahun perjalanan setelah sebelumnya sejauh tujuh puluh tahun. Jawaban kedua ini disampaikan oleh Al-Imam As-Sindi rahimahullah dalam Syarh Sunan An-Nasa`i. [14])
Terkait dengan fadhilah di atas, ada beberapa hadits yang sering diriwayatkan namun secara sanad lemah. Di antara hadits-hadits tersebut :
- Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( مَنْ صَامَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ تَعَالَى، بَعَّدَهُ اللهُ U مِنْ جَهَنَّمَ كَبُعْدِ غُرَابٍ طَارَ وَهُوَ فَرْخٌ حَتَّى مَاتَ هَرِمًا )) [رواه أحمد، أبو يعلى، و البيهقي، و الطبراني]
Barangsiapa yang bershaum (berpuasa) dalam rangka mengharap wajah Allah, niscaya Allah jauhkan dia dari neraka jahannam sejauh perjalanan terbang burung Gagak, semenjak burung Gagak tersebut baru menetas hingga mati di usia yang tua. ” [Ahmad, Abu Ya’la, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabarani] [15])
- Hadits dari shahabat Abu Umamah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
(( مَنْ صَامَ يَوْماً فِي سَبِيلِ اللهِ؛ بَعَّدَ اللهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ مِائَةَ عَامٍ، رَكْضَ الفَرَسِ الجَوَّادِ المُضَمَّرِ )) [رواه عبد الرزاق و الطبراني]
Barangsiapa yang bershaum (berpuasa) sehari di jalan Allah, niscaya Allah jauhkan api Jahannam darinya sejauh perjalanan seratus tahun, dengan kecepatan kuda tunggangan gesit dan kuat. [16]“ [’Abdurrazzaq dan Ath-Thabarani] [17])
—————————
[1] Perbuatan jahil maksudnya adalah perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang jahil seperti berteriak-teriak atau berbuat kedunguan ( اَلسَّفَه ), dan lain-lain (lihat Fathul Bari Kitabush Shaum hadits no. 1894).
[2] Al-Bukhari 1894, Muslim 1151.
[3] An-Nasa`i no. 2231. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i no. 2231.
[4] HR. Ahmad, dari shahabat Jabir, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib no. 981. Lihat pula Shahihul Jami’ish Shaghir no. 4308.
[5] Hal ini tidak berarti bahwa orang yang bershaum disyari’atkan untuk membiarkan bau mulutnya. Bahkan tetap disunnahkan bagi orang yang bershaum untuk bersiwak, sebagaimana pernah dijawab oleh shahabat Mu’adz bin Jabal dalam sebuah atsar yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam kita beliau Irwa`ul Ghalil I/106 . Lihat pembahasan lengkap pada bab halaman ………………..
[6] Al-Bukhari 1896, Muslim 1152.
[7] An-Nasa`i no. 2236, Ahmad V/336. dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani v dalam Shahih Sunan An-Nasa`i no. 2236.
[8] Al-Bukhari 2840, Muslim 1153.
[9] Lihat Fathul Bari syarh hadits no. 2840.
[10] At-Tirmidzi 1624. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 563.
[11] An-Nasa`i no. 2254, Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitabul Jihad I/88/2, Ath-Thabarani dalam Al-Kabir no. 927. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani v dalam Ash-Shahihah no. 2565.
[12] Fathul Bari syarh hadits no. 2840.
[13] Lihat Syarh Sunan An-Nasa`i oleh Al-Imam As-Sindi, syarh hadits no. 2565.
[14] Ibid.
[15] Ahmad II/526 Karena pada sanadnya ada ‘Abdullah bin Lahi‘ah seorang perawi yang lemah, sekaligus ayahnya yaitu Lahi‘ah, dia seorang perawi yang majhulul hal sebagaimana dinyatakan oleh Ibnul Qaththan; Al-Hafizh juga berkata tentangnya : mastur. Dalam sanadnya juga ada rawi yang mubham, yaitu gurunya Lahi‘ah. Hadits ini didha’ifkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani v dalam Adh-Dha’ifah no. 1330.
[16] Tentang makna (Al-Jawad) dan (Al-Mudhammar) lihat Fathul Bari syarh hadits no. 2870, 6553; dan Syarh Shahih Muslim oleh An-Nawawi, syarh hadits no. 2828.
[17] ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf (V/301/9683), Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul Kabir (VIII/233/7806). Asy-Syaikh Al-Albani dalam Adh-Dha’ifah no. 6910 berkata tentang hadits ini : “Munkar dengan konteks secara lengkap seperti di atas. Karena pada sanadnya terdapat kelemahan yang berentet, ada tiga perawi yang semuanya dha’if (lemah), yaitu : ‘Ali bin Yazid, ‘Ubaidullah bin Zahr, dan Al-Mutharrih.”
Dalam kitabnya Taqribut Tahdzib, Al-Hafizh berkata tentang ‘Ali bin Yazid bin Abi Hilal : dha’if (lemah).
Kemudian tentang ‘Ubaidullah bin Zahr, beliau berkata : Saduqun Yukhthi’ (jujur namun berbuat kesalahan dalam periwayatan hadits).
Adapun tentang Mutharrih bin Yazid, beliau berkata : dha’if (lemah).
Oleh karena itu Al-Imam Al-Haitsami v dalam kitabnya Majma’uz Zawa`id melemahkan hadits di atas dengan sebab keberadaan Mutharrih bin Yazid ini. beliau berkata : “Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir, namun dalam sanadnya terdapat Mutharrih, dia adalah seorang perawi yang dha’if.” (lihat Adh-Dha’ifah no. 6910).
(Dikutip dari http://www.assalafy.org/mahad/?p=236, judul asli Fadhilah Ash-Shaum secara umum 1)
3. Fadhilah Ash-Shaum secara umum
6. Hadits Hudzaifah radhiallahu ‘anhu yang disebutkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya, Bab : Ash-Shaum Kaffarah, bahwasannya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata:
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَ مَالِهِ وَ جَارِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلاَةُ وَ الصِّيامُ وَ الصَّدَقَةُ (متفق عليه)
Dosa yang dilakukan seseorang karena terfitnah oleh keluarga, harta, atau tetangganya dihapuskan oleh shalat, shaum, dan shadaqahnya.” [Muttafaqun ‘alaihi] ([1])
7. Hadits Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ )) [متفق عليه]
Bagi orang yang bershaum (berpuasa) dua kegembiraan : Jika berbuka dia bergembira dengan berbukanya tersebut, jika bertemu Rabbnya (Allah) dia bergembira dengan (pahala) shaumnya.” [Muttafaqun ‘alaihi, dengan lafazh Muslim] ([2])
8. Hadits ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ )) [متفق عليه]
Barangsiapa yang telah mampu menikah hendaknya segera menikah, karena sesungguhnya pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Namun barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa, karena sesungguhnya shaum tersebut berfungsi sebagai perisai baginya. [Muttafaqun ‘alaihi] ([3])
Dari hadits di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa di antara hikma ash-shaum berfungsi sebagai perisai seorang hamba dari kejahatan syahwatnya. Sekaligus sebagai salah satu jalan keluar bagi para pemuda yang belum mampu melakukan pernikahan.
9. Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( الصِّيَامُ و القُرآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ القِيَامَةِ، يَقُولُ الصِّيَامُ: أَي رَبِّ إِنِّي مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَ الشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفَّعْنِي فِيهِ؛ يَقُولُ القُرْآنُ: رَبِّ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ فَيُشَفَّعَانِ ))
Ash-Shiyam dan Al-Qur`an keduanya memberikan syafa’at untuk hamba tersebut pada Hari Kiamat. Berkata Ash-Shiyam : “Wahai Rabb, sesungguhnya aku telah menghalanginya dari makanan dan syahwat pada siang hari, maka terimalah syafa’atku untuknya.” Al-Qur`an berkata : Wahai Rabbku, aku telah menghalanginya dari tidur pada malam hari, maka terimalah syafa’atku untuknya. Maka keduanya memberikan syafa’at [Ahmad dan Ath-Thabarani] ([4])
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata :
أي : يشفعهما الله فيه و يدخله الجنة، قال المناوي : (( و هذا القول يحتمل أنه حقيقة بأن يجسد ثوابهما و يخلق الله فيه النطق )وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(، و يحتمل أن على ضرب من المجاز و التمثيل )).
قلت : و الأول هو الصواب الذي ينبغي الجزم به هنا وفي أمثاله من الأحاديث التي فيها تجسيد الأعمال و نحوها، كمثل تجسيد الكنـز شجاعا أقرع، و نحوه كثير. و تأويل مثل هذه النصوص ليس من طريقة السلف y، بل هو طريقة المعتزلة و من سلك سبيلهم من الخلف، و ذلك مما ينافي أول شروط الإيمان )الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ( البقرة: ٣، فحذار أن تحذو حذوهم، فتضل و تشقي، و العياذ بالله. اهـ
Maksudnya adalah : Al-Qur`an dan Ash-Shiyam keduanya diizinkan oleh Allah untuk memberi syafa’at kepada orang tersebut sekaligus memasukkannya ke dalam Al-Jannah. Al-Munawi berkata : “Ada kemungkinan bahwa maksud perkataan di atas adalah secara hakekat sebenarnya, yaitu dengan Allah rupakan dalam bentuk fisik ganjaran kedua amalan tersebut, kemudian Allah ciptakan untuk keduanya kemampuan untuk berbicara.
)وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(
dan Allah Maha mampu atas segala sesuatu.”
Ada juga kemungkinan bahwa hal itu hanya sebatas permisalan dan majaz.”
Menanggapi pernyataan Al-Munawi di atas, Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Kemungkinan pertama itulah yang benar dan harus dipastikan dalam permasalahan dan yang semisalnya dari berbagai bentuk hadits yang di dalamnya disebutkan tentang dirupakannya amalan dalam bentuk jasad (fisik) dan yang semisalnya. …. sementara penta’wilan (pemalingan maksud hadits dari makna sebenarnya kepada makna majaz) terhadap nash-nash seperti ini bukanlah metode generasi salaf radhiallahu ‘anhum, bahkan itu adalah metode kelompok Al-Mu’tazilah dan pihak-pihak yang mengikuti jejak mereka dari kalangan kaum khalaf. Cara penakwilan seperti itu sangat bertentangan dengan syarat pertama keimanan, yaitu :
)الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ( البقرة: ٣،
orang-orang yang berimana kepada hal-hal ghaib” [Al-Baqarah : 3]
Maka waspadalah engkau dari sikap mengikuti jejak mereka (kaum mu’tazilah) yang menyebabkan engkau menjadi sesat dan celaka. Wal’iyyadzubillah. –selesai–
10. Hadits dari shahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ : الإِمَامُ الْعَادِلُ، وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ … ))
Tiga pihak tidak akan ditolak do’a mereka : Seorang pemimpin yang adil, seorang yang bershaum hingga dia berbuka, dan do`a seorang yang terzhalimi, …” [At-Tirmidzi dan Ibnu Majah] [5])
Dari hadits di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa do’a seorang yang bershaum ketika dia sedang menunaikan shaumnya hingga datangnya waktu ifthar adalah do`a yang mustajab. Sementara hadits dari shahabat Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( لِكُلِّ صَائِمٍ عِنْدَ فِطْرِهِ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ ))
Setiap orang yang bershaum memiliki do`a yang mustajab ketika dia berifthar (berbuka).” [Ibnu ‘Adi] [6])
Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Ibnu Majah dan Al-Hakim dari shahabat ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al-’Ash dengan lafazh :
(( إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ دَعْوَةٌ لاَ تُرَدُّ ))
Sesungguh orang yang bershaum memiliki do`a yang tidak ditolak ketika dia berifthar
Al-Imam Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Zadul Ma’ad mengisyarahkan tentang lemahnya hadits ini. Asy-Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini lemah. [7])
——————————
[1] Al-Bukhari 1895 , Muslim 144.
[2] Al-Bukhari 1904, Muslim 1151.
[3] Al-Bukhari 1905, Muslim 1400.
[4] Ahmad dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Shahihul Jami’ish Shaghir no. 3882. Adapun dalam Shahihut Targhib no. 984 beliau menyatakan : Hasan Shahih. Lihat pula Tamamul Minnah hal. 394-395.
[5] At-Tirmidzi 3598, Ibnu Majah 1752.
[6] Ibnu ‘Adi. Pada sanad ada seorang perawi yang bernama Muhammad bin Ishaq Al-Balkhi. Ibnu ‘Adi berkata tentangnya : “Al-Balkhi ini adalah seorang perawi yang haditsnya tidak menyerupai hadits para perawi yang jujur.” Asy-Syaikh Al-Albani berkata bahwa Al-Imam Shalih Jazarah dan selainnya menyatakan bahwa orang ini pendusta. Lihat penjelasan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Adh-Dha’ifah no. 4325.
[7] Lihat Al-Irwa` no. 921.
(Dikutip dari http://www.assalafy.org/mahad/?p=237, judul asli Fadhilah Ash-Shaum secara umum 2)
4. Fadhilah Shaum Ramadhan ( 1 )
1. Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
(( اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتُ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْـتَـنَبَ الْكَبَائِرَ )) [رواه مسلم]
Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at berikutnya, Ramadhan ke Ramadhan berikutnya merupakan penghapus dosa-dosa selama masih meninggalkan dosa-dosa besar.” [HR. Muslim] ([1])
Namun keutamaan dan fungsi Ramadhan sebagai penghapus dosa sangat bergantung kepada sikap dan kemauan hamba untuk menjauhi Al-Kaba`ir , yaitu dosa-dosa besar. Hal ini sebagaimana ditegaskan pula oleh Allah subhanahu wata’ala dalam firman-Nya :
Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahan kalian (dosa-dosamu yang kecil) dan kami masukkan kalian ke tempat yang mulia (Al-Jannah).” [An-Nisa` : 31]
Berkata Asy-Syaikh As-Sa’di radhiallahu ‘anhu tentang ayat di atas :
Tentu ini merupakan bentuk keutamaan dan kebaikan Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang mu`min. Allah menjanjikan kepada mereka bahwa jika mereka menjauhi dosa-dosa besar yang terlarang, maka pasti Dia akan mengampuni seluruh dosa dan kesalahannya, serta akan memasukkan mereka ke tempat yang mulia dan penuh kebaikan, yaitu Al-Jannah yang meliputi segala keindahan yang belum pernah dilihat oleh mata, dan belum pernah di dengar oleh telinga, bahkan belum pernah terbetik dalam sanubari manusia.
Termasuk pula dalam upaya menjauhkan diri dari Al-Kaba`ir adalah menunaikan berbagai kewajiban, yang apabila ditinggalkan maka pelakunya tergolong telah melakukan dosa besar, seperti shalat lima waktu, dan shalat Jum’at, serta shaum Ramadhan, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam:
“Antara shalat lima waktu, dan shalat Jum’at ke Jum’at berikutnya, serta antara Ramadhan ke Ramadhan berikutnya berfungsi sebagai penghapus dosa-dosa yang terjadi di antara keduanya selama masih dijauhi dosa-dosa besar
Definisi Al-Kaba`ir yang terbaik adalah sebuah dosa yang diancam dengan hukuman pidana di dunia, atau ancaman adzab di akhirat, atau penafian iman (dari pelakunya), terkenainya laknat dan marah Allah atasnya.” [2])
Dari keterangan di atas, setidaknya ada dua kesimpulan yang bisa kita ambil :
1. Bahwa shaum Ramadhan tidak akan berfungsi sebagai penebus dosa atau penghapus kesalahan kecuali apabila pelakunya berupaya meninggalkan Al-Kaba`ir (dosa-dosa besar).
2. bahwa kita harus mengetahui definisi dan batasan Al-Kaba`ir, sehingga dengan itu kita dapat menghindarkan diri kita darinya, dan tentunya hal itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu syar’i).
2. Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ))
Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena dorongan iman dan mengharap (pahala) maka pasti Allah ampuni dosa-dosanya yang telah lalu . [Muttafaqun ‘alaihi] ([3])
Hadits ini memiliki kemiripan dengan hadits yang sebelumnya, yaitu dari sisi bahwa barangsiapa yang bershaum pada bulan Ramadhan akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Namun keutamaan tersebut memang hanya bisa diraih dengan dua syarat :
a. Shaum yang dia lakukan berdasarkan kepada keimanan, yaitu keimanan bahwa shaum Ramadhan merupakan syari’at yang haq yang datangnya dari Allah dan telah diwajibkan kepada kaum mu`minin.
b. Shaum yang dia lakukan berdasarkan sikap ihtisab (mengharapkan) pahala dan ridha Allah subhanahu wata’ala. Sehingga mendorong dia untuk melakukannya dengan penuh keikhlasan, tanpa ada unsur kepentingan duniawi.
Sehingga barangsiapa yang melakukan shaum Ramadhan tanpa dilandasi dua sikap di atas, dia tidak akan mendapatkan keutamaan yang dijanjikan.
Terkait dengan permasalahan di atas, ada beberapa hadits dha’if yang perlu diketahui, antara lain :
a. Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu secara marfu’ dengan lafadz :
(( وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا؛ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ )). رواه النسائي في الكبرى
Barangsiapa yang beribadah pada malam lailatul qadr karena dorongan iman dan mengharap (pahala) maka pasti Allah ampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang. [An-Nasa`i] [4])
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata : Hadits ini dengan tambahan lafazh (( وَ مَا تَأَخَّرَ )) adalah hadits yang Syadz (ganjil).
b. Hadits dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( من صام رمضان وعرف حدوده، وتحفظ مما كان ينبغي أن يتحفظ منه، كفر ما قبله )) . رواه أحمد والبيهقي
Barangsiapa yang bershaum di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batas (syar’i) nya, serta dia berupaya menjaga diri dari segala sesuatu yang semestinya ia menjaga dirinya dari hal itu, maka pasti akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [Ahmad dan Al-Baihaqi]
Hadits ini adalah hadits yang lemah, sebagaimana ditegaskan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Tamamul Minnah. [5]) Karena pada sanadnya ada seorang perawi yang majhul, yaitu ‘Abdullah bin Quraith. Al-Imam Al-Haitsami berkata, bahwa perawi ini telah disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim namun beliau tidak menyebutkan tentangnya, baik jarh (cercaan) atau pun ta’dil (rekomendasi). Disebutkan dalam kitab Ta’jilul Manfa’ah bahwa Al-Husaini berkata tentang perawi ini dalam kitab Rijalul Musnad : bahwa dia adalah seorang perawi yang majhul.
3. Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ ))
Jika telah datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu Al-Jannah [Muttafaqun ‘alaihi] ([6])
————————————
[1] Muslim 233
[2] Tafsir As-Sa’di surat An-Nisa` : 31.
[3] Al-Bukhari 1901, Muslim 760.
[4] An-Nasa`i dalam As-Sunanul Kubra. Lihat Adh-Dha’ifah no. 5083.
[5] Lihat Tamamul Minnah hal. 395.
[6] Al-Bukhari 1898, Muslim 1079.
(Dikutip dari http://www.assalafy.org/mahad/?p=239, judul asli Fadhilah Shaum Ramadhan ( 1 ))
5. Fadhilah Shaum Ramadhan ( 2 )
1. Hadits dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ، وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ ))
Jika telah datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu langit dan ditutuplah pintu-pintu Jahannam, serta dibelenggulah para syaithan. [Muttafaqun ‘alaihi] ([1])
Dalam riwayat Muslim disebutkan pula dengan lafazh :
(( … فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ … ))
“… maka dibukalah pintu-pintu rahmat … “
Dari tiga riwayat hadits di atas, kita mengetahui adanya tiga lafazh yang berbeda, yaitu :
- dibukakannya pintu Al-Jannah
- dibukakannya pintu rahmat
- dibukakannya pintu langit
sepintas nampak kontradiktif, namun pada hakekatnya tidak demikian.
Maksud “dibukakannya pintu langit” adalah dalam rangka naiknya berbagai perkataan baik kepada Allah, baik dalam bentuk dzikir maupun kalimat tauhid Lailaha Illallah, serta diangkatnya berbagai amalan shalih menuju kepada Allah. Sebagaimana firman Allah :
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ فاطر: ١٠
kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya” [Fathir : 10]
Sehingga dengan itu langit lebih banyak dibuka pada bulan Ramadhan, karena banyaknya perkataan baik dan amalan shalih padanya.
Sementara “dibukanya pintu rahmah” ada dua kemungkinan makna :
1. Dalam rangka rahmat Allah turun kepada hamba-hamba-Nya yang mu`min, yang rahmat itu sendiri merupakan sebab masuk Al-Jannah, sehingga hamba-hamba Allah tidaklah masuk Al-Jannah kecuali dengan sebab rahmat Allah, bukan karena amalan mereka.
2. Makna rahmat dalam hadits ini adalah Al-Jannah. Karena dalam beberapa keterangan Al-Jannah terkadang diistilahkan dengan “rahmat”, sebagaimana dalam hadits :
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لِلْجَنَّةِ : (( أَنْتِ رَحْمَتِي أَرْحَمُ بِكِ مَنْ أَشَاءُ مِنْ عِبَادِي ))
Allah Tabaraka wa Ta’ala berkata kepada Al-Jannah : ‘Engkau adalah rahmat-Ku yang denganmu Aku merahmati siapa yang Aku kehendaki dari kalangan hamba-hamba-Ku’.” [Muttafaqun ‘alaih] [2])
Penjelasan tentang maksud : « وصفدت الشياطين »
Di antara yang sering ditanyakan adalah maksud kalimat « وصفدت الشياطين » (dan dibelenggulah para syaithan).
Ketahuilah bahwa maksud kalimat di atas bukanlah seluruh jenis syaithan. Namun hanya terbatas pada jenis syaithan yang diistilahkan dengan Al-Maradah ( المَرَدَةُ ), yaitu para syaithan yang tingkat kejahatan dan kedurhakaanny paling besar. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh para ‘ulama, antara lain :
1. Ibnu Khuzaimah rahimahullah. dalam kitab Shahihnya, beliau menyebutkan :
باب ذكر البيان أن النبي r إنما أراد بقوله : « وصفدت الشياطين » مردة الجن منهم، لا جميع الشياطين
Bab : Penjelasan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam hanyalah memaksudkan dengan perkataannya : « وصفدت الشياطين » (dan dibelenggulah para syaithan) adalah jenis jin yang maradah (paling durhaka), bukan seluruh jenis syaithan.
Kemudian beliau menyebutkan hadits dari shahabat Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
1776 – « إِذَا كَان أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ مَرَدَةُ الجِنِّ، … »
Jika pada malam hari pertama bulan Ramadhan dibelenggulah para syaithan dari jenis maradatul jin (jin yang paling durhaka), … ” –selesai dari Ibnu Khuzaimah–
Disebutkan pula dalam Sunan An-Nasa`i, juga dari hadits Abu Hurairah, dengan lafazh :
(( … وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، … ))
“… dan padanya dibelenggu para syaithan yang paling durhaka. … ” [An-Nasa`i] [3])
2. Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Riyadhish Shalihin berkata :
Maksud (dibelenggulah para syaithan) adalah jenis maradah (yang paling durhaka) di antara mereka. sebagaimana telah disebutkan dalam riwayat lain. Sementara yang dimaksud dengan Al-Maradah adalah : yaitu para syaithan yang paling besar permusuhan dan kebencianya terhadap anak Adam.” ([4])
Namun ada sebagian ‘ulama yang memberikan lain dari yang kami sebutkan di atas, antara lain Al-Imam Al-Hulaimi, beliau berkata :
yang dimaksud adalah para syaithan pencuri berita (dari langit). Tidakkah engkau perhatikan Rasulullah menyebut (( مردة الشياطين ))، (para syaithan yang sangat durhaka) karena bulan Ramadhan adalah waktu turunnya Al-Qur`an ke langit bumi, yang upaya penjagaan (terhadap) Al-Qur’an dilakukan dengan cara bintang-bintang (yang dilemparkan), sebagaimana firman Allah Ta’ala :
(وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ ) الصافات: ٧
dan juga sebagai penjagaan (dengan sebenar-benarnya) dari setiap syaithan yang sangat durhaka.” [Ash-Shaffat : 7] [5])
Sehingga dengan itu pembelengguan semakin diperketat pada bulan Ramadhan, dalam rangka penjagaan yang lebih serius (terhadap Kalamullah). [6])
2. Hadits dari shahabat ’Amr bin Murrah Al-Juhani radhiallahu ‘anhu , beliau berkata :
جاء رجل إلى النبي r فقال : يا رسول الله أرأيت إن شهدت أن لا إله إلا الله وأنك رسول الله، وصليت الصلوات الخمس، وأديت الزكاة، وصمت رمضان وقمته، فممن أنا؟ قال : (( من الصديقين والشهداء )) [رواه البزار وابن خزيمة وابن]
Seseorang datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata : Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau jika saya bersaksi La ilaha Illallah dan bahwa engkau adalah Rasulullah, saya melaksanakan shalat lima waktu, saya menunaikan zakat, dan saya bershaum di bulan Ramadhan dan saya laksanakan shalat (pada malam harinya), maka dari golongan manakah aku?
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Dari kalangan Ash-Shiddiqin dan Asy-Syuhada’ ” [Al-Bazzar, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban] [7])
Dari keterangan di atas, kita tahu bahwa seorang hamba yang menunaikan shaum Ramadhan dan rajin melakukan Qiyamullail (shalat malam) padanya, maka dia akan digolongkan dalam golongan para syuhada` dan shiddiqin.
3. Hadits dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri :
(( إن لله تبارك وتعالى عتقاء في كل يوم وليلة – يعني في رمضان – وإن لكل مسلم في كل يوم وليلة دعوة مستجابة )) رواه البزار
Sesungguhnya Allah memiliki orang-orang yang dibebaskan (dari adzab An-Nar) pada setiap siang dan malam –yakni di bulan Ramadhan– dan sesungguhnya setiap muslim memiliki do’a yang mustajab pada setiap siang dan malam” [Al-Bazzar] [8])
4. Hadits dari shahabat Ka’b bin ‘Ujrah radhiallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :
(( احضروا المنبر )) فحضرنا فلما ارتقى درجة قال : (( آمين ))؛ فلما ارتقى الدرجة الثانية قال : (( آمين ))؛ فلما ارتقى الدرجة الثالثة قال : (( آمين ))؛ فلما نزل قلنا : يا رسول الله لقد سمعنا منك اليوم شيئا ما كنا نسمعه؟ قال : (( إن جبريل عليه السلام عرض لي، فقال : بعد من أدرك رمضان فلم يغفر له، قلت آمين، فلما رقيت الثانية قال : بعد من ذكرت عنده فلم يصل عليك، فقلت آمين، فلما رقيت الثالثة قال بعد : من أدرك أبويه الكبر عنده أو أحدهما فلم يدخلاه الجنة، قلت آمين )) رواه الحاكم وقال صحيح الإسناد
Hadirlah kalian di sekitar mimbar” maka kami pun segera hadir. Ketika menaiki tangga pertama beliau mengucapkan “Amin” ; dan ketika menaiki tangga kedua beliau mengucapkan “Amin”; begitu pula ketika menaiki tangga ketiga, beliau mengucapkan “Amin”. Ketika beliau telah turun dari mimbar, kami bertanya : “Wahai Rasulullah sungguh kami telah mendengar darimu sesuatu pada hari ini yang belum pernah kami mendengar sebelumnya?” maka beliau menjawab : “Sungguh telah datang kepadaku Jibril, kemudian dia berkata : ‘Celakalah seorang yang memasuki bulan Ramadhan namun dia tidak diampuni.’ Maka aku berkata : Amin. Kemudian ketika aku menaiki tangga kedua, Jibril berkata : ‘Celakalah seseorang yang disebutkan namamu di hadapannya namun dia tidak bershalawat untukmu.’ Maka aku pun mengucapkan Amin. Dan ketika aku menaiki tangga ketiga, Jibril berkata : ‘Celakalah seorang yang menemui kedua orang tuanya pada masa tua, atau salah satu di antara keduanya, namun (keberadaan) keduanya tidak mampu memasukkan dia ke dalam Al-Jannah.’ Maka aku pun mengucapkan Amin.” [HR. Al-Hakim] [9]
Dalam hadits di atas, ada sebuah penekanan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh ampunan. Sehingga hendaknya setiap mu`min berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Karena apabila dia gagal mendapatkan ampunan di bulan Ramadhan maka dia akan mendapatkan do`a celaka dari malaikat Jibril ‘alaihis salam dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Semoga Allah melindungi kita semua.
————————–
[1] Al-Bukhari 1899, Muslim 1079.
[2] Al-Bukhari 4850, Muslim 2846 dari shahabat Abu Hurairah.
[3] HR. An-Nasa`i 2106. dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i no. 2106.
[4] Syarh Riyadhish Shalihin karya Asy-Syaikh Al-’Utsaimin, hadits no. 1220.
[5] Konteks ayat tersebut adalah sebagai berikut :
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ (6) وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ (7) لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلَإِ الْأَعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ الصافات: ٦ – ٨
Sesungguhnya Kami telah menghias langit dunia dengan hiasan bintang-bintang, dan juga sebagai penjagaan (dengan sebenar-benarnya) dari setiap syaithan yang sangat durhaka. Agar syaithan-syaithan itu tidak dapat mencuri-curi dengar (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari (dengan bintang-bintang tersebut) dari segala penjuru.” [Ash-Shaffat : 6-8]
[6] Lihat Shahihut Targhib wat Tarhib di bawah hadits no. 999.
[7] Al-Bazzar, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihut Targhib no. 361, 749, 1003, 2515,
[8] HR. Al-Bazzar. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib no. 1002
[9] HR. Al-Hakim. Asy-Syaikh Al-Albani berkata dalam Shahihut Targhib wat Tarhib hadits no. 995 : Shahih li gharihi. Hadits tersebut diriwayatkan pula dari shahabat Abu Hurairah, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi. Riwayat kedua ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih bab : At-Tarhib min Ifthar Ramadhan (II/378)
Dikutip dari http://www.assalafy.org/mahad/?p=240, judul asli Fadhilah Shaum Ramadhan ( 2 ))
Sumber: http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1354. Penulis: Redaksi Ma’had As Salafy, Hikmah & Fadhilah (Keutamaan) Shaum

Minggu, 12 Agustus 2012

Jenis-Jenis Metode Pembelajaran Mutakhir


Jenis-Jenis Metode Pembelajaran  Mutakhir
1. Role Play
a. Pengertian
Role play (bermain peran) adalah teknik pembelajaran bahasa yang meminta siswa memainkan peran tertentu dalam situasi yang ditentukan, dengan menggunakan bahasa target, yaitu bahasa yang sedang dipelajari (seperti bahasa Inggris, misalnya). Untuk berlatih mengekspresikan complaints and apologies dalam bahasa Inggris, misalnya, siswa bermain peran sebagai pembeli dan penjual di suatu toko. Pembeli mengembalikan barang yang telah dibelinya dari toko tersebut karena barang itu rusak.

b. Kompetensi yang dikembangkan
Keterampilan berbahasa yang dapat dikembangkan dengan role play adalah speaking, terutama interpersonal dan transactional dialogues.

c. Prosedur
1)      Mengajak siswa mengidentifikasi situasi untuk role play, seperti apakah role play akan dilaksanakan antara guru dengan siswa, dokter dengan pasien, atau tamu hotel dengan resepsionais;
2)      Mengajak siswa merancang role play, seperti apakah role play bersifat terstruktur, semi terstruktur, atau bebas. Juga, apakah role play akan dilaksanakan oleh dua orang, tiga orang, atau lebih;
3)      Memfasilitasi siswa untuk mengidentifikasi language function yang diperkirakan muncul dalam percakapan/role play;
4)      Mengajak siswa mengidentifikasi pilihan-pilihan bentuk bahasa (language forms) untuk masing-masing language function;
5)      Mengarahkan siswa untuk melakukan drilling terhadap beberapa language forms yang telah teridentifikasi;
6)      Memfasilitasi siswa melakukan latihan role play dalam kelompok kecil;
7)      Memfasilitasi siswa melakukan performance role play di depan kelas;
8)      Mengajak para siswa melakukan evaluasi terhadap hasil performance siswa.

2. Process Approach
a. Pengertian
Process approach adalah metode pembelajaran bahasa, khusunya writing, yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami, menghayati, menilai, dan merefleksi sendiri  langkah-langkah penulisan suatu teks,  mulai dari perencanaan hingga penulisan akhir teks tersebut. Di sini yang menjadi fokus adalah proses penulisan, bukan hasil tulisan.

b. Kompetensi yang dikembangkan
Keterampilan bahasa yang dikembangkan dengan process approach ini adalah writing, khususnya free writing.

c. Prosedur
1)      Planning. Pada tahap ini guru membimbing siswa untuk memilih dan menentukan topik, membatasi topik, dan menuliskan topic sentence atau thesis.
2)      Outlining. Pada tahap ini guru meminta siswa untuk menuliskan pointer-pointer isi informasi yang dapat mengembangkan topik.
3)      Drafting. Pada tahap ini guru memfasilitasi siswa untuk mengembangkan sertiap pointer informasi menjadi kalimat atau paragraf.
4)      Revising/Editing. Pada tahap ini guru meminta siswa menilai draf yang telah dibuatnya, kemudian melakukan revisi atau editing agar draf tersebut menjadi lebih baik. Revisi meliputi isi, organisasi, grammar, vocabulary, spelling, dan lain sebagainya.
5)      Rewriting. Pada tahap ini guru meminta siswa menuliskan kembali draf yang telah direvisi. Ini menjadi produk atau tulisan akhir siswa.

3. Inquiry-based Teaching
a. Pengertian
Inquiry-based Teaching (IBT)  adalah suatu metode pembelajaran  yang melibatkan siswa secara intensif untuk  untuk mengajukan pertanyaan atau permasalahan, mengajukan hipotesis, melakukan observasi atau investigasi, menganalisis data, dan menarik simpulan, serta menjelaskan temuannya itu kepada orang lain. Jawaban yang diharapkan atas pertanyaan tersebut tidak bersifat tunggal tetapi jamak. Yang penting adalah bahwa dalam mencari jawaban, siswa bekerja dengan menggunakan prosedur dan standar tertentu yang jelas sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, dimungkinkan mereka mengintegrasikan dan mensinergikan berbagai metode dan disiplin ilmu yang berbeda.

b. Kompetensi yang dikembangkan
Kompetensi yang dapat dikembangkan oleh IBT adalah semua keterampilan berbahasa dan elemen bahasa.

c. Prosedur
1)      Asking. Siswa mengajukan pertanyaan atau pemasalahan yang terkait dengan topik yang sedang dikaji;
2)      Investigating. Siswa melakukan investigasi dengan berbagai teknik seperti pengamatan, wawancara, atau analisis dokumen untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan pertanyaan yang telah diajukan;
3)      Creating. Berdasarkan hasil investigasi siswa mengkonstruksi pengetahuan baru yang berbeda dari pengetahuan sebelumnya;
4)      Discussing. Siswa menyampaikan temuannya (new knowledge) kepada teman sekelasnya, dan membandingkannya apakah pengetahuan yang ia konstruksi sama atau berbeda dari teman-teman lainnya;
5)      Reflecting. Setelah diskusi selesai, siswa memiliki kesempatan untuk melakukan refleksi atas apa yang telah dilakukan dan ditemukan.

4. Diskusi
a. Pengertian
Metode diskusi adalah suatu metode pembelajaran yang melibatkan siswa atau kelompok siswa secara intensif untuk melakukan pembicaraan ilmiah guna mengumpulkan pendapat atas suatu persoalan, kemudian membuat simpulan atau menyusun alternatif pemecahan masalah tersebut.
b. Kompetensi yang dikembangkan
Kompetensi yang dapat dikembangkan oleh metode diskusi adalah semua keterampilan berbahasa dan elemen bahasa.

c. Prosedur
1)      Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara pemecahannya;
2)      Para siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi, memilih ketua, sekretaris, dan bila perlu juga juru bicara kelompok;
3)      Para siswa melakukan diskusi di kelompoknya masing-masing secara aktif, demokratis, dan saling menghargai; sementara itu, guru berkeliling  di antara kelompok-kelompok diskusi untuk meyakinkan bahwa semua kelompok bekerja dengan baik;
4)      Masing-masing kelompok (melalui juru bicaranya) melaporkan hasil diskusinya, yang kemudian ditanggapi oleh kelompok-kelompok lainnya;
5)      Guru dan siswa melakukan evaluasi dan refleksi atas proses dan hasil diskusi untuk memperoleh hasil terbaik;
6)      Masing-masing kelompok mengumpulkan laporan hasil diskusinya (hasil diskusi kelompok yang telah diberi masukan oleh kelompok lain dan guru), untuk dinilai atau dijadikan arsip kegiatan kelas.

5. Probel-based Learning
a. Pengertian
Problem based learning (PBL) adalah metode pembelajaran yang didasarkan pada masalah dalam kehidupan nyata. Siswa diminta dan dibimbing untuk mempelajari masalah itu berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya sehingga akan terbentuk pengetahuan baru.

b. Kompetensi yang dikembangkan
Kompetensi yang dapat dikembangkan melalui PBL ini adalah semua keterampilan berbahasa dan elemen bahasa.
c. Prosedur
1)      Guru mengenalkan siswa pada masalah, atau masalah tersebut diidentifikasi dan ditentukan secara bersama-sama antara guru dan siswa;
2)      Guru mengorganisasikan pelaksanaan pembelajaran, misalnya apakah siswa bekerja secara perorangan, berpasangan, atau kelompok kecil;
3)      Guru membimbing siswa untuk melakukan investigasi dengan cara-cara yang relevan, seperti apakah bisa hanya melalui library research, uji coba, atau sampai pada eksperimen;
4)      Guru memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil investigasinya di depan teman-teman sekelas untuk kemudian ditannggapi;
5)      Dengan bimbingan guru siswa menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dan hasil investigasi yang dicapainya;
6)      Siswa membuat laporan tertulis dengan format yang telah disepakati, untuk dinilai oleh guru atau untuk arsip kegiatan kelas.

6. Games.
a. Pengertian:
Permainan adalah kegiatan yang mempunyai peraturan, tujuan dan unsur kesenangan. Dalam lingkup pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, terdapat dua  jenis permainan,  yaitu permainan komunikatif yang dibedakan dengan permainan jenis kebahasaan (lingusitic). Permainan juga dapat juga dibagi menjadi permainan yang bersifat kompetitif dan permainan yang bersifat kooperatif. Selain sifatnya yang menyenangkan, permainan yang bersifat komunikatif mempunyai potensi untuk menciptakan kegiatan komunikasi.
b. Kompetensi yang dikembangkan:
Biasanya permainan yang bersifat komunikatif  digunakan untuk mengembangkan keterampilan berbicara, sedangkan permainan yang bersifat kebahasaan dapat digunakan untuk mengembangkan penguasaan aspek bahasa seperti kosakata dan gramatika. Yang diterangkan di bawah ini hanya jenis permaianan komunikatif.
c. Prosedur:
Pre. Games:
1)      Menjelaskan keterampilan dan kompetensi yang akan dikembangkan.
2)      Melakukan pembahasan dan drilling tentang kosakata dan ungkapan-ungkapan yang akan digunakan dalam permainan. (jika diperlukan)
3)      Menjelaskan prosedur permainan.
4)      Memberikan contoh pelaksanaan permainan

Games:
Tahap ini digunakan untuk melaksanakan permainan

Post-Games:
Tahap ini digunakan untuk memberikan masukan terkait kesalahan siswa yang dicatat oleh guru.
7. Jigsaw.
a.       Pengertian.
Jigsaw adalah salah satu bentuk pembelajaran kooperatif, yang dimaknai sebagai pembelajaran yang menciptakan interaksi kelas yang bermakna dalam lingkungan yang mendukung sehingga mengarah pada pencapaian belajar yang lebih baik, peningkatan motivasi belajar siswa, dan secara keseluruhan pada perubahan kondisi psikologis siswa.
b.  Kompetensi yang dikembangkan.
Jigsaw dapat digunakan untuk pengembangan keterampilan listening atau reading dan listening secara bersama-sama .
c.  Prosedur
Berikut langkah-langkah pembelajaran untuk pembelajaran listening dan reading:
Listening:
1)      Guru memperdengarkan rekaman di mana tiga orang dengan pendapat yang berbeda mendiskusikan pendapat mereka tentang suatu topik.
2)      Guru menyiapkan tiga tugas, setiap tugas memfokuskan satu dari ketiga pendapat yang berbeda tadi
3)      Siswa kemudian dibagi menjadi tiga kelompok A, B, dan C dan setiap kelompok  mendengarkan rekaman sambil mengerjakan tugas yang sudah disiapkan tersebut  dan yang terfokus pada  satu pendapat yang berbeda tersebut.
4)      Kelompok siswa kemudian disusun kembali menjadi kelompok yang terdiri satu siswa berbeda dari  kelompok A, B, dan C.
5)      Kelompok baru ini kemudian bermain peran mendiskusikan topik yang sama menggunkan informasi yang sudah mereka dapatkan dari kegiatan mendengarkan tadi. 
6)      Guru memberikan  masukan atas kinerja siswa.

Reading dan listening:
1)      Guru mengambi teks tulis narrative dan memotongnya menjadi beberapa bagian sesuai jumlah siswa.
2)      Setiap siswa mendapatkan satu bagian dari cerita tersebut.
3)      Setelah membaca bagian tersebut, siswa kemudian berkeliling ruang kelas  dan sambil mendengarkan setiap bagian bagian teks yang dibaca keras oleh teman lainnya.
4)      Sambil mendengarkan bagian teks yang dibaca teman lainnya, siswa menentukan posisi bagiannya dalam cerita tersebut.
5)      Akhirnya siswa harus menyusun secara urut bagian-bagian tadi menjadi teks yang utuh.      

8. Split Information
 a. Pengertian.
Kegiatan ini adalah salah satu bentuk dari banyak kegiatan komunikatif.  Nation (1988) menyebutnya sebagai information gap activities . Kegiatan pembelajaran ini melibatkan minimal satu siswa yang mempunyai informasi  dan yang siswa  lainnya tidak mempunyainya tetapi memerlukannya. Untuk mendapatkan informasi tersebut siswa yang tidak mempunyainya harus melakukan komunikasi dalam bentuk tertentu.
b. Kompetensi yang dikembangkan.
Keterampilan yang dapat dikembangkan dengan kegiatan ini adalah keterampilan berbicara.
c. Prosedur 
1) Guru menentukan kompetensi dan topik yang akan dikembangkan, contohnya mendiskripsikan bentuk seperti bulatan, segitiga, garis, empat persegi panjang dan posisi benda.
2) Guru menyiapkan dua lembar kertas dengan gambar yang mirip, umpamanya satu berisi sejumlah gambar bentuk dua dimensi dengan posisi tertentu, dan kertas yang lain berisi gambar bentuk dimensi yang sama tetapi mempunyai posisi yang berbeda.
3)  Guru membagi siswa menjadi berpasangan, tiap siswa mendapat gambar yang berbeda dari gambar pasangannya.
4)  Guru menjelaskan posedur kegiatan dimana tiap pasangan harus saling tanya jawab untuk mencari perbedaan dan persamaan.
5)   Guru memberikan contoh
6)   Setelah selesai salah satu anggota pasangan diminta untuk melaporkan hasil tanya jawabnya.
7)  Guru mendiskusikan dan memberikan masukan terkait kesalahan siswa.

Catatan: apabila diperlukan (tergantung tingkat kompetensi siswa dan kesiapannya), guru dapat melakukan pengenalan kosakata terkait beserta makna dan pelafalannya.

9. Problem Solving  
a. Pengertian
 Kegaiatan pembelajaran ini juga salah satu bentuk kegiatan pembelajaran komunikatif dimana siswa diminta untuk memecahkan suatu masalah secara berkelompok Untuk memecahkan masalah tersebut siswa harus menggunakan sumber daya bahasanya (languge resource) untuk saling melakukan komunikasi.
b. Kompetensi yang  dikembangkan.
Problem solving biasanya digunakan untuk mengembangkan kegiatan berbicara dan sangat memungkinkan menggabungkannya dengan kegiatan komunikasi lainnya seperti menulis, mendengar dan membaca (terpadu).
c. Prosedur
Berikut adalah langkah pembelajaran metode problem solving
1) Guru menentukan kompetensi yang akan dikembangkan.
2) Guru menentukan persoalan yang akan dipecahkan oleh siswa. Umpamanya bagaimana memilih sejumlah barang yang tersedia berdasarkan urutan keguanaannya  yang akan digunakan untuk menyelamatkan diri dari kondisi darurat. Situasi ini dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan mengutarakan dan menaggapi pendapat,  persetujuan dan ketidaksetujuan.
3) Guru menerangkan pada siswa tujuan dan prosedur kegiatan .
4) Apabila dianggap perlu guru  menerangkan kosa-kata dan ungkapan-ungkapan yang diperlukan dan melakukan drilling.
5)  Guru membagi siswa menjadi bebarapa kelompok dan tiap kelompok diminta untuk mendiskusikan masalah tersebut dan menentukan pilihan kelompok.
6) Setelah selesai guru meminta setiap kelompok melaporkan hasil diskusi kelompok dalam diskusi kelas.
7)   Guru memberikan komentar dan masukan terhadap  hasil diskusi.

10. Number Heads Together
a. Pengertian
Kegiatan pembelajaran ini adalah salah satu bentuk kegiatan pembelajaran kooperatif. Tehnik yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) ini bersifat komunikatif karena  memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.

b. Kompetensi yang  dikembangkan.
 Keterampilan yang dapat dikembangakan dengan number heads  together adalah reading dan listening .

d.      Prosedur.
Berikut adalah contoh langkah-langkah pembelajaran untuk pengembanagan keterampilan reading.
1)      Guru menetapkan kompetensi yang akan dikembangkan dan bahan bacaan yang sesuai.
2)      Siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor urut.
3)      Guru membagikan teks beserta tugas yang terkait dengan kompetensi dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
4)      Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
5)      Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
6)      Tanggapan dari kelompok yang lain
7)      Teknik Kepala Bernomor ini juga dapat dilanjutkan untuk mengubah komposisi kelompok yang biasanya dan bergabung dengan siswa-siswa lain yang bernomor sama dari kelompok lain.

11. Project-based Learning

a. Pengertian
Pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah pembelajaran yang melibatkan proyek perseorangan atau grup yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Hasil proyek ini kemudian akan ditampilkan atau dipresentasikan di depan kelas. Pembelajaran berbasis proyek ini berpusat pada siswa dan komunikatif karena siswa harus berkomunikasi sebagai bagian dari penyelesaian proyek ini. Disamping itu, pembelajaran semacam ini sangat kontekstual dan mengembangkan juga softskills siswa.
b. Kompetensi  yang dikembangkan.
  Pada dasarnya pembelajaran berbasis proyek ini dapat digunakan untuk mengembangkan satu keterampilan berbahasa atau lebih dari satu secara terpadu. Bahkan  metode ini dapat dignakan untuk mengajar kosa kata.
c.  Prosedur.
Berikut adalah contoh langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek yang terpadu dengan fokus pada pengembangan kosakata yang dikembangkan dengan keterampilan berbicara.
1)      Guru menentukan kompetensi yang akan dikembangkan.
2)      Guru menerangkan pada siswa jenis kosa kata yang akan dikembangkan, sebagai contohnya,  prepositional phrasal verbs seperti go up, look for,  dan take away  
3)      Guru menerangkan  pola  prepotional phrasal  verbs,  makna  dan contoh penggunaannya dalam kalimat.
4)      Guru menerangkan proyek yang harus dikerjakan siswa secara individu, yaitu umpamanya, sebagai pekerjaan rumah mencari dua prepositional phrasal verbs dengan contoh penggunaannya dalam kalimat yang hasilnya nanti dipresentasikan di muka kelas.     
5)      Siswa mempresentasikan hasil proyeknya di muka kelas.
6)      Guru membagi siswa menjadi pasangan dan setiap pasang harus menyusun bersama secara tertulis percakapan yang menggunakan prepositional phrasal verbs yang sudah dipresentasikan.
7)      Setiap pasang memperagakan percakapan yang sudah disusun di muka kelas.
8)      Secara klasikal guru memberi masukan atas presentasi dan peragaan percakapan siswa.

13. Task-based Learning
a. Pengertian
Task-based Learning  adalah pembelajaran berbasis tugas. Tugas disini diartikan sebagai  pekerjaan yang dibuat sedemikian rupa oleh guru untuk  dikerjakan oleh siswa, dan dalam menyelesaikan tugas tersebut siswa harus menggunakan sumber daya bahasanya (language resources)  untuk berkomunikasi.
Task-based learning mempunyai beberapa keuntungan utama:
1.   mampu menciptakan kesempatan pada siswa untuk melakukan komunikasi yang alamiah di dalam kelas.
2.   lebih menekankan pada makna daripada bentuk kebahasaan, dan oleh karenanya
3.   lebih mampu menumbuhkan motivasi belajar karena terpusat pada siswa.
Richards (2002) menyebutkan bahwa Task-based learning  dapat dipakai sebagai satu-satunya kerangka kerja, atau hanya sebagai salah satu komponen dalam pengajaran bahasa Inggris, dan disamping itu, task dapat dipakai sebagai tehnik atau metode mengajar. Dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah di Indonesia pembelajaran berbasis tugas ini lebih mengacu  pada tehnik atau metode.  

b. Kompetensi yang dikembangkan
Pada dasarnya semua keterampilan berbahasa dapat dikembangkan dengan pembelajaran berbasis tugas. Kita dapat mengembangkannya semua keterampilan secara terpadu dengan fokus pada salah satu keterampilan. Dalam konteks Pendekatan Komunikatif  pengembangan keterampilan berbahasa dengan pembelajran berbasis tugas lebih tepat dilakukan secara terpadu.

c.  Prosedur
 Langkah pembelajaran dalam pembelajaran berbasis tugas dibagi menjadi tahap sebelum tugas, tahap tugas, dan tahap setelah tugas.
Tahap sebelum tugas:
1)      Guru menentukan kompetensi yang akan dikembangkan dan memilih jenis tugas yang sesuai. Sebagai contoh, kompetensi yang akan dikembangkan adalah mendiskripsikan  tempat (keterampilan berbicara) dan tugasnya adalah mendesain dua dimensi tata letak  rumah idaman. 
2)      Guru menerangkan pada siswa kompetensi dan tugas yang akan mereka kerjakan.
3)      Jika diperlukan, guru menerangkan dan melakukan drilling  komponen bahasa tugas seperti  kosa-kata, ungkapan dan struktur kalimat.
4)      Guru memberi model  bagaimana tugas tersebut dilaksanakan.
5)      Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok  sesuai kebutuhan

Tahap tugas:
1)      Siswa secara berkelompok melaksanakan tugas dan guru memonitor proses pelaksanaan tugas di tiap kelompok.
2)      Setiap kelompok  melaporkan hasil tugas. Ketika kelompok menyajikan hasil tugas guru disarankan membimbing komunikasi  kelas, antara siswa dengan siswa dan antara guru dan siswa untuk tujuan klarifikasi  atas informasi yang diberikan oleh penyaji.
3)      Kalau diperlukan sebagai pekerjaan rumah , siswa menulis hasil tugas untuk dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya. 
 Tahap setelah tugas:
1)      Guru memberi masukan  atas sajian siswa.
2)      Guru melaksanakan refleksi