DAFTAR LABELKU (klik saja jangan ragu-ragu)

Kamis, 09 Agustus 2012

CONTOH PROPOSAL KEGIATAN REMAJA

CONTOH PROPOSAL  KEGIATAN REMAJA
NAMA KEGIATAN
Pelatihan Remaja Masjid
Masjid Jami’ Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah
___________________________________________________________________________

A.   PENDAHULUAN

1.        LATAR BELAKANG
“Hanyalah yang memakmurkan Masjid-Masjid  Allah  ialah  orang-orang yang beriman kepada  Allah dan  hari  kemudian, serta  tetap  mendirikan shalat,  menunaikan  zakat  dan  tidak   takut  (kepada  siapapun) selain kepada  Allah,  maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan  orang-orang yang mendapat  petunjuk.”
 (QS 9:18, At Taubah)
Pembinaan remaja dalam Islam bertujuan agar mereka menjadi generasi muda yang baik; yaitu anak yang shalih, beriman, berilmu, berketerampilan dan berakhlak mulia. Untuk membina remaja muslim bisa dilakukan dalam berbagai pendekatan, diantaranya melalui aktivitas Remaja Masjid.
Remaja Masjid adalah organisasi yang mewadahi aktivitas remaja muslim dalam memakmurkan Masjid. Remaja Masjid merupakan salah satu alternatif wadah pembinaan remaja yang baik dan dibutuhkan umat. Dengan berorientasi pada aktivitas kemasjidan, keislaman, keilmuan, keremajaan dan keterampilan, organisasi ini dapat memberikan kesempatan bagi anggotanya mengembangkan diri sesuai bakat dan kreativitas mereka di bawah pembinaan Pengurus/Ta’mir Masjid.

Saat ini Remaja Masjid—atau dengan sebutan lain—telah  menjadi wadah lembaga kegiatan yang  dilakukan  para remaja  muslim di lingkungan Masjid. Di kota-kota  maupun di desa-desa,  insya Allah,  dapat  dijumpai dengan mudah.  Organisasi  Remaja Masjid   juga  telah  menjadi  suatu  fenomena bagi kegairahan  para  remaja  muslim dalam  mengkaji   dan menda'wahkan  Islam  di Indonesia. Masyarakat juga sudah semakin lebih  bisa menerima kehadiran mereka dalam memakmurkan Masjid.

Disadari bahwa untuk memakmurkan Masjid diperlukan organisasi yang  mampu beraktivitas dengan baik. Organisasi Remaja Masjid memerlukan para aktivis yang mumpuni dan profesional. Kehadiran mereka tidak bisa serta merta, tetapi perlu diupayakan secara terencana dan terarah melalui sistim perkaderan, khususnya melalui pelatihan-pelatihan yang sangat mendukung.

Mempertimbangkan pentingnya hal tersebut, maka diperlukan sebuah pelatihan kepemimpinan bagi remaja masjid, sehingga nantinya para remaja mempunyai sikap yang sigap, tegas dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada di lingkungan Masjid Jami’ Madrasah Mu’allilmin Muhamadiyah Yogyakarta.
Pelatihan ini juga dirancang untuk pembinaan  Remaja Masjid melalui peningkatan wawasan ke-Islaman dan keterampilan berorganisasi. Diharapkan dengan mengikuti pelatihan ini akan hadir para aktivis Remaja Masjid  yang siap mengemban amanah da’wah dalam memakmurkan Masjid Jami’ di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah

2.        TUJUAN

Umum             : Terbinanya  umat yang  beriman,  berilmu  dan beramal  shalih dalam rangka  
                          mengabdi  kepada  Allah dan mengharap keridloan-ya.
Khusus            : 1.  Memberi wawasan dan keterampilan kemasjidan.
                          2.  Peningkatan kualitas SDM Remaja Masjid Jami’
                          3.  Peningkatan kemakmuran Masjid Jami’

3.        TARGET

Hadirnya para aktivis Remaja Masjid yang mampu beraktivitas secara lebih profesional dalam memakmurkan 
Masjid Jami’ Madrasah Mu’allimin Muhamadiyah

4.        KEBUTUHAN

Demi lancarnya kegiatan ini maka diperluan berbagai hal yang pastinya akan sangat membantu terlaksananya kegiatan pelatihan ini, diantaranya:
1.      Sarana Prasarana (Alat-alat tulis, LCD, Layar dan Sound System)
2.      Materi, dalam hal ini tentunya dibutuhkan sebuah materi yang bisa dan mudah diterima oleh seluruh remaja masjid.
3.      Pemateri, materi yang bagus tidak akan tersampaikan jika tidak disertai dengan pemateri yang bagus juga. 

5.        KARAKTERISTIK AUDIENCE (REMAJA MASJID JAMI’)

Pengurusan masjid jami’ tidak hanya diisi oleh masyarakat Mua’allilmin sendiri, akan tetapi juga diisi oleh remaja-remaja di lingkungan masjid jami, yang setiap pribadinya memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sesuai dengan pendidikannya masing-masing.

B.        RENCANA PELAKSANAAN
1.    Pengorganisasian
Secara teknis kegiatan Pelatihan Remaja Masjid ini diorganisasikan dan dilaksanakan oleh tim Trainer dari mahasiswa Fakultas Agama Islam, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2.    Metode Pelatihan
Dalam pelatihan ini kami menggunakan metode presentasi informasi, yang biasa digunakan untuk mengubah keterampilan, pengetehuan, dan sikap para peserta, terutama yang bersupat konseptual.
a.    Ceramah (kuliah), yaitu metode klasik dimana penceramah menyampaikan informasi secara satu arah kepada para peserta
b.    Diskusi, yaitu metode pertemuan yang khusus untuk membahas suatu permasalahan dengan menekankan adanya partisipasi aktif para peserta, seperti: Diskusi kelompok, diskusi panel, dan kelompok sutdi kecil.
c.    Pengajaran terprogram (Programmed instruction), yang terdiri dari serangkain petunjuk atau langkah-langkah yang berpungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

3.    Waktu dan Tempat
Pelatihan dilaksanakan di kota Yogyakarta, Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah selama 2 hari. Kegiatan ini Insya Allah akan diadakan pada :
Hari / Tanggal        : Sabtu - Ahad16-17  Oktober 2010
hari ke-1                 : 08.00 – 16.00 wib (3 sesi)
hari ke- 2                : 08.00 – 14.00 wib (3 sesi)
Tempat                   : Masjid Jami’ Mu’allimin Muhammadiyah

4.    Narasumber/Fasilitator dan Kualifikasi Fasilitator
a.   Narasumber / Fasilitator
·         Ust. Khairuman
·         Ust. Sholehuddin
b.     Kualifikasi Fasilitator
Kualifikasi instruktur yang diharapkan memandu pelaksanaan pelatihan bagi Remaja Masjid Mu’allimin adalah:
·         Memiliki pemahaman mengenai tata kelola masjid, beserta fungsi-fungsi remajanya (pengurus Remaja Masjid).
·         Memiliki pemahaman dan konsep yang matang mengenai pengelolaan masjid dengan baik.
·         Memiliki kemampuan untuk menggali dan meningkatkan motivasi kerja bagi para peserta pelatihan  (Remaja Masjid).
·         Memiliki kompetensi yang memadai mengenai metode pelatihan.

5.    Peserta Pelatihan dan Fasilitas
Sasaran dari kegiatan pelatihan ini adalah :
a.        Remaja Masjid Jami’ Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta.
b.        Pengurus Remaja Masjid yang berdomisili di sekitar Madrasah Mu’allimin.
Peserta pelatihan adalah Remaja Masjid Jami’ Mu’allimin dan sekitar Mu’allimin. Jumlah peserta pelatihan dibatasi maksimal 20 orang. Pada tahap  awal peserta pelatihan harus memenuhi kualifikasi minimal sebagai berikut:
·           Usia                                          : 18 tahun
·           Lama menjadi pengurus           : 1 tahun
Adapun fasilitas yang diperoleh peserta yaitu:
·         Snack
·         Makan Siang
·         Makalah
·         Sertifikat

6.    Materi Pelatihan
Secara rinci materi program Pelatihan Remaja Masjid terbagi menjadi 2 bagian.
1.        Pemberian Materi yang meliputi:
·      Analisis mengenai potensi diri, dengan menggunakan logika SWOT, Strength, Weakness, Opportunity, Threat.
·      Penguatan visi kerja sama tim dengan pendalaman materi POAC, Planning, Organizing, Actuating, Controlling.
2.        Outbond yang terdiri dari permainan-permainan out door.

7.    Anggaran Kegiatan
Agar kegiatan ini dapat berjalan dengan maksimal, maka diperlukan dana sebesar Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah yang bersumber dari :
1.      Kontribusi peserta
2.      Donatur yang tidak mengikat.

8.    Strategi Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan program Pelatihan Remaja Masjid, kegiatan ini diproyeksikan diadakan selama 2 kali pertemuan dengan 3 sesi acara setiap harinya. Bentuk utama dari pembahasan ini adalah pembahasan materi serta kegiatan yang bersifat aplikatif berkaitan dengan materi yang disampaikan.

C.        PENUTUP
Pelatihan Remaja Masjid menerapkan pola pelatihan yang sistematis. Hasil akhir yang diharapkan dari pelatihan tersebut adalah meningkatnya motivasi dan kinerja Remaja Masjid dalam menjalankan amanah kepengurusannya. Sehingga kompetensi yang diharapkan dalam rangka  meningkatkan kualitas jama’ah Masjid bisa terpenuhi secara maksimal.
Hadirnya para aktivis Remaja Masjid  yang mampu bekerja secara profesional dan siap mengemban amanah da’wah, insya Allah, dapat menjadi salah satu solusi dalam menyahuti kebutuhan dalam memakmurkan Masjid Jami’ di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah. Karena itu Pelatihan Kepemimpinan Remaja Masjid Jami’, diharapkan dapat memberi kontribusi dalam mempersiapkan remaja muslim menjadi generasi muda Islam yang mampu memakmurkan Masjid maupun menyelenggarakan da’wah islamiah secara luas. Selanjutnya, dengan pembinaan yang terencana, berkesinambungan dan terarah, insya Allah, mereka mampu mengembangkan wawasan dan keterampilan dalam berda’wah, khususnya melalui aktivitas kemasjidan yang berorientasi pada remaja.
Da’wah Islam adalah tanggungjawab kita semua, baik Ulama, Ustadz, Mubaligh, Karyawan, Profesional, Pengusaha, Guru, remaja maupun masyarakat pada umumnya, baik pria maupun wanita. Untuk itu setiap aktivitas da’wah - termasuk Remaja Masjid - perlu mendapat dukungan, baik dukungan moril, materiil, kerjasama, kesempatan, pembinaan maupun dana. Sehingga apa yang diselenggarakan dapat berhasil guna dan berdaya guna bagi kemajuan Islam dan umatnya.
Demikian proposal ini kami buat, sebagai gambaran bagi pelaksanaan pelatihan dan peningkatan mutu pengurus Remaja Masjid Jami’ Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah. Sebagai suatu bentuk kegiatan yang mendukung pencapaian pelaksanaan pembinaan bagi jama’ah, dalam rangka meningkatkan kualitas jama’ah. Semestinya program ini mendapatkan dukungan dan apresiasi positif dari pengambil kebijakan serta masyarakat luas.
Semoga kiranya Allah Subhanahu wata’ala senantia memberi taufiq, hidayah, pertolongan dan kesuksesan kepada kita semua fid dunya wal akhirah. Amien.

Yogyakarta, 06 Oktober 2012 M

Ketua Panitia,

                             Ahmad
Sekretaris,


Sholeh

Konsep Dasar Sekolah Kategori Mandiri-Sekolah Standar Nasional

Konsep Dasar Sekolah Kategori Mandiri-Sekolah Standar Nasional


Oleh: Depdiknas
1. Pengertian
Konsep Dasar Sekolah Kategori MandiriPenjelasan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang telah atau hampir memenuhi standar nasional ke dalam kategori mandiri. Penjelasan selanjutnya menyebutkan bahwa sekolah kategori mandiri (SKM) harus menerapkan sistem kredit semester (SKS). SKS adalah salah satu sistem penerapan program pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai subyek. Pembelajaran berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik belajar. Peserta didik diberi kebebasan untuk merencanakan kegiatan belajarnya sesuai dengan minat, kemampuan, dan harapan masing-masing (Chandramohan, 2006).
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa sistem kredit semester adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan. Mengacu pada konsep tersebut, SKS dapat diterapkan untuk menunjang realisasi konsep belajar tuntas yang digunakan dalam menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada Sistem Kredit Semester, setiap satu satuan kredit semester (1 SKS) berbobot dua jam kegiatan pembelajaran per minggu selama 16 minggu per semester. Pada SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, satu jam kegiatan tatap muka berlangsung selama 45 menit, sedangkan 25 menit kegiatan terstruktur dan 25 menit kegiatan mandiri.
Dengan demikian, penerapan SKS pada KTSP perlu dilakukan penyesuaian dengan menggunakan pendekatan pembelajaran tuntas di mana satuan kegiatan belajar peserta didik tidak diukur berdasarkan lama waktu kegiatan per minggu-semester tetapi pada satuan (unit) kompetensi yang dicapai.
2. Karakteristik
Berdasarkan penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 11 ayat (2) bahwa ciri Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional adalah terpenuhinya standar nasional pendidikan dan mampu menjalankan sistem kredit semester.
Dari ciri tersebut Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional memiliki profil sebagai persyaratan minimal yang meliputi :
a. Dukungan Internal:
  • Kinerja Sekolah indikator terakreditasi A, rerata nilai UN tiga tahun terakhir minimum 7,00, persentase kelulusan UN ≥ 90 % untuk tiga tahun terakhir, animo tiga tahun terakhir > daya tampung, prestasi akademik dan non akademik yang diraih, melaksanakan manajemen berbasis sekolah, jumlah siswa per kelas maksimal 32 orang, ada pertemuan rutin pimpinan dengan guru, ada pertemuan rutin sekolah dengan orang tua.
  • Kurikulum, dengan indikator memiliki kurikulum Sekolah Kategori Mandiri, beban studi dinyatakan dengan satuan kredit semester, mata pelajaran yang ditawarkan ada yang wajib dan pilihan, panduan/dokumen penyelenggaraan, memiliki pedoman pembelajaran, memiliki pedoman pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi dan minat, memiliki panduan menjajagi potensi peserta didik dan memiliki pedoman penilaian.
  • Kesiapan sekolah, dengan indikator Sekolah menyatakan bersedia melaksanakan Sistem Kredit Semester, Persentase guru yang menyatakan ingin melaksanakan SKS ≥ 90%, Pernyataan staf administrasi akademik bersedia melaksanakan SKS, Kemampuan staf administrasi akademik dalam menggunakan komputer.
  • Sumber Daya Manusia, dengan indikator persentase guru memenuhi kualifikasi akademik ≥ 75%, relevansi guru setiap mata pelajaran dengan latar belakang pendidikan (90 %), rasio guru dan siswa, jumlah tenaga administrasi akademik memadai, tersedia guru bimbingan konseling/ karir. (e) Fasilitas di sekolah, dengan indiktor memiliki ruang kepala Sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang bimbingan, ruang Unit Kesehatan, tempat Olah Raga, tempat ibadah, lapangan bermain, komputer untuk administrasi, memiliki laboratorium: Bahasa, Teknologi informasi/komputer, Fisika, Kimia, Biologi, Multimedia, IPS, Perpustakaan yang memiliki koleksi buku setiap mata pelajaran, memberikan Layananan bimbingan karir
b. Dukungan Eksternal
Untuk menyelenggarakan SKM/SSN berasal dari dukungan komite sekolah, orang tua peserta didik, dukungan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dukungan dari tenaga pendamping pelaksanaan SKS.
Sumber:
Depdiknas.2008. Model Penyelenggaraan Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Mengah Atas. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

MENJADI GURU YANG BAHAGIA

Dalam kondisi normal, setiap orang dipastikan  akan menjadi guru. Maksudnya setidak tidaknya bila dia sudah dewasa nanti akan menjadi guru untuk istrinya, bahkan untuk anak-anaknya. Lebih jauh lagi seseorang  yang aktif di masyarakat akan menjadi gurunya masyarakat.

Menjadi guru  menjadi bahagia seperti judul di atas, ini berarti  seseorang yang hidup dan berkembang sanggup menjadi tauladan bisa dikatakan sebagai seorang guru. Sering terdengar di telinga kita GURU  merupakan  akronim dari digugu lan ditiru. Menjadi guru berarti menjadi manusia mulia karena berkualitas lebih, dia sanggup untuk dijadikan model (ditiru) dan dipatuhi (digugu).

Orang yang pantas dijadikan tauladan dipastikan orang yang berhak mendapat kebahagiaan luar biasa. Hidupnya bernilai tidak mmenjadi manusia biasa namun menjadi panutan orang.lain. Bedahalnya seseorang yang menebar keburukan  tentu tidak layak dijadikan tauladan, orang yang demikian berarti   bernilai rendah. Apalgi kalau perilakunya jauh dari ilmu kebenaran dia tidak bernilai bahkan lebih buruk dari binatang.  Biasanya binatang kalau makan cukup untuk sesaat  walau  kadang harus nekat karena jauh dari akal. hewan tersebut makan bukan milik yang empunya, taruhlah makan  tanaman padi milik sawah tetangga. Tapi ila manusia buruk dia tidk saja makan padi milik tetangga, bahkan makan padi, rumput, sawah dan bahkan makan pemiliknya.

BERLANJUT

Rabu, 08 Agustus 2012

PEMICU HILANGNYA KEBAHAGIAAN


Ketidaksyukuran  kepada Allah s.w.t merupakan  faktor  penentu hilang kebahagiaan. Namun banyak hal yang memicu hilangnya kebahagiaan . Berikut ini  pemicu  ketidakbahagiaan serta apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya seperti dilansir dari cbsnews, Rabu (8/8/2012) berikut ini.

1. Merenungkan masa lalu
Setiap orang pasti pernah mengalami trauma selama hidupnya. Cara seseorang untuk menghadapi trauma itu bisa saja membedakan cara orang yang bersangkutan untuk mendapatkan kebahagiaan.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Psychological Science mengungkapkan bahwa selalu memikirkan kejadian di masa lalu merupakan pemicu utama depresi klinis.

Hal ini karena banyak orang menderita apa yang disebut bias memori selektif (selective memory bias). Studi yang dipimpin oleh pakar neurosains kognitif Dr. Elizabeth Kensinger dari Boston College mengungkapkan bahwa orang cenderung lebih banyak mengingat kejadian-kejadian negatif di masa lalu daripada kejadian positif.

Semakin banyak hal buruk yang diingat maka mereka akan semakin cenderung terlalu menekankan hal itu dan membesar-besarkan dampaknya terhadap kehidupannya di masa kini.

Masa lalu memang tak bisa diubah namun merenungkannya memberikan perasaan ketidakberdayaan dan kepahitan yang kuat.

2. Mengejar ketenaran atau uang
Banyak penelitian ilmiah menunjukkan bahwa kekayaan, barang-barang mewah dan ketenaran hanya memberikan sedikit pengaruh terhadap kebahagiaan.

Survei yang dilakukan terhadap sejumlah milyarder Amerika dan dipublikasikan dalam jurnal Social Indicators Research menemukan bahwa sebagai sebuah kelompok masyarakat, mereka tak lebih bahagia dibandingkan rata-rata kelas menengah Amerika.

Hanya sedikit milyarder Amerika yang mengaku bahagia namun tak ada yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah uang. Lalu apa yang membuat mereka bahagia? Rata-rata mengaku dilimpahi kehangatan dan cinta dari pasangannya serta menemukan tujuan hidupnya.

Studi lain dari University of Rochester menunjukkan bahwa orang-orang yang mengejar ketenaran sebagai tujuan utama hidupnya takkan merasa bahagia dibandingkan mereka yang memiliki ambisi lebih tinggi.

3. Mencemaskan masa depan
Merenungkan masa lalu memang bisa menyebabkan depresi, namun hal ini sama halnya dengan mencemaskan masa depan.

Penelitian yang dilakukan oleh psikolog Suzanne Segerstrom dari University of Kentucky menemukan bahwa semakin banyak waktu yang dihabiskan seseorang untuk memikirkan tentang 'bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi' maka mereka semakin cenderung membayangkan sesuatu yang sebenarnya takkan terjadi. Hal ini jelas-jelas menimbulkan emosi yang tak ada gunanya dan buang-buang waktu.

Hal ini tak hanya akan menimbulkan kecemasan namun penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Circulation ini juga mengindikasikan risiko penyakit jantung koroner hingga memperpendek angka kelangsungan hidup.

4. Terobsesi dengan penampilan fisik
Pada suatu waktu nanti, kecantikan itu akan memudar sehingga jika Anda terobsesi dengan hal itu maka kebahagiaan Anda ikut hilang bersamanya.

Sebuah studi dalam Journal of Positive Psychology mengemukakan bahwa seorang model yang berada di puncak kecantikannya sekalipun seringkali merasa tak bahagia dan memiliki lebih banyak masalah psikologis dibandingkan rekan-rekannya.

Studi lain dalam Australian and New Zealand Journal of Psychiatry yang mengamati anak-anak beusia 9-12 tahun menemukan bahwa orang-orang yang percaya kecantikan merupakan sumber kebahagiaan lebih cenderung terkena depresi dibandingkan orang yang tidak berpikir begitu.

Kecantikan membuat orang menjadi bergantung pada evaluasi orang lain. Hal ini menciptakan kecemasan karena harapan terhadap kebahagiaan akan diberikan oleh kenalan dan orang asing yang opini atau cara berpikirnya tak bisa dikontrol oleh orang yang tergila-gila pada penampilan fisik itu.

5. Melakukan kebiasaan buruk secara otomatis
Kebiasaan muncul setelah dilakukan berulang kali hingga alam bawah sadar bisa melakukannya tanpa terencana. Masalahnya, banyak orang dengan kebiasaan buruk yang biasa dilakukan secara otomatis tanpa menyadari bahwa kebiasaan semacam itu menjauhkannya dari pencapaian tujuan dan kebahagiaan.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Scientific American mengungkapkan bahwa banyaknya 'kegagalan untuk mendapatkan kebahagiaan' itu justru berasal dari kebiasaan buruk, bukannya ketidakmampuan untuk mencapai kebahagiaan itu sendiri.

Kabar baiknya, sekali Anda menyadari bahwa beberapa kebiasaan mensabotase kebahagiaan Anda, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Phillippa Lally dan dipublikasikan dalam European Journal of Social Psychology menunjukkan bahwa Anda bisa mengubahnya hanya dalam 18 hari.

6. Berpikir secara hitam dan putih
Orang-orang cenderung berpikiran menyimpang sehingga membuat sejumlah hal tampaknya lebih buruk dari kenyataannya.

Berpikir bahwa setiap masalah atau orang hanya ada dua macam yaitu baik atau buruk atau menggunakan kata-kata seperti tak pernah (never), tak ada (nothing), segalanya (everything) atau selalu (always) menunjukkan bahwa Anda adalah pemikir yang terpolarisasi.

Penelitian yang dipublikasikan oleh psikolog Nalini Ambady dari Stanford University telah menunjukkan bahwa pemikiran yang terpolarisasi menciptakan sedikitnya dua masalah serius:

Pertama, kondisi ini menjamin realitanya telah menyimpang sehingga mendorong munculnya keputusan yang buruk dan kesalahan kritis dalam menilai sesuatu. Kedua, terlalu banyak pikiran menyimpang memperbesar emosi negatif seperti depresi, kecemasan, kemarahan dan ketakutan.

7. Pesimis
Menurut penelitian, orang yang optimis hidupnya lebih lama dan lebih sehat. Psikolog Martin Seligman dari University of Pennsylvania telah mempublikasikan penelitian ekstensif yang menunjukkan bahwa orang yang optimis juga lebih sukses dalam berkarir, menghasilkan lebih banyak uang, punya lebih banyak teman serta memiliki hubungan romantis yang lebih tahan lama dan lebih baik daripada orang yang pesimis.

Secara kritis, penelitian baru dalam jurnal Psychological Science juga mengemukakan bahwa orang yang positif memiliki persepsi yang akurat terhadap realita dan menghadapi stres lebih baik daripada orang yang negatif.

Ketika hal-hal buruk terjadi pada orang yang optimis, mereka akan lebih tahan banting, lebih cepat untuk bangkit dan cenderung memenangkan kesulitan yang dihadapinya dibandingkan orang yang pesimis.

8. Berkutat dalam lingkungan yang negatif
Entah itu film, musik, video game atau tempat tinggal, lingkungan fisik bisa mempengaruhi kebahagiaan seseorang lebih banyak dari yang mereka sadari.

Penelitian menunjukkan bahwa setiap manusia sangat rentan dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri. Tak adanya cahaya alami yang masuk ke rumah, terlalu banyak kekacauan atau pencitraan yang buruk dapat memicu kecemasan, depresi dan insomnia.

Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Broadcasting and Electronic Media and Psychological Science menunjukkan bahwa terlalu banyak konsumsi media negatif seperti menonton film atau berita yang menyedihkan, memainkan video game yang penuh kekerasan, mendengarkan musik yang marah atau sedih serta membaca buku-buku yang isinya mengganggu dapat menyakiti mood, emosi dan prospek kehidupan Anda.

9. Berkumpul dengan orang-orang yang salah
Hampir sama dengan lingkungan fisik, keluarga atau teman-teman yang bersifat negatif, tak bahagia atau labil dapat menularkan karakteristiknya itu kepada Anda.

Beberapa studi yang dilakukan pakar ilmu sosial dan dokter Nicholas Christakis dari Harvard menunjukkan bahwa pikiran dan emosi, baik itu positif maupun negatif sangatlah menular dan bisa ditransmisikan satu sama lain hanya dalam waktu 1 detik.

Temuan lain menyatakan, orang-orang yang mempertahankan hubungan yang sehat akan lebih bahagia daripada mereka yang tidak melakukannya. Jaringan sosial yang kuat merupakan alasan mengapa orang Bangladesh, salah satu negara termiskin di dunia, dilaporkan memiliki tingkat kebahagiaan tertinggi dibandingkan orang-orang di negara maju.

10. Egois
Sebuah studi menemukan bahwa memahami perspektif orang lain, berbelas kasih dan membantu orang lain tanpa pamrih sangat penting untuk mencapai kebahagiaan.

Jika orang-orang semakin terfokus pada dirinya sendiri maka mereka akan semakin sering merenungkan, mengkhawatirkan dan membuat persepsi terhadap munculnya realita yang terburuk.

Studi lain yang dilakukan oleh Stephen G. Post dari Case Western Reserve University mengungkapkan bahwa orang-orang yang penuh perhatian dan suka membantu terlihat lebih bahagia, emosinya lebih tangguh, lebih sedikit memiliki masalah psikologis serta mengalami peningkatan kesehatan fisik dan angka harapan hidup.

Orang-orang semacam ini juga
lebih cenderung mendapatkan promosi di tempat kerjanya, jarang stres dan tak mudah marah.

Selasa, 07 Agustus 2012

Being an Optimist at All Times Summarized from Brian Tracy’s article


Being an Optimist at All Times
Summarized from   Brian Tracy’s article
Wikipedia, the free encyclopedia  states that optimism is a mental attitude that interprets situations and events as being best (optimized). One of ways to be healthy  is to be optimist.  Certaintly, everyone wants to be physically healthy. You want to be mentally healthy as well. The true measure of “mental fitness” is how optimistic you are about yourself and your life. Learn how to control your thinking in very specific ways so that you feel terrific about yourself and your situation, no matter what happens.
Control Your Reactions and Responses
There are three basic differences in the reactions of optimists and pessimists. The first difference is that the optimist sees a setback as temporary, while the pessimist sees it as permanent. The optimist sees an unfortunate event, such as an order that falls through or a sales call that fails, as a temporary event, something that is limited in time and that has no real impact on the future. The pessimist, on the other hand, sees negative events as permanent, as part of life and destiny.
Isolate the Incident
The second difference between the optimist and the pessimist is that the optimist sees difficulties as specific, while the pessimist sees them as pervasive. This means that when things go wrong for the optimist, he looks at the event as an isolated incident largely disconnected from other things that are going on in his life.
See Setbacks as Temporary Events
For example, if something you were counting on failed to materialize and you interpreted it to yourself as being an unfortunate event, but something that happens in the course of life and business, you would be reacting like an optimist. The pessimist, on the other hand, sees disappointments as being pervasive. That is, to him they are indications of a problem or shortcoming that pervades every area of life.
Don’t Take Failure Personally
The third difference between optimists and pessimists is that optimists see events as external, while pessimists interpret events as personal. When things go wrong, the optimist will tend to see the setback as resulting from external factors over which one has little control.
If the optimist is cut off in traffic, for example, instead of getting angry or upset, he will simply downgrade the importance of the event by saying something like, “Oh, well, I guess that person is just having a bad day.”
The pessimist on the other hand, has a tendency to take everything personally. If the pessimist is cut off in traffic, he will react as though the other driver has deliberately acted to upset and frustrate him.
Remain Calm and Objective
The hallmark of the fully mature, fully functioning, self-actualizing personality is the ability to be objective and unemotional when caught up in the inevitable storms of daily life. The superior person has the ability to continue talking to himself in a positive and optimistic way, keeping his mind calm, clear and completely under control. The mature personality is more relaxed and aware and capable of interpreting events more realistically and less emotionally than is the immature personality. As a result, the mature person exerts a far greater sense of control and influence over his environment, and is far less likely to be angry, upset, or distracted.
Take the Long View
Look upon the inevitable setbacks that you face as being temporary, specific and external. View the negative situation as a single event that is not connected to other potential events and that is caused largely by external factors over which you can have little control. Simply refuse to see the event as being in any way permanent, pervasive or indicative of personal incompetence of inability.
Resolve to think like an optimist, no matter what happens. You may not be able to control events but you can control the way you react to them.
Action Exercises
Now, here are three actions you can take immediately to put these ideas into action.
First, remind yourself continually that setbacks are only temporary, they will soon be past and nothing is as serious as you think it is.
Second, look upon each problem as a specific event, not connected to other events and not indicative of a pattern of any kind. Deal with it and get on with your life.
Third, recognize that when things go wrong, they are usually caused by a variety of external events. Say to yourself, “What can’t be cured must be endured,” and then get back to thinking about your goals.

RENUNGAN MENJELANG BERAKHIRNYA RAMADLAN

Tidak terasa kita akan meninggalkan bulan Ramadlan, bulan keberkahan. Kita mestinya banyak merenung apa yang telah kita perbuat untuk  kualitas diri  di bulan ini. Usia semakin tua, tapi nampakna kita merasa akan hidup selamanya di dunia. Lebaran yang kita tunggu tak terasa akan menjemput kita, sebagaimana kematian yang  pasti menjemput kita, bahkan kita tidak tahu di mana dan kapan waktunya.

Sebetulnya kematian hanya gerbang  menuju kehidupan yang kekal, maka persiapan untuk menghadapi kematian mestinya menjadi prioritas utama.  Bagi orang beriman usia adalah modal,  maksiudnya modal sukses dunia dan di akherat. Bahkan baginya tidak perlu mempertimbangkan ada pahalanya tidak ya kita berbuat baik di dunia. Mereka pasti hidup bersemangat  dalam berbuat kebaikan tidak memperdulikan sejauh mana  besarnya pahala.Karena hidup adalah amal. Tentu kkebaikan amal ini dampaknya positif sekali baik di dunia maupun akherat.

Kembali kepada kehidupan orang-orang beriman, idealnya orang yang beriman hidupnya pasti berniali berlian. Kalau ada orang beriman bernilai sampah berarti harus dikaji ulang keimanannya. Sebab, orang beriman adalah berenergi malaikat sifatnya pasti dekat dengan sifat mulia rasulullah s.a.w. SHIFAT  merupakan akronim SHIDIQ  yang berarti berusaha benarr, FATHONAH rajin belajar  menuju cerdas, AMANAHh  adlah tanggung jawab dan TABLIGH yakni semangat menebar kebaikan sebagai tanggung jawab pendidikan.

Makanya, Oarng beriman yang konsekuen memegang keimanannya pasti menjadi manusia hebat minimal hebat di keluarganya sendiri.



The Brief History of Community Learning Qaryah Thayyibah By bahruddin


The Brief History of
Community Learning Qaryah Thayyibah

By bahruddin


 Abstract
It is a model of community based education that would lead the society to the great civilization.
This learning community’s main concern is noble universal values with justice, including social
justice with gender equity and ecological fairness. Its learning process, always stands on local living context with all community members’ participation (as learners and tutors as well) and the surrounding environment as learning laboratory.
Its learning strategy is learner-centered rather than teacher-centered; it always utilizes anything available in the surrounding environment as the source of learning, including the complexity of matter or problem. The common logic “because I’m poor and incapable, I don’t go to school” would be turned to “it is because I’m poor and incapable; I have to study so I could get smarter and more prosperous”. Learning does not have to be through being in school. We might drop out of school but we should never drop out of learning. Drop out of learning is equal with drop out of life.
The “umbrella” institution of this learning community is “attached” to PKBM  (or Community Learning Center) that operates under the coordination of Ditjen P N F I (or Directorate General of Non Formal and Informal Education).

Brief History
I prefer to say that it was by accident rather than by design.
It began (on July 2003) when my first son, Hilmy, just graduated from SD (or 6th grade elementary school). Thus, he should go to higher education we called SLTP (or 3rd grade junior high school, also known as SMP). Then, because his academic rate was quite good, I registered him to SLTPN 9. It was the second best junior high school in this city, after SLTPN 1. And, alhamdulillah he was welcomed by SLTPN 9.
To show my gratitude and as the chief of RW 1 (or neighborhood association) in Kalibening hamlet, I invited my neighbors who had the same “fate”, whose children were just graduated from SD/MI and about going to SLTP/MTs. There were 30 households. The meeting was to discuss our anticipation concerning our children, who had studied only in the village, but must go to school downtown later on.
During the discussion, the subject developed to the actual problematic issues of education. Some of those were expensive tuition fee and education quality. I felt the same because my son had to pay 750,000.-  rupiahs for school facility contribution only.
Because the discussion on tuition fee and quality ended nowhere, I emotionally proposed an idea, “How about we run a school on our own? So we can decide the tuition fee, at any rate we like? It would be our own people who even run it. So the matter of quality would depend on our own efforts.”
My idea had aroused various responds. Most of them thought it was a “joke”, wishful thinking, even “nonsense”. But there were some who saw it as a serious and reasonable idea. With all courage, I said, “Well, if there are 10 children, let’s try it. If less than 10, just forget it; I would let my son go to SLTPN 9.”
Fortunately there were 12 children, including my own son, agreed with my idea and ready to run the independent schooling. Together with these 12 households we started this schooling and we agreed to name this schooling after SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah. Alternative refers to in-expensive and quality education. Low-price has always been the poor people’s preference (the alternative, and quality is the rich people’s preference (the alternative). So, anything cheap and good must be the preferred alternative for everyone. Qaryah Thayyibah was taken from the name of a farmer union. Qaryah Thayyibah, which means advanced village, could fit and represent our dream that this schooling will lead our village to become an empowered village. This is unique, because the name Qaryah Thayyibah which sounds very Islamic and very Arabic was actually a “gift” from Mr. Raymond Toruan, who is a Catholic and of Batak descent. 
Practically we had only a week to execute that spontaneous idea into a real school, because we didn’t want to be behind academic schedule, issued by Depdiknas (or national education authority); it was 3rd Monday of July. To be precise, it was July 21st, 2003. On that day we started the class.
Utilizing whatever we have, including a small room in my house, the class began. Even the teachers were my friends from the  farmer organization.
Because of our various limitations, we delegated the decision making of most issues to children, such as when parents wished their children to wear uniform (most of parents think that a school should have school uniform, so it won’t look out of control), we made it a common decision, but we fully entrust children to make any decision on its style, color, and model. Finally, we found that this kind of entrustment could genuinely improve children’s creation, innovation and imagination.
We use anything that is currently available as the learning media. We didn't start it by making up new things. When we discussed on improving learning media, we decided to put computer as our first priority. We seek any information about the price, and we knew that it cost one million rupiahs. Then we converted the amount into our financing capacity; it fit well with most children’s daily allowance. We tried to calculate how much money parents give to their junior-high-school age children. The answer we got, parents give at least (for the poorest) 3.000 rupiahs everyday to their children. For children who went to school down town, that amount of money would end only for public transportation and snacks.
Then, we managed the  Rp 3,000  by redistributing it further. Rp 1000 for saving computer, 1000 for usual savings and 1000 for food. If the price of a computer is one million,  meanwhile,  saving computer only 1000 hence 1000 days which will come we can have a computer. it has not been 1 year and we have already collected 4 million, and apparently after we try asking the price of a computer, there was an offer for a second hand P 2 computer with the price of Rp 750000 per unit. Therefore for 12 units we would need Rp 9 million. Since we already have 4 million, we try searching for a loan of 5 million. After earning the loan we to bought those computers so that each child can bring a computer to their homes and the saving of 1000 rupiah still continue only the name is changed to become instalment.
The remaining 1000, after being collected can be used by the children for guitars, a set of English languange learning tapes from BBC, and a pair of English-Indonesia/Indonesia-English dictionary by Hasan Sadili-John McEchols.
The other 1000 is used for food. We still divide them, the 500 rupiah for filling food such as 'arem-arem', gemblong and others, and the other 500 rupiah we bought fresh milk. The price of fresh milk at the time was Rp 1200. Because there are 12 children and one litre can be used for 4 glasses then the total is Rp 3600. The remaining amount of Rp 2400 we used to buy honey.
Hence with only Rp 3000 that is equivalent to the allowance of the poorest children that goes to school downtown, children in Qaryah Thayyibah an have a computer, a set of English language learning tools with the dictionary, a guitar, and can drink milk with honey every day.
Then, the school "joined" the SLTP Terbuka (or open junior high school program), and automatically fall under the supervision of SLTPN 10 Salatiga. To be honest, the children really disliked the supervisor school. Because the Children knew, and that is a true fact, that the supervisor school had the lowest rating among others in Salatiga City. But, because it had been chosen by local authority to be the only institution to run SLTP Terbuka, we had no choice but to be attached to SLTPN 10, as TKBM (or self-support tuition point) SLTP Terbuka, with the name Qaryah Thayyibah (QT).
Since the first time we joined SLTP Terbuka, there was irresolvable “clash”. The SLTPN 10 as the parent school, refuse the “Alternative” labeling, while we insisted to put “Alternative” as part of this school name. They always call us TKBM QT, while we insisted with SLTP Alternatif QT. Actually, we had proposed the term TKBM “SLTP Alternatif QT” as a solution, but they refused it.
Conflict was also involved in other cases. Because SLTPN 10 thought they have rights to direct us, and, on the contrary, we practiced “liberating” education, conflict was unavoidable on many issues. We often send back exam sheet to the parenting school, as we founded misleading questions in it. Once, for example, student was asked in Civic exam to fill blank spaces, while the question was, “The independence of Indonesia was achieved after …and….” The right answers according to the answer key were collective and cooperative spirit. So, if any student fills it with founding father efforts and God’s will, the student would be considered as stupid, because his answers don’t match with the answer key.
The conflict climax was on 3rd semester (after 1.5 years running). We declared to stop any relationship with the parenting school or to quit SLTP Terbuka system. We want to move to PLS (or non-formal education program) which we believe to be more flexible. We went to Diknas (or local authority for education program) to ask for approval. Basically they agreed, but we have to complete the 3 grades/academic years (to graduate SLTP beforehand). So, practically we didn’t have any “parents” during the time (for 1.5 years). We have quit SLTP Terbuka, but we haven’t officially joined PLS. However in the meantime, children’s creativity was surprisingly all out. Children produced so many works; we even communicated directly with Ditjend PLS (or national authority for non-formal education program). That’s why the head of Diknas Salatiga offered me to register all QT students to SNBI (or international standard class) of SMAN 1 Salatiga. I was so proud to hear the offer. Why not, SMAN 1 was the most favorite high school of all SMA in Salatiga; moreover, SNBI was just opened a year before.
But the story had different end. Children’s creativity was getting intense, that they decided to end their SLTP period by presenting final work. Then they asked about any term which refers to academic final work. What is term paper, what is thesis and what is dissertation? After we gave explanation, they chose to call their final work as dissertation. Because of deep engagement on their dissertation, they didn’t let anyone and anything whatsoever distracting their attention. Unfortunately, even National Exam shouldn’t be a distraction, so they decided to miss the National Exam. By this case, we were really shocked, because just before that, we were so happy to hear that our student had privileged chances to go to SMAN 1 Salatiga. For once, we regretted why we should give unconditional freedom to children. Ok, whatever happens we will keep supporting children’s decision: we tried to hide our disappointment and told them that if it was their decision, we would keep supporting them. About academic certificate, we could arrange it ourselves or if needed, we could even ask proofs to some professors.
Then, suddenly, there were 3 students who decided to do National Exam; they are Izza, Fina, and Kana, who later call their group as Zafika. Their decision surprised the rest of the children. They were called as traitors, because they had agreed to miss National Exam. Zafika defended them selves by saying that they have rights to decide anything of their own interest. Zafika protested, why they should be left out? Finally all children got together and could understand it because there was a clear reason that their dissertation would be about National Exam, so Zafika needed to follow the exam (for participatory research).
Zafika finally did National Exam and also wrote about it. They did the exam and the research at the same time. Zafika really kept their promise. Right after they finished the exam, they finished their report as well. The resume of their report surprised the public when it was published on the national paper titled, “Should National Exam be abolished?”  The complete work was finally published by national publisher, titled “It’s groovier without National Exam”.
Passing the “National Exam” case, children got more self-confident and their courage was getting intense, so they took initiative to establish a High School without any intervention from anyone or anywhere except the support we are supposed to give. Finally, Zafika and friends founded a “high school”, named SMU Qaryah Thayyibah. SMU is not a short form of Sekolah Menengah Umum (or regular high school), but Sekolah Menengah Universal (or universal high school).

KUNJUNGAN KE PERPUSTAKAAN ISLAM KARTOPURAN


PERPUSTAKAAN ISLAM KARTOPURAN
VOICE OF WONOGIRI. Selasa tanggal 7/8/012, MasKatnoGiri berkunjung ke Perpustakan Islam Kartopuran. Kunjungan ini merupakan Memorial Visiting, karena beberapa puluh tahun yang lalu sebelum MasKatnoGiri  menikah, dia sering bersinggah untuk sekedar istirahat  sambil baca-baca buku. Kini  MasKatnoGiri sudah memiliki 4 anak  ternyata  mempengaruhi frekuensi kunjungan tempat tempat baca-baca buku.
INGIN TAHU  TENTANG PERPUSTAKAAN ISLAM KARTOPURAN
 Perpustakaan Islam Kartopuran  peneyedia buku-buku  Islam kuno, kini semakin berbenah karena telah dilengkapi juga dengan buku-buku baru bahkan sudah ada HOTSPOT  bagi yang hoby online. Tempat  ini merupakan  tempat yang menarik bagi penggemar baca buku. Tempat ini adalah  termasuk salah satu perpustakaan Islam paling kuno di Solo setelah Perpustakaan Mangkunegaran,  kata pengelola perpustakaan Mas Agus bahwa perpustakaan ini berdiri sejak tahun 1952. Lokasi yang mudah di jangkau dan tergolong sepi perpustakaan ini menjadi semakin memiliki daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Tepatnya di timur lapangan Kartopuran atau Jl. Kartopuran no 241 A Surakarta sekitar 5 menit perjalanan dengan sepeda motor dari Matahari dept store Singosaren

Di liburan seperti bulan puasa ini,  terlihat bahwa ada peningkatan jumlah pengunjung. Koran harian adalah yang paling  banyak dibaca oleh pengunjung. Mungkin salah satu penyebab dari  sedikitnya pengunjung adalah kekurangan variasi atau jumlah bacaan, maka bagi sukarelawan bisa menyumbangkan buku-bukunya yang masih layak dibaca, Insya Allah mendapat pahala yang melimpah. Bagi yang minat menyumbangkan bukunya langsung menghubungi Mas Agus (081329009333) atau Mas Thohir (HP 085728661975/0271634341). Melalui mereka berdua dengan penuh semanagat akhirnya Perpustakaan ini tetap eksis.

SESAL KEMUDIAN TAK ADA GUNANYA Oleh MasKatnoGiri

SESAL KEMUDIAN TAK ADA GUNANYA  Oleh MasKatnoGiri

Sering kita jumpai  perilaku orang lain bahkan kita juga melakukan hal-hal  yang  hampir sama dilakukan orang lainn tersebut. Apa itu? Tindakan kebodohan.

Tindakan kebodohan dilakukan tentu karena tanpa pertimbangan akal sehat dan cerdas. Kalau dalam istilah jawa NGGUGU  SAKAREPE DEWE. Ini pun bisa dilakukan setiap orang. Tindakan-tindakan kebodohan bila sering  dilakukan karena jauhnya nilai-nilai keilmuan tentu akan berbahaya. Kita sebagai pelaku akan menerima dampaknya, dampaknya antara lain:

1.Allah s.w.t akan menutup hati kita sehingga hati kita tidak sensitif lagi terhadap kebaikan, karena kalau kebodohan-kebodohan  yang sering dilakukan  oleh kita maka kia dikeendalikan setan.
2. Indikasi harga diri kita akan jatuh tersungkur, karena pada hakikatnya kebodohan adlah kunci kesesatan dan kejatuhan  harga diri. Kejatuhan kiat  penyebab utamanya adalh diri kita sendiri.
3.Hilangnya rasa malu. Kalau kita sudah tidak peduli  tentang apa itu  keilmuan dan kebaikan, akhirnya lama-lama rasa malu itu akan  lenyap pada diri kita.
4. Hilangnya kebahagiaan. Sumber kebahagiaan hakiki adalah  keilmuan dan kebaikan. Siapa yang terus menerus berusaha menjadi orang yang baik landasanya adalah ilmu  dari Allah s.w.t .  Tentu  bagi mereka  yang berilmu layak menjadi bahagia.