DAFTAR LABELKU (klik saja jangan ragu-ragu)

Minggu, 24 Juni 2012

BEBERAPA KESALAHAN UMUM DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH Parlindungan pardede Universitas Kristen Indonesia


Beberapa Kesalahan Umum dalam Penulisan Karya Ilmiah
BEBERAPA KESALAHAN UMUM DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
Parlindungan pardede
Pendahuluan
As a skill, scientific writing needs practices to master. During the practices, one’s own and other people’s mistakes are very helpful guides in order not to commit similar mistakes. This article deals with some common mistakes identified in the works of some university students, including essays, reports, and “skripsi”. The mistakes cover the areas of how to write effective paragraphs, how to make clear writing, how to quote from various sources, and how to write reference list. By recognizing the errors, readers will hopefully be able to produce better scientific writings.
Keywords: karya-ilmiah, makalah, struktur, proses penulisan
Pendahuluan
Ada satu kecenderungan buruk di dunia pendidikan, yaitu menganggap kesalahan sebagi sesuatu yang buruk dan harus dihindari. Selama dua puluh dua tahun pertama dalam hidupnya, setiap orang diajarkan bahwa kesalahan adalah hal yang memalukan dan harus dihindari. Padahal, kesalahan sebenarnya merupakan pedoman untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Winston Churchil, mantan Perdana Mentri Inggris, pernah berkata: “All men make mistakes, but only wise men learn from their mistakes.” Pernyataan ini mengungkapkan bahwa kesalahan merupakan kesempatan untuk membuat sesuatu yang lebih baik. James Joyce, penulis kenamaan Irlandia, menegaskan: “Mistakes are the portals of discovery.” Jadi, semakin banyak kesalahan yang bisa diidentifikasi seseorang (termasuk kesalahan orang lain) semakin banyak dia belajar dan semakin besar pula kesempatan baginya membuat sesuatu yang lebih berkualitas pada kesempatan berikutnya.
Paradigma bahwa kesalahan adalah pedoman untuk melakukan sesuatu lebih baik ini sangat bermanfaat untuk diterapkan dalam penulisan karya ilmiah. Berdasarkan pengalaman penulis dalam membimbing penulisan makalah, artikel, dan skripsi oleh mahasiswa dan dalam mengedit tulisan ilmiah, terdapat empat kelompok kesalahan yang sering dilakukan para penulis (pemula): bagaimana membuat alinea yang efektif, bagaimana membuat tulisan mudah dipahami, bagaimana cara mengutip dengan benar, dan bagaimana cara menuliskan referensi. Diharapkan, pemahaman kita akan keempat macam kesalahan tersebut akan memampukan kita menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik.
A. Alinea Yang Efektif
Pada dasarnya setiap karya tulis merupakan sekumpulan alinea yang membahas suatu permasalahan. Oleh karena itu, kemampuan menulis alinea yang baik adalah persyaratan yang sangat penting dalam menulis karya ilmiah. Berikut ini merupakan konsep-konsep mendasar yang perlu dikuasai dalam rangka mengembangkan kemampuan menulis alinea yang efektif.
Alinea pada hakikatnya merupakan perpaduan sekelompok kalimat yang membahas satu ide pokok. Seluruh kalimat itu harus memiliki hubungan logis. Kalimat yang tidak berhubungan logis (atau tidak relevan dengan ide) pokok harus dihapus dari alinea. Kalimat yang bersifat pengulangan juga harus dihilangkan.
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan tentang alinea adalah: Berapa jumlah kalimat yang diperlukan untuk membuat sebuah alinea? Tidak ada jawaban yang pasti untuk pertanyaan ini. Yang perlu dipedomani adalah bahwa sebuah alinea tidak boleh terlalu pendek sehingga ide pokoknya tidak dikembangkan secara memadai, atau terlalu panjang sehingga ide pokoknya berkembang sangat luas hingga perlu dikembangkan dalam beberapa alinea terpisah.
Dilihat dari fungsinya, kalimat-kalimat pembangun sebuah alinea dapat dibedakan ke dalam tiga jenis: kalimat topik, kalimat pendukung, dan kalimat kesimpulan. Kalimat topik berfungsi menyatakan ide pokok atau mengungkapkan apa yang akan dibahas dalam alinea tersebut. Kalimat pendukung berfungsi menghadirkan bukti, fakta, argumen, atau penjelasan lain untuk memperjelas ide pokok. Sedangkan kalimat kesimpulan digunakan untuk merangkum isi alinea atau menunjukkan transisi ke alinea berikutnya. Tidak semua alinea membutuhkan kalimat kesimpulan. Oleh karena itu, jenis kalimat yang harus ada dalam sebuah alinea adalah kalimat topik dan pendukung. Tampilan sebuah alinea dapat digambarkan seperti dalam gambar 2 berikut.
Gambar 1: Tampilan Sebuah Alinea
(Kalimat topik) ………………………………………………………………………………………………………………(Kalimat pendukung) …………………………………………………(Kalimat pendukung) ………………………………………………………………………………(Kalimat pendukung) ……………………………………………………………………………………… (Kalimat pendukung)  ……………………………………………………………………(Kalimat kesimpulan).………………………………………………………………………………
1. Kalimat Topik
Dalam tulisan ilmiah, kalimat topik dapat ditempatkan di awal atau di akhir alinea, tergantung pola berpikir yang digunakan. Jika penulis menggunakan pola berpikir deduktif, kalimat topik diposisikan di awal alinea, jika induktif, di akhir. Untuk penulis pemula, menempatkan kalimat topik di awal alinea lebih disarankan, karena mendukung suatu ide yang lebih umum dengan menghadirkan detil-detil yang spesifik (deduktif) biasanya lebih mudah dilakukan daripada menyimpulkan beberapa detil spesifik  menjadi sebuah ide yang lebih umum.
Selain itu, perlu diingat bahwa setiap kalimat topik harus mengandung tiga unsur: subjek, verba, dan ide pengendali (controlling idea). Subjek dalam kalimat topik berperan sebagai topik alinea, sedangkan ide pengendali merupakan sebuah kata atau frasa yang mengendalikan informasi-informasi dalam kalimat-kalimat lain dalam alinea tersebut. Subjek bisa diletakkan di awal kalimat topik (sebelum verba) atau di akhir (sesudah verba). Lihat contoh 1 berikut.
Contoh 1
  1. Karya ilmiah memiliki empat ciri khas.
S               V              IP
  1. Terdapat empat ciri khas yang dimiliki oleh karya ilmiah.
IP                                   V                         S
Berdasarkan penjelasan dia atas, terungkap bahwa bahwa sebuah kalimat topik harus memenuhi tiga persyaratan. Pertama, kalimat topik harus berbentuk kalimat lengkap (complete). Dalam kalimat itu harus terdapat unsur subjek, predikat, dan objek (ide pengendali). Kedua, cakupan ide pengendali harus terbatas (limited), dalam arti tidak lebih dari satu ide karena sebuah alinea hanya dapat membahas sebuah ide secara tuntas. Ketiga, ide pengendali harus spesifik (specific). Hal ini berarti ide tersebut harus relevan dan secara langsung berhubungan dengan topik.
Untuk memahami ketiga persyaratan kalimat topik ini secara lebih jelas, lihat contoh-contoh dan penjelasan dalam contoh 2 berikut.
Contoh 2
1.a.
Kemampuan menulis yang baik
1.b.
Kemampuan menulis yang baik memberikan banyak keuntungan.


2.a.
Pulau Bali terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah.
2.b.
Pulau Bali terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah dan penduduknya yang ramah.


3.a.
Kenaikan harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius.
3.b.
Kenaikan harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius bagi kalangan berpenghasilan rendah.
Kalimat (1.a.) di atas bukan kalimat topik yang baik karena tidak memiliki unsur subyek, verba, dan ide pengendali. Sedangkan kalimat (1.b.) adalah kalimat topik yang baik karena adanya unsur subyek, verba, dan ide pengendali. Kalimat (2.a.) merupakan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya hanya satu, yakni “berbagai pemandangan yang indah”. Kalimat (2.a.) bukan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya lebih dari satu. Kalimat (3.a.) bukan merupakan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya tidak spesifik—bagi siapa masalah yang serius tersebut timbul? Kalimat (3.b.) merupakan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya secara spesifik menyatakan masalah yang serius tersebut dialami kalangan berpenghasilan rendah.
2.  Kalimat Pendukung
Kalimat pendukung dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama, kalimat pendukung mayor, yaitu kalimat-kalimat yang secara langsung digunakan untuk menjelaskan ide pokok dalam yang dinyatakan dalam kalimat topik. Penjelasan tersebut bisa dilakukan dengan cara menghadirkan bukti, fakta, argumen, kutipan atau penjelasan lain. Kedua, kalimat pendukung minor, yaitu kalimat-kalimat yang fungsinya memberikan keterangan yang lebih terperinci terhadap penjelasan dalam suatu kalimat pendukung mayor. Keberadaan satu atau lebih kalimat pendukung mayor dalam sebuah alinea adalah keharusan. Sedangkan keberadaan kalimat pendukung minor sangat tergantung pada apakah penjelasan dalam suatu kalimat pendukung mayor masih perlu diberikan penjelasan yang lebih terperinci atau tidak.  Dengan kata lain, tidak semua alinea memiliki kalimat pendukung minor. Lihat contoh 3 berikut.
Contoh 3
(1) Penggunaan bahasa sebagai media komunikasi telah menjalani empat tahapan evolusi yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia. (2) Penelitian antropologis mengungkapkan bahasa mulai dikembangkan masyarakat manusia sebagai sarana komunikasi antar individu dalam kelompok kecil sekitar 200.000 tahun lalu (Gianella dan Hopkins, 2006: 12). (3) Pada waktu itu, bahasa digunakan hanya untuk berbagi informasi dan perasaan mengenai kehidupan sehari-hari. (4) Sekitar tahun 30.000 sebelum masehi, kebutuhan untuk berkomunikasi dengan individu lain  dari kelompok dan generasi berbeda mendorong manusia menciptakan bahasa tertulis. (5) Petroglif, piktogram, dan ideogram di dinding gua, seperti Chauvet Cave di Prancis Selatan, adalah contoh upaya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan kelompok dan generasi berbeda (Moore, 2005: 20). (6) Perkembangan ini kemudian diikuti oleh penemuan sistem tulisan sekitar 4000 tahun SM, yang memungkinkan pendokumentasian peristiwa dan data dalam bentuk yang lebih permanen. (7) Perkembangan teknologi informasi, yang dimulai dengan penemuan telegraf pada tahun 1837, telefon (1871), dan internet pada abad ke-20 membuat komunikasi dengan bahasa dapat dilakukan tanpa batasan ruang dan waktu.
Dalam alinea di atas, kalimat (1) adalah kalimat topik (KT). Kalimat (2) merupakan kalimat pendukung mayor pertama (KPM1) yang secara langsung menjelaskan tahapan evolusi bahasa sebagai media komunikasi dengan menghadirkan tahapan awal perkembangan bahasa. Kalimat (3) adalah kalimat pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan lebih detil kepada informasi dalam KPM1. Kalimat (4) merupakan kalimat pendukung mayor kedua (KPM2) yang secara langsung menjelaskan tahapan kedua evolusi bahasa. Kalimat (5) adalah kalimat pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan lebih detil kepada informasi dalam KPM2. Kalimat (6) merupakan kalimat pendukung mayor ketiga (KPM3) yang secara langsung menjelaskan tahapan ketiga evolusi bahasa. Kalimat (6) merupakan kalimat pendukung mayor keempat (KPM4) yang secara langsung menjelaskan tahapan keempat evolusi bahasa.
Hubungan antara kalimat topik (KT) dan kalimat-kalimat pendukung mayor (KPM) serta kalimat-kalimat pendukung minor dalam alinea contoh di atas dapat digambarkan dalam grafik di sebelah kanan ini.
3.  Kalimat Kesimpulan
Pada bagian akhir berbagai alinea penulis juga bisa meletakkan kalimat kesimpulan, yakni kalimat yang merangkum informasi pada kalimat-kalimat sebelumnya atau menarik kesimpulan berdasarkan informasi tersebut. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kalimat kesimpulan merupakan penegasan ide pokok yang dinyatakan dalam kalimat topik. Lihat contoh 4 berikut.
Contoh 4
(1) Masyarakat Indonesia menjadikan Universitas Kristen Indonesia (UKI) sebagai pilihan pertama untuk menimba ilmu karena beberapa alasan. (2) Pertama, UKI merupakan salah satu universitas tertua di Indonesia yang berpengalaman mengelola pendidikan tinggi dalam rangka menghasilkan lulusan berkualitas. (3) Survai terhadap 5678 alumni yang dilaksanakan baru-baru ini mengungkapkan 95% responden tidak mengalami kesulitan memperoleh kerja atau menerapkan ilmu yang diperolehnya selama kuliah di UKI untuk berwiraswasta. (4) Selain itu, kampus UKI terletak di salah satu lokasi paling strategis di Indonesia. (5) Hal ini membuat mahasiswa tidak mengalami kesulitan mencapai kampus. (6) Ketiga, dosen-dosen di UKI berkualitas tinggi dan memiliki jiwa kepelayanan yang tinggi. (7) Ketiga faktor diatas mendorong masyarakat menjadikan UKI pilihan utama untuk kuliah.
Dalam alinea di atas, kalimat (7) adalah kalimat kesimpulan (KK). Kalimat ini merangkum informasi yang tersaji pada kalimat (2) hingga kalimat (6). KK ini juga mengungkapkan ide pokok yang telah dinyatakan di kalimat topik, meskipun dengan cara yang tidak sama persis.
Selain penggunaan kalimat topik, pendukung dan kesimpulan yang tepat, sebuah alinea juga harus memenuhi unsur koherensi (coherence) dan kohesi. Yang dimaksud dengan koherensi adalah kesatuan isi atau kepaduan maksud. Koherensi tercipta bila seluruh kalimat pendukung membahas hanya satu hal, yakni topik, dan jika peristiwa, waktu, ruang, dan proses diurutkan secara logis. Kohesi mengandung arti hubungan yang erat; perpaduan yang kokoh dan kohesif berarti padu. Kohesi alinea tercipta bila seluruh kalimat yang membangunnya dipadu dengan erat dan kokoh dengan menggunakan konjungsi, pronominal, repetisi, sinonim, hiponim, paralelisme, dan elipsasi dengan tepat.
B. Membuat Tulisan yang Mudah Dipahami
Tujuan utama pembuatan setiap karya tulis, termasuk karya ilmiah, adalah mengkomunikasikan informasi, ide, atau konsep kepada pembaca agar dapat dipahami, dimanfaatkan, dan dikembangkan. Akan tetapi, ada “sekelompok” tertentu yang cenderung menganggap bahwa tolok ukur keilmiahan sebuah tulisan adalah kerumitan tulisan itu: semakin sulit, semakin ilmiah. Bagi mereka, moto ”Kalau bisa ditulis secara rumit mengapa harus dibuat sederhana?” terkesan lebih pas daripada antitesisnya, “Kalau bisa ditulis sederhana, jangan dibuat rumit.” Padahal, keilmiahan sebuah karya tulis pada hakikatnya berhubungan dengan faktor kesistematisan, kelogisan, kebahasaan, dan keteraturan dalam berpikir. Jika semua faktor itu dipenuhi dengan baik, karya tulis itu akan mudah dipahami.
Kelompok yang menganggap keilmiahan identik dengan kerumitan cenderung menulis karya ilmiah dengan empat karakteristik berikut. Pertama, menggunakan kalimat-kalimat yang panjang. Kelompok ini kelihatannya menganggap bahwa kalimat kalimat pendek yang mudah dipahami hanya cocok untuk tulisan anak-anak atau orang awam.  Oleh karena itu mereka menyusun kalimat-kalimat yang mengandung banyak frasa dan klausa dengan ‘alasan’ semakin panjang kalimat, semakin mendalam pembahasan. Padahal kalimat yang sangat panjang akan menimbulkan masalah pemahaman karena  tidak jelas mana subjek, mana predikat, dan mana objek kalimat itu. Kecenderungan seperti ini sebaiknya dicegah. Jika tidak terpaksa, jangan gunakan kalimat-kalimat panjang dan kompleks. Kalimat pendek dan efektif akan membuat pemahaman lebih mudah. Bandingkan kedua kalimat contoh berikut. Mana yang lebih mudah dipahami?
Contoh 5
a. Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru dalam lima langkah terhadap siswanya untuk mengetahui penguasaannya akan kompetensi bahasa tertentu dengan cara mengidentifikasi kesalahan apa yang dilakukan secara sistematis, seperti slip, keseleo, salah omong, alias lapses dalam pembelajaran speaking, melihat seberapa sering dia melakukan kesalahan, diikuti dengan penentuan dan pengklasifikasian jenis kesalahan, kemudian menginterpretasikan apa penyebab kesalahan tersebut, dan, berdasarkan teori-teori dan prosedur-prosedur linguistik, diakhiri dengan mengadakan perbaikan terhadap kesalahan itu.
b. Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui penguasaan siswanya akan kompetensi bahasa tertentu. Analisis ini dilakukan dalam lima langkah: satu, mengidentifikasi kesalahan yang dilakukan secara sistematis, seperti salah omong dalam pembelajaran berbicara; dua, melihat seberapa sering kesalahan dilakukan; tiga, menentukan dan mengklasifikasikan jenis kesalahan; empat, menginterpretasikan penyebab kesalahan; dan terakhir, mengadakan perbaikan terhadap kesalahan itu berdasarkan teori-teori dan prosedur-prosedur linguistik.
Kecenderungan kedua yang sering dilakukan kelompok yang menganggap keilmiahan identik dengan kerumitan adalah memuat sebanyak mungkin istilah asing. Contoh 6 di bawah ini memperlihatkan fenomena ini dengan cukup baik. Anda dapat memahaminya?
Contoh 6
Sekarang, aplikasikan sebuah sistem kalkulus proposional. Akumulasikan pada sistem itu sebuah logika modal yang lemah yang di dalamnya kondisional yang eksisting dan anteseden yang dibutuhkan mengakibatkan konsekuensi yang dibutuhkan (aksioma Godel) dan kebutuhan akan teorema juga merupakan teorema. Jika dikatakan bahwa semua kebenaran dapat diketahui maka hal ini dapat dirumuskan ‘Jika p maka mungkin (‘à’) diketahui p’ dapat diketahui, p_àKp:
Harus diakui bahwa sebagai bahasa yang sedang berkembang bahasa Indonesia tidak memiliki padanan yang pas untuk semua istilah teknis yang lazim terdapat dalam  karya tulis ilmiah. Permasalahan ini sebenarnya terjadi juga dalam bahasa lain. Tidak ada satu bahasa pun yang memiliki kosa kata lengkap hingga tidak lagi memerlukan ungkapan untuk gagasan, temuan, atau konsep baru. Solusi terhadap permasalahan apakah istilah-istilah asing tersebut harus diterjemahkan, dibiarkan, atau dikombinasikan dengan istilah Indonesia sebenarnya sudah dirumuskan oleh Pusat Bahasa (2007). Jadi, untuk menghasilkan tulisan ilmiah yang baik, menerapkan pedoman pembentukan istilah tersebut merupakan keharusan.
Sebagai pedoman praktis, terdapat empat kiat untuk menghasilkan tulisan yang efektif. Pertama, gunakan kata yang pendek dan lazim. Sebagai contoh, kalimat “Tiga ahli di bidang migrasi hadir di seminar itu.” jauh lebih efektif daripada “Tiga tokoh berpengetahuan spesifik dalam bidang perpindahan penduduk hadir di seminar itu”, meskipun keduanya mengungkapkan ide yang sama.  Kedua, cegah kata-kata yang berlebihan (redundant). Kalimat “Tono berteriak dengan suara keras” menggunakan kata yang berlebihan, karena suara orang yang berteriak pasti keras. Sebaiknya kalimat itu diganti menjadi ““Tono berteriak” saja. Ketiga, gunakan kalimat yang efektif (pendek dan sederhana). Keempat, urutkan ide secara logis.
C. Pengutipan
1. Hakikat Kutipan
Dalam penulisan karya ilmiah seringkali digunakan berbagai kutipan—pinjaman pendapat atau ucapan seseorang—untuk mendukung, menjelaskan, membuktikan, atau menegaskan ide-ide tertentu. merupakan suatu hal yang wajar dan bahkan sangat efektif untuk menghemat waktu. Adalah suatu pemborosan waktu bila seorang penulis harus menyelediki kembali suatu kebenaran yang telah diteliti, dibuktikan dan dimuat secara luas dalam sebuah buku, majalah, dan lain-lain, untuk tiba pada kesimpulan yang sama. Jadi, untuk mendukung tulisannya, penulis bisa mengutip pendapat yang sudah teruji dengan menyebutkan sumbernya agar pembaca dapat mencocokkan kutipan itu dengan sumber aslinya.
Meskipun penggunaan kutipan pendapat ahli merupakan suatu hal yang wajar, hal itu tidak  berarti bawa sebuah tulisan dapat terdiri dari kutipan-kutipan saja. Membuat tulisan dengan menggunakan terlalu banyak kutipan dapat menimbulkan kesan bahwa karya itu hanya suatu koleksi kutipan belaka. Sebagai patokan, panjang kutipan tidak boleh melebihi sepertiga panjang tulisan. Secara ilmiah, ide-ide pokok dan kesimpulan-kesimpulan harus merupakan pendapat penulis. Kutipan-kutipan hanya berfungsi sebagai bukti-bukti pendukung pendapat penulis tersebut.
Menuliskan sumber kutipan dalam tulisan dapat dilakukan dengan bermacam cara sesuai dengan standar yang digunakan oleh lembaga atau media tempat tulisan diterbitkan. Karena rumpun ilmu-ilmu sosial biasanya menganut sistem American Psychological Association (APA), sangat disarankan untuk menguasai sistem ini dan menggunakannya secara konsisten. Berikut ini adalah pedoman pokok yang diadaptasi dari Suryana dkk. (2007).
Pada dasarnya, kutipan dalam karya ilmiah dibagi atas dua jenis, yaitu kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung merupakan pendapat para ahli yang dipinjam secara utuh atau lengkap, baik berupa frase atau kalimat. Kutipan langsung dapat dibedakan pula atas kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris dan kutipan langsung yang lebih dari empat baris. Kutipan tidak langsung adalah pendapat para ahli yang dikutip dengan menggunakan parafrase, yaitu menuliskan kembali apa yang dinyatakan oleh sumber rujukan dalam bahasa sendiri. Diantara kedua jenis kutipan itu, yang paling disarankan untuk digunakan adalah kutipan tidak langsung. Teknik kutipan langsung digunakan hanya jika (1) ungkapan yang dikutip memang sudah selaras dengan bagian lain tulisan; (2) ungkapan yang dikutip sudah sangat populer, atau  (3) ungkapan yang dikutip sangat sulit diparafrase.
2.  Teknik Pengutipan
a. Kutipan Langsung
Kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris dapat dilakukan dengan cara-cara berikut: (i) kutipan ditulis inklusif dengan teks; (ii) memakai tanda petik dua di awal dan di akhir kutipan; (iii) awal kutipan memakai huruf kapital; (iv) diikuti nama akhir pengarang (marga), tahun terbit buku, halaman buku;  penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir kutipan.
Kutipan langsung yang lebih dari empat baris dapat dilakukan dengan cara-cara berikut: (i) ditulis eksklusif (terpisah) dari teks 2,5 spasi; (ii) ditulis dalam satu spasi; (iii) memakai tanda petik dua atau pun tidak (opsional); (iv) semua kutipan dimulai dari 7—10 ketukan dari sebelah kiri teks; (v) Awal kutipan memakai hurup kapital; (vi) diikuti nama akhir pengarang (marga), tahun terbit buku, halaman buku; penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir kutipan.
b. Kutipan Tidak Langsung
Pengutipan ini dilakukan dengan cara-cara berikut: (i) kutipan disatukan (inklusif) dengan teks; (ii) tidak memakai tanda petik dua; (iii) Menggunakan ungkapan mengatakan bahwa, menyatakan bahwa, mengemukakan bahwa, berpendapat bahwa dll;  (iv) Mencantumkan nama akhir pengarang (marga), tahun, dan halaman.
3.  Prinsip-Prinsip Dasar
Prinsip-prinsip dasar dalam pengutipan adalah sebagai berikut.
  1. Dalam kutipan tidak dibenarkan mencantumkan judul buku.
  2. Nama orang dan identitas tahun terbit dan halaman buku selalu berdekatan
Contoh:
Norman (2004: 56) menyatakan bahwa ……………………
3. Kutipan tidak dibenarkan dicetak tebal atau dihitamkan.
4. Penulis tidak diperkenankan untuk mengadakan perubahan (katakata) dalam kutipan. Apabila ingin mengadakan perubahan, harus disertai dengan enjelasan.
5. Apabila ada kesalahan dalam penulisan baik EYD atau pun ketatabahasaan, tidak diperkenankan mengadakan perubahan. Namun penulis boleh memberikan pendapat atau komentarnya mengenai kesalahan atau ketidaksetujuannya dalam tanda kurung segi empat [...]. Jika penulis menemukan kesalahan ejaan pada kata-kata tertentu, dia hanya diperkenankan memberikan catatan terhadap kesalahan tersebut dengan menambahkan kata [sic!] dibelakang kata itu. Kata ini menunjukkan bahwa penulis tidak bertanggungjawab atas kesalahan itu. Dia hanya sekedar mengutip sesuai dengan apa yang ada dalam naskah aslinya. Kemudian, jika penulis memandang perlu untuk memberikan penekanan dengan cara merubah teknik penulisan, seperti menggarisbawahi, mencetak miring, atau mencetak tebal, hal itu harus dijelaskan dalam tanda kurung segi empat [...].
Contoh:
Setiawan (2001: 30) menegaskan bahwa: “Semakin dini [huruf miring dari saya, Penulis] seseorang mulai belajar bahasa Inggeris [sic!]  akan semakin baik hasilnya dan semakin banyak waktu belajar bahasa Inggeris [sic!] maka taraf penguasaan pembelajar terhadap bahasa itu akan semakin baik.”
6. Kutipan dalam bahasa asing atau bahasa daerah harus dicetak miring.
7. Kutipan langsung selalu memakai tanda petik dua dan diawali dengan huruf kapital.
Contoh:
Suazo (2001: 30) berpendapat bahwa “Emotional intelligence is …”
8. Kutipan dapat ditempatkan sesuai dengan kebutuhan baik di awal, tengah, atau akhir teks.
9. Jika pengarang ada dua, nama akhir (marga) kedua pengarang itu ditulis.
Contoh:
Pardede dan Simanjuntak (2007: 34) berpendapat ……
10. Jika pengarang ada tiga atau lebih, nama akhir pengarang pertama yang ditulis dan diikuti dkk.
Contoh:
Pardede dkk. (2007: 34) menyatakan ……
11. Jika dalam dalam tulisan yang sama digunakan beberapa kutipan dari sumber berbeda yang ditulis orang atau lembaga yang sama dan diterbitkan dalam tahun yang sama juga, data tahun penerbitan diikuti lambang huruf a, b, c, dst. berdasarkan abjad judul buku-buku tersebut.
Contoh:
Garcia (2009a: 34) menjelaskan ……
12. Jika kutipan diperoleh dari majalah atau koran tanpa identitas penulis, nama majalah atau koran tersebut dituliskan sebagai sumber.
Contoh:
Kompas (2009: 34) menyatakan ……
13. Jika kutipan diperoleh dari dokumen yang diterbitkan oleh suatu lembaga, nama lembaga tersebut dituliskan sebagai sumber.
Contoh:
Pusat Bahasa (2007: 25) menjelaskan ……
14. Jika kutipan diperoleh dari dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan  tanpa identitas penulis, judul atau nama majalah atau koran tersebut dituliskan sebagai sumber
Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia No 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2004) menyatakan ……
15. Kutipan dalam bentuk catatan kaki sudah tidak dipakai lagi dalam penulisan karya ilmiah karena dirasakan tidak efektif.
16. Kutipan yang berasal dari ragam bahasa lisan seperti pidato pejabat jarang dipakai sebagai sumber acuan dalam penulisan karya ilmiah karena kebenarannya sulit dipercaya karena harus diketahui oleh orang yang bersangkutan (rawan kesalahan kutipan). Jika terpaksa menggunakannya, kutipan seperti itu harus dibuatkan dulu ke dalam transkrip dan diminta pengesahannya oleh pembicara.
17. Pengutipan pendapat orang lain sebaiknya dilakukan secara variatif (jangan monoton). Padukanlah kutipan langsung dan kutipan tidak langsung.
18. Apabila kutipan itu dirasakan terlalu panjang, penulis boleh mengambil bagian intinya saja dengan teknik memakai tiga tanda titik […], tetapi tidak boleh mengubah atau menggeserkan makna atau pesannya.
Contoh:
Tylor (1991: 62) menegaskan: “It is, …, not possible to have action without character and character is also defined by plot.”
19. Jika mengutip pendapat ahli yang berasal dari kutipan karya ilmiah orang lain, bentuk penyajiannya adalah.
Contoh:
Menurut Chomsky (dalam Purba, 2009: 56), makna ujaran adalah …
20. Penulisan kutipan dari artikel dari internet mengikuti aturan yang sama dengan sumber bahan tertulis, bila data tentang nama penulis, judul artikel, dan nomor halaman tersedia. Jika nomor halaman tidak tersedia, sebutkan dari alinea berapa kutipan tersebut diambil.
Contoh:
Menurut Nazara (2009: alinea 5), sumber kekuatan utama seorang pria adalah …
D. Penulisan Daftar Referensi
1. Hakikat Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah daftar atau senarai yang ada dalam karya ilmiah (misalnya makalah atau skripsi) yang berisikan identitas buku dan pengarang yang disusun secara alfabetis (setelah nama marga pengarang dikedepankan). Daftar pustaka merupkan suatu elemen yang harus ada (mutlak) dalam penulisan karangan ilmiah. Dengan adanya daftar pustaka, pembaca bisa mengetahui sumber acuan yang menjadi landasan dalam pengkajian.
Penulisan daftar pustaka yang berkembang hingga saat ini dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama, bibliografi, yakni daftar bacaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, sekalipun tidak dirujuk secara langsung di dalam tulisan. Kedua, daftar rujukan (reference list), yaitu yakni daftar bacaan yang dikutip dalam tulisan.
2. Teknik Penulisan Daftar Pustaka
Unsur-unsur yang dituliskan dalam daftar pustaka adalah sebagai berikut:
a. Nama pengarang, ditulis dengan urutan: nama belakang, nama depan dan nama tengah tanpa gelar akademik.
b. Bila pengarang ada dua, nama yang dibalikkan urutannya hanya nama pengarang pertama.
Contoh:
Pardede, Parlin dan Kerdit Simbolon. 2008. …
c. Jika nama pengarang ada tiga atau lebih, nama pengarang pertamalah yang diputar dan diikuti oleh dkk. atau et. all.
Contoh:
Tobing, Maruli dkk. 2009. …
d. Bila tidak terdapat nama pengarang, nama departeman atau lembagalah yang ditulis; bila tidak ada kedua-duanya, tulislah tanpa pengarang, atau tanpa lembaga.
Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia No 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
e. Judul buku harus dicetak miring dalam komputer atau digarisbawahi dalam mesin tik atau tulisan tangan;
f. Judul artikel, skripsi, tesis, atau disertasi yang belum dibukukan diapit oleh tanda petik dua;
g. Bila ada edisi/cetakan ditulis sesudah judul buku;
h. Jika buku tersebut merupakan terjemahan dari buku bahasa asing, penerjemah ditulis sesudah edisi atau judul buku. Jika tahun penerbitan buku asli tidak disebutkan, tuliskan kata ‘Tanpa tahun’.
Contoh:
Ary, D.C. Tanpa Tahun. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arif Furhan. 1992. Surabaya: Usaha Nasional.
Segers, Rien T.1980. Evaluasi Teks Sastra. Terjemahan oleh Suminto A. sayuti. 2000. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
i. Spasi dalam daftar pustaka adalah satu spasi;
j. Perpindahan dari satu pengarang ke pengarang yang lain adalah dua spasi.
k. Bila dalam satu buku diperlukan dua baris atau lebih, baris yang kedua dan selanjutnya diketik lebih menjorok ke kanan antara 5-7 ketuk.
l. Jika seorang pengarang menuliskan lebih dari satu buku, nama pengarang ditulis satu kali; nama pengarang itu diganti dengan garis panjang atau tanpa garis panjang dan  urutan penulisannya berdasarkan tahun terbit;
Contoh:
Badudu, J.S. 1985. Cakrawala Bahasa Indonesia 1. Jakarta: PT Gramedia.
_______ 1987. Membina Bahasa Indonesia Baku 2, Cet. X, Bandung: Pustaka Prima.
m. Bila ada dua atau lebih buku (karya ilmiah) dari seorang pengarang yang ditulis dalam tahun yang sama, urutan penulisannya diikuti nomor urut a, b, c, dsb.
Contoh:
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993a Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT Eresco.
_______ 1993b. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Eresco.
n. Bila rujukan merupakan artikel dalam jurnal, nama penulis ditulis paling depan, diikuti dengan tahun, judul artikel (diapit tanda petik ganda), nama jurnal (cetak miring), tahun ke-n jurnal, nomor jurnal dan nomor halaman artikel (dalam kurung, dipisahkan oleh tanda titik dua);
Contoh:
Pardede, Parlindungan. 2009. “Developing Students Pronunciation Using Drill Technique: An Action Research Report”. Dinamika Pendidikan, 3 (1: 1-17). Jakarta: FKIP-UKI.
o. Bila rujukan merupakan artikel yang disajikan dalam seminar, lokakarya, atau penataran, nama penulis ditulis paling depan, diikuti oleh tahun, judul artikel (diapit tanda petik ganda), kemudian dilanjutkan dengan pernyataan “Makalah disajikan dalam …” nama forum, lembaga penyelenggara, tempat, tanggal, bulan dan tahun penyelenggaraan.
Contoh:
Pardede, Parlindungan. 2009. “Teaching Language Through Songs”. Makalah disajikan dalam Lokakarya Teaching English to Young Learners yang diselenggarakan oleh FKIP-UKI di Jakarta pada tanggal 25 September 2009.
p. Bila rujukan merupakan artikel individual yang diakses dari internet, nama penulis ditulis paling depan, diikuti oleh tahun, judul karya, keterangan (Online), alamat sumber rujukan, dan keterangan waktu pengunduhan yang diapit tanda kurung.
Contoh:
Boon, J. (tanpa tahun). “An Introduction to Anthropology of Religion.” (Online) http://www.joe.org/june33/95.html (Diunduh pada tanggal 17 Juni 2010).
q. Bila rujukan merupakan artikel dari jurnal yang diakses dari internet, nama penulis ditulis paling depan, diikuti oleh tahun, judul karya, nama jurnal (cetak miring), keterangan (Online), volume dan nomor, alamat sumber rujukan, dan keterangan waktu pengunduhan yang diapit tanda kurung.
Contoh:
Griffith, A.I. 1995. “Coordinating Family and School: Mothering for Schooling.” Education policy Analysis Archive. (Online). Vol. 3 No. 1., http://olam.ed.asu.edu/epaa/ (Diunduh pada tanggal 17 February 2007).
r. Bila rujukan merupakan artikel dalam jurnal dalam CD-ROM, penulisannya sama dengan rujukan dari artikel cetak, diakhiri dengan penyebutan CD-ROMnya dalam tanda kurung.
Contoh:
Krashen, S. M. Long, dan R. Scarcella. 1977. “Age, Rate and Eventual Attainment in Second Language Acquisition. TESOL Quarterly, 13: 578-82 (CD-ROM: TESOL Quarterly Digital).
s. Jika rujukan merupakan artikel yang diperoleh dari internet berupa e-mail pribadi, penulisannya diawali dengan nama pengirim (jika ada), diikuti oleh alamat e-mail pengirim dalam tanda kurung, tanggal, bulan, tahun, topik berita yang diapit oleh tanda petik ganda, keterangan “E-mail kepada …, dan diakhiri dengan alamat e-mal penerima dalam tanda kurung.
Contoh:
Pardede, Parlindungan (ParlindunganPardede@uki.ac.id), 5 Juni 2010. Artikel untuk Jurnal Dinamika Pendidikan. E-mail kepada Situjuh Nazara (SitujuhNazara @uki.ac.id)
t. Perhatikan urutan penulisan; Nama keluarga/marga, (dipisahkan koma), nama diri (diakhiri titik), tahun terbit, (diakhiri titik), judul buku, (diakhiri titik atau titik dua bila ada anak judul dan dicetak miring), cetakan (diakhiri titik), nama tempat (diakhiri titik dua), nama penerbit (diakhiri titik).
Penutup
Berdasarkan uraian tentang empat jenis kesalahan di atas, diharapkan pembaca dapat menerapkan kata-kata bijak bahwa kesalahan sebenarnya merupakan pedoman untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.dalam penulisan karya ilmiah. Penjelasan dalam makalah ini disarankan untuk dimanfaatkan sebagai pedoman dalam proses pengeditan dan revisi sewaktu menulis. Selamat berkarya.
Daftar Pustaka
Pusat Bahasa. 2007. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Suryana, Ase dkk. (Ed.). 2007. Bahasa Indonesia Dalam Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Bagian Perkuliahan Dasar Umum, Universitas Widyatama.

AYO BELAJAR CONJUNCTIONS (KATA HUBUNG)BAHASA INGGRIS


AYO BELAJAR  CONJUNCTIONS (KATA HUBUNG)BAHASA INGGRIS
A conjunction is a word that connects other words or groups of words.  In the sentence Bob and Dan are friends the conjunction and connects two nouns and in the sentence  He will drive or fly,  the conjunction or connects two verbs.  In the sentence It is early but we can go, the conjunction but connects two groups of words.
Coordinating conjunctions are conjunctions which connect two equal parts of a sentence.  The most common ones are and, or, but, and so which are used in the following ways:
and is used to join or add words together in the sentence They ate and drank.
or is used to show choice or possibilities as in the sentence He will be here on Monday or Tuesday.
but is used to show opposite or conflicting ideas as in the sentence She is small but strong.
so is used to show result as in the sentence I was tired so I went to sleep.
Subordinating conjunctions connect two parts of a sentence that are not equal and will be discussed more in another class.  For now, you should know some of the more common subordinating conjunctions such as:
    after                before                unless
    although          if                        until
    as                   since                   when
    because          than                    while
Correlative conjunctions are pairs of conjunctions that work together.  In the sentence Both Jan and Meg are good swimmers, both . . .and are correlative conjunctions.  The most common correlative conjunctions are:
    both . . .and
    either . . . or
    neither . . . nor
    not only . . . but also
For  complete explanations as the following:
You use a co-ordinating conjunction ("and," "but," "or," "nor," "for," "so," or "yet") to join individual words, phrases, and independent clauses. Note that you can also use the conjunctions "but" and "for" as prepositions.
In the following sentences, each of the highlighted words is a co-ordinating conjunction:
Lilacs and violets are usually purple.
In this example, the co-ordinating conjunction "and" links two nouns.
This movie is particularly interesting to feminist film theorists, for the screenplay was written by Mae West.
In this example, the co-ordinating conjunction "for" is used to link two independent clauses.
Daniel's uncle claimed that he spent most of his youth dancing on rooftops and swallowing goldfish.
Here the co-ordinating conjunction "and" links two participle phrases ("dancing on rooftops" and "swallowing goldfish") which act as adverbs describing the verb "spends."
A subordinating conjunction introduces a dependent clause and indicates the nature of the relationship among the independent clause(s) and the dependent clause(s).
The most common subordinating conjunctions are "after," "although," "as," "because," "before," "how," "if," "once," "since," "than," "that," "though," "till," "until," "when," "where," "whether," and "while."
Each of the highlighted words in the following sentences is a subordinating conjunction:
After she had learned to drive, Alice felt more independent.
The subordinating conjunction "after" introduces the dependent clause "After she had learned to drive."
If the paperwork arrives on time, your cheque will be mailed on Tuesday.
Similarly, the subordinating conjunction "if" introduces the dependent clause "If the paperwork arrives on time."
Gerald had to begin his thesis over again when his computer crashed.
The subordinating conjunction "when" introduces the dependent clause "when his computer crashed."
Midwifery advocates argue that home births are safer because the mother and baby are exposed to fewer people and fewer germs.
In this sentence, the dependent clause "because the mother and baby are exposed to fewer people and fewer germs" is introduced by the subordinating conjunction "because."
Correlative conjunctions always appear in pairs -- you use them to link equivalent sentence elements. The most common correlative conjunctions are "both...and," "either...or," "neither...nor,", "not only...but also," "so...as," and "whether...or." (Technically correlative conjunctions consist simply of a co-ordinating conjunction linked to an adjective or adverb.)
The highlighted words in the following sentences are correlative conjunctions:
Both my grandfather and my father worked in the steel plant.
In this sentence, the correlative conjunction "both...and" is used to link the two noun phrases that act as the compound subject of the sentence: "my grandfather" and "my father".
Bring either a Jello salad or a potato scallop.
Here the correlative conjunction "either...or" links two noun phrases: "a Jello salad" and "a potato scallop."
Corinne is trying to decide whether to go to medical school or to go to law school.
Similarly, the correlative conjunction "whether ... or" links the two infinitive phrases "to go to medical school" and "to go to law school."
The explosion destroyed not only the school but also the neighbouring pub.
In this example the correlative conjunction "not only ... but also" links the two noun phrases ("the school" and "neighbouring pub") which act as direct objects.