DAFTAR LABELKU (klik saja jangan ragu-ragu)

Senin, 20 Agustus 2012

20 M MAGAL (MANUSIA GAGAL) DI BULAN RAMADLAN-SYAWAL

Menjadi manusia gatal tidak masalah, menjadi manusia gagal jangan donk. Setiap manusia punya hak yang sama menjadi manusia sukses baik ruhani maupun jasmani, baik dunia dan akherat. Menjadi manusia sukses jauh lebih bahagia, maka jangan biarkan kita hidup sengsara.

Bulan ramadlan adalah kesempatan awal untuk meraih kesuksesan jangka panjang. Ramadaln berarti kesempatan untuk menjdai brilian. karena ramadlan adalah bulan pembelajaran, agar kita menjadi manusia tangguh, sungguh -sungguh jujur,amanat, peduli, hati-hati, bijak, dan kosisiten dll.. Memang untuk sukses dunia akherat tidak perlu modal uang besar  cukup modal yang tertulis tadi.

Untuk menjadi suskses pra atau pasca ramadlan perlu  memiliki pemahaman. 20M sangat berpengaruh terhadap  ketidakberhasilan seseorang :

20 M tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memiliki motivasi rendah dalam menyambut ramadlan
Misalnya tidak tumbuh keinginan melatih bangun malam dengan shalat tahajjud. Begitupun tidak melakukan puasa sunnah Syaban, sebagaimana telah disunnahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam. Dalam hadits Bukhari dan Muslim, dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Syaban.”
2. Mengulur-ulur shalat fardhu.
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan kecuali orang-orang yang bertaubat dan beramal shalih” (Maryam: 59).
Menurut Said bin Musayyab, yang dimaksud dengan tarkush-shalat (meninggalkan shalat) ialah tidak segera mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya menjalankan shalat zhuhur menjelang waktu ashar, ashar menjelang maghrib, shalat maghrib menjelang isya, shalat isya menjelang waktu subuh serta tidak segera shalat subuh hingga terbit matahari. Orang yang bershiyam Ramadhan sangat disiplin menjaga waktu shalat, karena nilainya setara dengan 70 kali shalat fardhu di bulan lain.
3. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.
Termasuk di dalamnya menjalankan ibadah shalatul-lail. Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah merupakan ciri orang yang shalih.
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami” (Al-Anbiya:90).
Dan hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya. (Hadits Qudsi)
4. Mencintai  gemerlapnya dunia tanpa pertimbangan akhirat.
Cinta dunia  dampaknya terlalu kikir.Takut rugi jika mengeluarkan banyak infaq dan shadaqah adalah tandanya. Salah satu sasaran utama shiyam agar manusia mampu mengendalikan sifat rakus pada makan minum maupun pada harta benda, karena ia termasuk sifat kehewanan (Bahimiyah). Cinta dunia serta gelimang kemewahan hidup sering membuat manusia lupa akan tujuan hidup sesungguhnya.
5. Malas membaca Al-Qur’an.
Ramadhan juga disebut Syahrul Qur’an, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an. Orang-orang shalih di masa lalu menghabiskan waktunya baik siang maupun malam Ramadhan untuk membaca Al-Qur’an. Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan Al-Qur’an (HR Baihaqi).
Ramadhan adalah saat yang tepat untuk menimba dan menggali sebanyak mungkin kemuliaan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini harus nampak berlanjut setelah Ramadhan pergi, sebagai tanda keberhasilan latihan di bulan suci.
6. Mudah mengumbar amarah.
Ramadhan adalah bulan kekuatan. Nabi Saw bersabda : “Orang kuat bukanlah orang yang selalu menang ketika berkelahi. Tapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menguasai diri ketika marah.”
Dalam hadits lain beliau bersabda : “Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
7. Melakukan dusta dan berkata sia-sia
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta perbuatan Az-Zur, maka Allah tidak membutuhkan perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka tiada hajat bagi Allah padahal dia meninggalkan makan dan minumnya” (HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Kesempatan Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk mengatur dan melatih lidah supaya senantiasa berkata yang baik-baik. Umar ibn Khattab Ra berkata : Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan tutur kata yang sia-sia (Al Muhalla VI: 178).
8. Memutuskan tali silaturrahim.
Ketika menyambut datangnya Ramadhan Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa menyambung tali persaudaraan (silaturrahim) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya”. Puasa mendidik pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan tali cinta.
Pelaku shiyam jiwanya dibersihkan dari kekerasan hati dan kesombongan, diganti dengan perangai yang lembut, halus dan tawadhu. Apabila ada atau tidak adanya Ramadhan tidak memperkuat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan, itu tanda kegagalan.
9. Menyia-nyiakan waktu.
Al-Qur’an mendokumentasikan dialog Allah SWT dengan orang-orang yang menghabiskan waktu mereka untuk bermain-main. Allah bertanya : “Berapa tahunkan lamanya kamu tinggal di bumi ?.” Mereka menjawab : “Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari. Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman : “Kamu tidak tingal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. “Maka apakah kamu mengira sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami ?. Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang mempunyai Arsy yang mulia” (Al-Mu’minun: 112-116).
Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai atas karunia waktu dengan melakukan perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu selama Ramadhan semestinya membekas kuat dalam bentuk cinta ketertiban dan keteraturan.
10. Menjalani hidup dengan keraguan
Labil alias perasaan gamang, khawatir, risau, serta gelisah dalam menjalani hidup juga tanda gagal Ramadhan. Pesan Rasulullah SAW : ‘Sesungguhnya telah datang bulan Ramadhan yang penuh berkah. Allah telah memfardhukan atas kamu berpuasa di dalamnya. Dibuka semua pintu surga, dikunci semua pintu neraka dan dibelenggu segala syetan. Di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tiada diberikan kebajikan malam itu, maka sungguh tidak diberikan kebajikan atasnya’ (HR Ahmad, Nasa’i, Baihaqi dari Abu Hurairah)
Bila seseorang meraih berkah bulan suci ini, jiwanya mantap, hatinya tenteram, perasaannya tenang dalam menghadapi keadaan apapun.
11. Mensyiarkan Islam dengan kemalasan
Salah satu ciri utama alumnus Ramadhan yang berhasil ialah tingkat taqwa yang meroket. Dan setiap orang yang ketaqwaannya semakin kuat ialah semangat mensyiarkan Islam. Berbagai kegiatan amar ma’ruf nahiy munkar dilakukannya, karena ia ingin sebanyak mungkin orang merasakan kelezatan iman sebagaimana dirinya. Jika semangat ini tak ada, gagal lah Ramadhan seseorang.
12. Mengkhianati  amanah.
Shiyam adalah amanah Allah yang harus dipelihara (dikerjakan) dan selanjutnya dipertanggung-jawabkan di hadapan-Nya kelak. Shiyam itu ibarat utang yang harus ditunaikan secara rahasia kepada Allah.
Orang yang terbiasa memenuhi amanah dalam ibadah sir (rahasia) tentu akan lebih menepati amanahnya terhadap orang lain, baik yang bersifat rahasia maupun yang nyata. Sebaliknya orang yang gagal Ramadhan mudah mengkhianati amanah, baik dari Allah maupun dari manusia.
13. Motivasi hidup rendah dalam berjama’ah
Frekuensi shalat berjama’ah di masjid meningkat tajam selama Ramadhan. Selain itu, lapar dan haus menajamkan jiwa sosial dan empati terhadap kesusahan sesama manusia, khususnya sesama Muslim. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjama’ah, yang saling menguatkan.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam saatu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh” (Ash-Shaf: 4). Ramadhan seharusnya menguatkan motivasi untuk hidup berjama’ah.
14.  Mengandalkan makhluk  dengan pertimbangan nafsu
Hawa nafsu dan syahwat yang digembleng habis-habisan selama bulan Ramadhan merupakan pintu utama ketergantungan manusia pada sesama makhluk. Jika jiwa seseorang berhasil merdeka dari kedua mitra syetan itu setelah Ramadhan, maka yang mengendalikan dirinya adalah fikrah dan akhlaq. Orang yang tunduk dan taat kepada Allah lebih mulia dari mereka yang tunduk kepada makhluk.
15. Malas membela dan menegakkan kebenaran.
Sejumlah peperangan dilakukan kaum Muslimin melawan tentara-tentara kafir berlangsung di bulan Ramadhan. Kemenangan Badar yang spektakuler itu dan penaklukan Makkah (Futuh Makkah) terjadi di bulan Ramadhan. Di tengah gelombang kebathilan dan kemungkaran yang semakin berani unjuk gigi, para alumni akademi Ramadhan seharusnya semakin gigih dan strategis dalam membela dan menegakkan kebenaran. Jika bulan suci ini tidak memberi bekal perjuangan baru yang bernilai spektakuler, maka kemungkinan besar ia telah meninggalkan kita sebagai pecundang.
16. Menjauhi kaum dluafa’
Kasih sayang teradap kaum miskin adalh pribadi rasulullah. Ramadlan adalh syahru Rahmah, Bulan Kasih Sayang adalah nama lain Ramadhan, karena di bulan ini Allah melimpahi hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Shiyam Ramadhan menanam benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di kalangan masyarakat. Faqir miskin, anak-anak yatim dan mereka yang hidup dalam kemelaratan. Rasa cinta kita terhadap mereka seharusnya bertambah.
17. Memaknai akhir Ramadhan tanpa evaluasi diri dan mohon ampun kepada Allah s.w.t
Khalifah Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan seluruh rakyatnya supaya mengakhiri puasa dengan  evaluasi diri, memperbanyak istighfar dan memberikan sadaqah, karena istighfar dan sadaqah dapat menambal yang robek-robek atau yang pecah-pecah dari puasa. Menginjak hari-hari berlalunya Ramadhan, mestinya kita semakin sering melakukan muhasabah (introspeksi) diri.
“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-Hasyr: 18).
18.  Menyibukkan diri pada fokus Lebaran.
Kebanyakan orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan logistik menjelang Iedul Fitri. Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting yang menentukan nilai akhir kita di mata Allah dalam bulan mulia ini. Menjadi pemenang sejati atau pecundang sejati.
Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih akan berpisah dengan bulan mulia ini.
19.  Menganggap Idul Fitri  sebagai  hari kebebasan.
Secara harfiah makna Iedul Fitri berarti ‘hari kembali ke fitrah’. Namun kebanyakan orang memandang Iedul Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari penjara Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah Ramadhan meninggalkannya, ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul Fitri seharusnya menjadi hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi Allah secara lebih profesional.
20. Melakukan banyak kesia-siaan.
Banyak oeang menghabiskan Lebaran justru untuk kesia-siaan,  uang untuk sia-sia, waktu habis tanpa makna, ibadah di sepelekan hanya untuk sia-sia

STANDAR KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH

STANDAR KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH

NO. DIMENSI KOMPETENSI KOMPETENSI
1 Kepribadian 1.1 Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhalak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.
1.2 Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.
1.3 Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.
1.4 Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
1.5 Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah.
1.6 Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
2 Manajerial 2.1 Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
2.2 Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.
2.3 Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.
2.4 Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.
2.5 Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
2.6 Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
2.7 Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
2.8 Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah.
2.9 Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaa peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.
2.10 Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
2.11 Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien.
2.12 Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah.
2.13 Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
2.14 Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.
2.15 Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.
2.16 Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
3 Kewirausahaan 3.1 Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
3.2 Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.
3.3 Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah.
3.4 Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.
3.5 Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.
4 Supervisi 4.1 Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
4.2 Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
4.3 Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
5 Sosial 5.1 Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah.
5.2 Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
5.3 Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.


MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO

Minggu, 19 Agustus 2012

MENUJU SEHAT KARENA BERIMAN KEPADA ALLAH

WONOGIRI, VOICE OF WONOGIRI. (VOW). Apakah anda ingin  sehat? Jika iya maka berimanlah kepada Allah s.w.t. Orang yang beriman disayang Allah s.w.t, mungkin itulah sebabnya kemudian orang yang beriman juga memiliki kondisi kesehatan yang baik demikian salah satu pernyataanj yang ditulis oleh detik health. Nyatanya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki keyakinan dan keimanan yang teguh juga memiliki kondisi fisik yang lebih prima.

"Keyakinan terhadap agama bisa mengurangi stres, depresi, dan meningkatkan kualitas hidup," kata Dr Harold G. Koenig, profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Duke University Medical Center seperti dilansir Medpagetoday.com, Minggu (19/8/2012).

Data sebuah penelitian yang dimuat American Journal of Health Promotion tahun 2005 menyimpulkan bahwa orang yang banyak berdoa lebih banyak mendapat manfaat kesehatan dengan cara menerapkan perilaku yang sehat, menjalankan antisipasi terhadap penyakit dan lebih puas terhadap pelayanan kesehatan.

Sebuah penelitian tahun 2006 yang dimuat British Medical Journal juga menemukan bahwa kehadiran dalam sebuah acara keagamaan ternyata berkaitan dengan penurunan risiko penyakit menular.

Menurut Koenig, adanya keyakinan beragama dan kegiatan spiritual berhubungan dengan risiko penyakit atau gangguan kesehatan yang lebih rendah, misalnya stres, penyakit kardiovaskular, tekanan darah, reaktivitas kardiovaskular, gangguan metabolisme serta dapat menjamin keberhasilan operasi jantung. Namun di sisi lain, Koenig juga memperingatkan bahwa cara kerja Tuhan ini tidak dapat diukur dengan cara dan metode apapun.

"Saya percaya bahwa doa efektif, tapi tidak berfungsi secara ilmiah dan tidak dapat diprediksi. Tidak ada alasan ilmiah atau teologis atas setiap efek dari keyakinan yang dapat dipelajari atau didokumentasi, seolah-olah Tuhan adalah bagian dari alam semesta yang dapat diprediksi. Ilmu pengetahuan tidak dirancang untuk membuktikan hal-hal yang supranatural," kata Koenig.

Selain itu, keyakinan terhadap agama juga telah dikaitkan dengan umur panjang, perkembangan penyakit kognitif yang lebih lambat dan penuaan yang sehat. Senada dengan Koenig, dr Robert A. Hummer, profesor sosiologi di University of Texas di Austin yang berfokus pada hubungan antara agama dan rendahnya risiko kematian juga memiliki pendapat yang sama.

Hummer merujuk sebuah penelitian yang melacak beberapa orang berusia 51 - 61 tahun selama 8 tahun untuk mendokumentasikan tingkat ketahanan hidupnya. Penelitian tersebut menemukan bahwa peserta yang tidak menghadiri acara keagamaan sama sekali memiliki kemungkinan 64 persen lebih tinggi mengalami kematian dibandingkan orang yang sering beribadah.

Yang terakhir, kenapa kita-ragu-ragu terhadap Allah s.w.t. Padahal jelas  IMAN KUNCI AMAN

SIKAP KITA SETELAH RAMADHAN BERLALU Penulis: Muhammad Al-Jabiri



SIKAP KITA SETELAH RAMADHAN BERLALU
 Penulis: Muhammad Al-Jabiri
Terjemah : Muhammad Iqbal Ghazali
Editor : Eko Abu Ziyad
SIKAP KITA SETELAH RAMADHAN BERLALU

          Wahai saudaraku, berikut ini adalah bebderapa sikap setelah Ramadhan berlalu

Sikap pertama:
          Hari-hari Ramadhan telah berlalu dan malam-malamnya telah pergi
Ramadhan telah selesai dan pergi untuk kembali lagi di tahun depan.     Ramadhan telah berlalu, bulan puasa dan shalat malam, bulan ampunan dan rahmat.
          Ramadhan telah berlalu, seolah-olah ia tidak ada.
          Wahai Ramadhan, apakah amal ibadah yang kusimpan padamu, apakah yang telah kutulis padamu dari rahmat (kasih sayang).
Ramadhan telah berlalu, di hati orang-orang shalih terasa kepedihan yang mendalam dan di dalam jiwa orang-orang abrar bagaikan terbakar.
          Bagaimana tidak demikian, pintu-pintu surga ditutup kembali dan pintu-pintu neraka dibuka kembali, serta jin-jin yang nakal dilepas kembali setelah Ramadhan.
          Ramadhan telah berlalu, andaikan aku tahu siapakah yang diterima (amal ibadahnya) maka kami memberikan ucapan selamat kepadanya, dan siapakah yang ditolak (amal ibadahnya) maka kami mengucapkan ta'ziyah kepadanya.
          Ramadhan telah berlalu, bagaimana setelah Ramadhan?
          Salafus shahih dari umat ini menjalani kehidupan di antara rasa takut dan harap.
          Mereka bersungguh-sungguh dalam beribadah, maka apabila (Ramadhan) telah berlalu, salah seorang dari mereka merasakan kesedihan: Apakah Allah I menerima hal itu darinya ataukah menolaknya. Inilah keadaan salafus shalih, bagaimanakah keadaan kita?
          Demi Allah, sesungguhnya keadaan kita sangat aneh dan mengherankan.
          Maka demi Allah, shalat kita tidak seperti shalat mereka, puasa kita tidak seperti puasa mereka, sedakah kita tidak seperti sedakah mereka, dan zikir kita tidak seperti zikir mereka?
          Sungguh mereka bersungguh-sungguh dalam beramal, sempurna dan sangat baik. Kemudian setelah (Ramadhan) berlalu, salah seorang dari mereka merasa khawatir Allah I tidak menerima amal ibadahnya.
          Dan salah seorang dari kita sedikit beribadah, tidak mantap dan tidak sempurna. Kemudian ia berlalu dan kondisinya seolah-olah ia sudah mendapat jaminan diterima dan masuk surga.
          Wahai saudaraku, kamu harus hidup di antara rasa khauf (khawatir/takut) dan raja` (berharap). Apabila engkau teringat kekuranganmu dalam puasa dan shalat, engkau merasa khawatir Allah I tidak menerima amal ibadahmu. Dan apabila engkau memandang keluasan rahmat Allah I, dan sesungguhnya Allah I menerima sedikit dan memberi yang banyak atasnya, engkau berharap bahwa Allah I menerimamu bersama orang-orang yang diterima.

Sikap kedua:
          Sesungguhnya bagi segala sesuatu ada tandanya, dan para ulama menyebutkan bahwa di antara tanda diterimanya amal kebaikan bahwa hamba meneruskannya dengan amal kebaikan lainnya. Maka bagaimana keadaanmu setelah Ramadhan? Apakah engkau telah lulus dari sekolah taqwa di bulan Ramadhan lalu jadilah engkau termasuk orang-orang yang bertaqwa. Apakah engkau telah lulus dari bulan Ramadhan, sedangkan engkau tetap punya semangat untuk terus bertaubat dan istiqamah?
          Apakah kondisimu menjadi lebih baik setelah Ramadhan dari pada sebelum Ramadhan?
          Jika engkau seperti itu, maka pujilah Allah I. Dan jika tidak demikian, maka tangisilah dirimu wahai si miskin, kemungkinan amal ibadahmu tidak diterima, dan bisa jadi engkau termasuk orang-orang terhalang (dari rahmat), sedangkan engkau tidak mengetahui.
         
Pendirian yang ketiga:
Pembagian manusia setelah Ramadhan:
          Setelah Ramadhan, manusia terbagi menjadi beberapa golongan:
Pertama: golongan yang tetap berada di atas kebaikan dan taat, maka tatkala bulan Ramadhan tiba, mereka menyingsingkan lengan baju mereka, melipat gandakan kesungguhan mereka, dan menjadikan Ramadhan sebagai ghanimah Rabbaniyah (harta rampasan perang karunia Allah I) dan pemberian ilahiyah, memperbanyak kebaikan, menyongsong rahmat, menyusul yang terlewati, semoga ia mendapatkan anugerah. Maka tidaklah Ramadhan berlalu kecuali mereka telah memperoleh bekal yang besar, kedudukan mereka menjadi tinggi di sisi Allah I, kedudukan mereka bertambah tinggi di surga dan semakin jauh dari neraka.
          Mereka menyadari bahwa tidak ada acara santai bagi mereka kecuali di bahwa pohon thuba (surga), maka mereka mengerahkan jiwa ini di dalam taat.
          Mereka menyadari  sesungguhnya amal shalih tidak hanya terbatas di bulan Ramadhan, maka kamu tidak melihat mereka kecuali puasa satu kaum. Mereka selalu puasa enam hari di bulan Syawal, puasa hari Kamis dan Senin serta pada hari-hari putih. Air mata selalu membasahi pipi mereka di tengah malam, dan di waktu sahur istighfar mereka melebihi orang-orang yang penuh dosa. Mereka hidup di antara rasa khauf (khawatir/takut) dan raja` (mengharap), dan kondisi mereka adalah seperti yang difirmankan Allah I:
وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَا آتوا وَقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُوْنَ
(Dan orang-orang yang memberikan apa yang mereka …dan hati mereka selalu merasa takut bahwa mereka akan kembali kepada Rabb-mereka).
Dan di dalam as-Sunan, dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: 'Rasulullah r membaca ayat ini, lalu aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah mereka orang-orang yang mencuri, berzinah, meminum arak, dan mereka takut kepada Allah I.' Rasulullah r bersabda:
لاَ يَابْنَةَ الصَّدِّيْقِ, وَلكِنَّهُمْ قَوْمٌ يُصَلُّوْنَ وَيَصُوْمُوْنَ وَيَتَصَدَّقُوْنَ وَيَخَافُوْنَ أَنْ يَرُدَّ اللهُ عَلَيْهِمْ ذلِكَ.
 'Tidak wahai putri ash-Shiddiq, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang selalu puasa, shalat, bersedakah, dan merasa takut Allah I tidak menerima semua itu.'
Merekalah orang-orang yang diterima. Merekalah orang-orang yang terdahulu (Sabiquun). Merekalah orang-orang yang memerdekakan jiwa mereka dan putih catatan amal ibadah mereka. Maka sangatlah beruntung, kemudian sangat beruntung bagi mereka.

Kedua: golongan kedua: Golongan yang sebelum Ramadhan berada dalam kelalaian, lupa, dan bermain. Maka tatkala tiba bulan Ramadhan, mereka tekun beribadah, puasa dan shalat, membaca al-Qur`an, bersedekah, air mata mereka berlinang, dan hati mereka khusyu', akan tetapi setelah Ramadhan berlalu mereka kembali seperti semula, kembali kepada kelupaan mereka, kembali kepada dosa mereka.
Maka kita katakan kepada mereka:
Barangsiapa yang menyembah Ramadhan maka Ramadhan lebih mati dan barangsiapa yang menyembah Allah I maka sesungguhnya Allah I Maha Hidup dan tidak pernah mati. Sesungguhnya Yang menyuruhmu beribadah di bulan Ramadhan Dia-lah yang menyuruhmu beribadah di luar bulan Ramadhan.
Wahai hamba Allah:
          Wahai orang yang kembali kepada dosa-dosamu, maksiatmu, dan kelalaianmu: perlahanlah sebentar, berfirlah sejenak.
Bagaimana engkau kembali kepada keburukan, dan bisa jadi Allah I telah membersihkan engkau darinya.
Bagaimana engkau kembali kepada perbuatan maksiat, kemungkinan Allah I telah menghapusnya dari catatan amal perbuatanmu.
Wahai hamba Allah:
          Apakah Allah I memerdekakan engkau dari neraka lalu engkau kembali kepadanya. apakah Allah I memutihkan  catatan amalmu dari segala dosa dan engkau kembali menodainya?
Wahai hamba Allah:
          Aaah, andaikan engkau mengetahui, maksiat apakah yang engkau terjerumus di dalamnya. Aaah, andaikan engkau mengetahui, bala apakah yang menimpamu. Sungguh telah mengganti kedekatakan menjadi jauh, kecintaan menjadi kebencian.
Wahai hamba Allah:
          Hati-hatilah, janganlah engkau menjadi seperti wanita yang menghancurkan tenunannya setelah menjadi kuat.
          Janganlah engkau menghancurkan sesuatu yang telah engkau bangun. Janganlah engkau menodai sesuatu yang telah engkau putihkan. Janganlah engkau kembali kepada kelupaan dan maksiat. Demi Allah, sesungguhnya engkau tidak membahayakan kecuali kepada dirimu sendiri.
          Wahai hamba Allah, sesungguhnya engkau tidak mengetahui kapan engkau meninggal dunia, engkau tidak mengetahui kapan engkau meninggalkan dunia.
          Maka hati-hatilah bahwa kematian mendatangimu, sedangkan engkau telah kembali kepada perbuatan dosa dan maksiat. Ingatlah:
إِنَّ اللهَ لاَيُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتىَّ يُغَيِّرُوْا مَا بِأَنْفِسِهِمْ
 (Sesungguhnya Allah I tidak merubah suatu kaum sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka).
Maka rubahlah keadaanmu, tinggalkanlah dosa-dosamu, menghadaplah kepada Rabb-mu I sehingga Allah I menghadap kepadamu.

Ketiga: golongan ketiga: golongan yang datang dan perginya Ramadhan, kondisi mereka sama seperti keadaan mereka sebelumnya. Tidak ada sesuatu pun yang berubah dari mereka. Tidak ada perkara yang berganti. Bahkan, kemungkinan dosa mereka bertambah, kesalahan mereka menjadi lebih besar, catatan amal mereka bertambah hitam, dan leher mereka bertambah menyala ke neraka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar merugi.  Mereka hidup seperti kehidupan binatang. Mereka tidak mengenal untuk apa mereka diciptakan, terlebih-lebih mengenal kebesaran dan kehormatan Ramadhan. Sungguh, aku mendengar –demi Allah- salah seorang dari mereka bersenang-senang dan terang-terangan tidak puasa di siang hari bulan Ramadhan. Untuk golongan seperti ini tidak ada daya kecuali mendoakan mereka agar bertaubat yang nashuh, taubat yang tulus, dan barangsiapa yang bertaubat niscaya Allah I menerima taubatnya.
          Wahai saudaraku, berikut ini beberapa ungkapan salafus shalih dari umat ini, demi Allah, sesungguhnya ucapan mereka sedikit akan tetapi menghidupkan hati. Abu Darda` t berkata: 'Jika salah seorang darimu ingin melakukan safar, bukanlah ia mencari bekal yang cukup untuknya? Mereka menjawab: Tentu. Ia berkata: 'Safar di hari kiamat lebih jauh, maka ambillah yang pantas untukmu. Berhajilah untuk perkara-perkara besar. Berpuasalah di satu hari yang panasnya yang luar biasa untuk panasnya di hari dikumpulkan (hari kiamat). Shalatlah dua rekaat di kegelapan malam untuk bekal di kegelapan kubur. Sedakahlah secara rahasia untuk hari yang berat.'
Al-Hasanul Bashri berkata: Sesungguhnya Allah I menjadikan Ramadhan sebagai arena pertandingan untuk makhluk-Nya, mereka saling berlomba padanya untuk taat kepadanya, maka satu kaum mendahului maka mereka menang, dan yang lain ketinggalan maka mereka rugi. Maka sangat mengherankan pemain yang tertawa di hari yang menang padanya orang-orang yang berbuat baik dan merugi orang-orang yang berbuat batil.'
Ya Allah, jadikanlah apa yang kami katakan sebagai hujjah untuk kami, bukan sebagai malapetaka atas kami.
         
         


           

Sabtu, 18 Agustus 2012

Remaining Steadfast After Ramadhan

Sufyan ibn 'Abdullah radiallahu 'anhu said: "O Messenger of Allah, tell me something about Islam, which I cannot ask anyone else besides you." He said: "Say: 'I believe in Allah' and then be steadfast (upon that)." [Sahih Muslim 38]
The hadith is proof that the servant is obligated, after having iman in Allah, to persevere and be steadfast upon obeying Him by performing the obligatory acts and avoiding the prohibited ones. This is achieved by following the Straight Path, which is the firm Religion without drifting away from it, to the right or to the left.
If the Muslim lives through Ramadhan and spent his days in fasting and his nights in prayer and he accustomed himself to doing acts of good, then he must continue to remain upon this obedience to Allah at all times. This is the true state of the slave, for indeed, the Lord of the months is One and He is ever watchful and witnessing over his servants at all times.
Indeed, steadfastness after Ramadhan and the rectification of one's statements and actions are the greatest signs that one has gained benefit from the month of Ramadhan and striven in obedience. They are tokens of reception and signs of success.
Furthermore, the deeds of a servant do not come to an end with the end of a month and the beginning of another, rather they continue and extend until he reaches death. Allah says:
"And worship your Lord until the certainty (death) comes to you." [Al-Qur'an 15:99]
If the fasting of Ramadhan comes to an end, then indeed the voluntary fasting is still prescribed throughout the entire year. If standing in prayer at night during Ramadhan comes to an end, then indeed, the entire year is a time for performing the night prayer. And if the Zakat ul-Fitr comes to an end, then there is still the Zakah that is obligatory as well as the voluntary charity that lasts the whole year. This goes the same for reciting the Qur'an and pondering over its meaning as well as every other righteous deed that is sought, for they can be done at all times. From the many bounties that Allah has bestowed upon his servants is that He has placed for them many different types of righteous acts and provided many means for doing good deeds. Therefore, the ardor and zeal of the Muslim must be constant and he must continue to remain in the service of his Lord.
It is unfortunate to find that some people perform worship by doing different types of righteous deeds during Ramadhan. They guard strictly upon their five daily prayers in the masjid, they recite the Qur'an a lot and they give in charity from their wealth. But when Ramadhan comes to an end, they grow lazy in their worship. Rather, sometimes they even abandon the obligations, both generally, such as praying in congregation, and specifically, such as praying the fajr prayer.
And they commit forbidden acts such as sleeping over the time of prayers, indulging in places of foolishness and entertainment, and mingling in parks, especially on the day of 'Eid. Obtaining help from these evils is only through the grace of Allah. Thus, they demolish what they have constructed and destroy what they have established. This is an indication of deprivation and a sign of perdition. We ask Allah for His safeguarding and protection.
Indeed, this type of people take the example of turning in repentance and ceasing from committing evil deeds as something specific and restricted to the month of Ramadhan. And they stop doing these (good) acts when the month stops. Thus, it is as if they have abandoned sinning for the sake of Ramadhan, and not out of fear of Allah. How terrible is the state of these people, who do not know Allah, except in Ramadhan!
Truly, the success that Allah grants His servant lies in the fasting of Ramadhan. His assisting him to do that is a great favor, thus the calls for the servant to be grateful to his Lord. This understanding can be found in the statement of Allah after completing the favor of the month of fasting:
"(He wants that you) must complete the same number of days, and that you must magnify Allah (by saying Allahu Akbar) for having guided you, so that you may be grateful to Him." [Al-Qur'an 2:185]
The one who is grateful for having fasted, will remain upon that condition and continue to perform righteous deeds. Verily, the true way of the Muslim is that of one who praises and thanks his Lord for giving him the ability to fast and make qiyam. His condition after Ramadhan is better than it was before Ramadhan. He is more receptive to obey, desiring to do good deeds and quick to enforce the obligatory acts. This is because he has gained benefit from this prominent institute of learning. It is that of one who fears for having his fast not accepted, for indeed Allah only accepts from those who fear Him. The righteous predecessors would struggle to complete and perfect their deeds, hoping afterwards, that it would be accepted and fearing that it would be rejected. From the reports of 'Ali, "Be more concerned with having your deeds accepted than the deed itself. Did you not hear Allah say: 'Verily Allah, only accepts those from those who fear Him. (i.e. possess taqwa).' [Al-Qur'an 5:27]" [Lata'if al-Ma'arif, p. 246]
'A'ishah said: "I asked the Messenger of Allah concerning the ayah: 'And the one who are given what they are given and their hearts tremble with fear.' Are they the ones who drink alcohol and steal?" He said: "No, O daughter of as-Siddiq. Rather, they are the ones who fast and pray and give in charity yet fear that it won't be accepted from them. They are the ones who rush to do good deeds and they are the first to do them." [Sahih Sunan at-Tirmidhi 3/79-80]
So be warned and again be warned of turning backward after having attained guidance of going astray after persevering. And ask Allah to provide you with duration in doing righteous deeds and continuity in performing good acts. And ask Allah that He grant you a good end, so that H

Tips for Brilliant Writing


 Tips for Brilliant Writing

The ways you can start sounding brilliant as the following:
1. Have something to say
This makes writing easier and faster. When you have nothing to say, you are forced to write sentences that sound meaningful but deliver nothing.
Read widely. Take notes. Choose your subjects wisely. Then share your information with readers.
2. Be specific
Consider two sentences:
·         I grow lots of flowers in my back yard.
·         I grow 34 varieties of flowers in my back yard, including pink coneflowers, purple asters, yellow daylilies, Shasta daisies, and climbing clematis.
Which is more interesting? Which helps you see my back yard?
3. Choose simple words
Write use instead of utilize, near instead of close proximity, help instead of facilitate, for instead of in the amount of, start instead of commence.
Use longer words only if your meaning is so specific no other words will do.
4. Write short sentences
You should keep sentences short for the same reason you keep paragraphs short: they’re easier to read and understand.
Each sentence should have one simple thought. More than that creates complexity and invites confusion.
5. Use the active voice
In English, readers prefer the SVO sentence sequence: Subject, Verb, Object. This is the active voice.
For example:
Passive sentences bore people.
When you reverse the active sequence, you have the OVS or passive sequence: Object, Verb, Subject.
For example:
People are bored by passive sentences.
You can’t always use the active voice, but most writers should use it more often.
6. Keep paragraphs short
Look at any newspaper and notice the short paragraphs.
That’s done to make reading easier, because our brains take in information better when it’s broken into small chunks.
In academic writing, each paragraph develops one idea and often includes many sentences. But in casual, everyday writing, the style is less formal and paragraphs may be as short as a single sentence or even a single word.
See?
7. Eliminate fluff words
Qualifying words, such as very, little, and rather, add nothing to your meaning and suck the life out of your sentences.
For example:
It is very important to basically avoid fluff words because they are rather empty and sometimes a little distracting.
Mark Twain suggested that you should “Substitute damn every time you’re inclined to write very; your editor will delete it and the writing will be just as it should be.”
8. Don’t ramble
Rambling is a big problem for many writers. Not as big as some other problems, such as affordable health insurance or the Middle East, which has been a problem for many decades because of disputes over territory. Speaking of which, the word “territory” has an interesting word origin from terra, meaning earth.
But the point is, don’t ramble.
9. Don’t be redundant or repeat yourself
Also, don’t keep writing the same thing over and over and over. In other words, say something once rather than several times. Because when you repeat yourself or keep writing the same thing, your readers go to sleep.
10. Don’t over write
This is a symptom of having too little to say or too much ego.
Put your reader first. Put yourself in the background. Focus on the message.
For example:
You can instantly and dramatically improve your blog writing skills and immediately explode your profits and skyrocket your online success by following the spectacular, simple, and practical tips found in this groundbreaking new free blog post.
11. Edit ruthlessly
Shorten, delete, and rewrite anything that does not add to the meaning. It’s okay to write in a casual style, but don’t inject extra words without good reason.
To make this easier, break your writing into three steps: 1) Write the entire text. 2) Set your text aside for a few hours or days. 3) Return to your text fresh and edit.
None of us can ever be perfect writers, and no one expects us to be. However, we can all improve our style and sound smarter by following these tips and writing naturally.

Quotes on Happines


Quotes on Happines
Do you want to be successful, you must be happy first...and  take these quotes
Most people would rather be certain they're miserable, than risk being happy.
Robert Anthony

But what is happiness except the simple harmony between a man and the life he leads?
- Albert Camus

The best way to cheer yourself up is to try to cheer somebody else up.
Mark Twain

Happiness is when what you think, what you say, and what you do are in harmony.
- Mahatma Gandhi

Action may not always bring happiness, but there is no happiness without action.
- Benjamin Disraeli

Happiness is not a destination. It is a method of life.
Burton Hills

Happiness is that state of consciousness which proceeds from the achievement of one's values.
- Ayn Rand

Nobody really cares if you're miserable, so you might as well be happy.
Cynthia Nelms

Most folks are about as happy as they make up their minds to be.
- Abraham Lincoln

The foolish man seeks happiness in the distance, the wise grows it under his feet.
- James Oppenheim

I don't know what your destiny will be, but one thing I do know: the only ones among you who will be really happy are those who have sought and found how to serve.
- Albert Schweitzer

Happiness depends upon ourselves.
- Aristotle

The road to happiness lies in two simple principles; find what interests you and that you can do well, and put your whole soul into it - every bit of energy and ambition and natural ability you have.
John D Rockefella

Success is not the key to happiness. Happiness is the key to success. If you love what you are doing, you will be successful.
- Albert Schweitzer

Many persons have a wrong idea of what constitutes true happiness. It is not attained through self-gratification but through fidelity to a worthy purpose.
- Helen Keller

You will never be happy if you continue to search for what happiness consists of. You will never live if you are looking for the meaning of life.
- Albert Camus

When you relinquish the desire to control your future, you can have more happiness.
- Nicole Kidman (in The Scotsman)

What sunshine is to flowers, smiles are to humanity. These are but trifles, to be sure; but, scattered along life's pathway, the good they do is inconceivable.
Joseph Addison
Lebaran yang dinanti tinggal beberapa saat lagi. Kumandang takbir mengingatkan kita masa kecil dulu, hari penuh ceria  nan  bahagia.  Lebaran adalh uang fitrah. Uang Fitrah sebenarnya tidak seberapa, namun rasa bangga yang  tiada tara bila kita menerimanya.

Kini aku  sudah semakin tua, anak-anakku empat jumlahnya. Kehidupan mereka jauh  lebih bahagia dari masa kecilku. Kini aku ragi apakah kiehidupan anak-anaku bisa lebih baik dari kehidupanku.

Tiap hari aku berdoa, nantinya mereka bisa hidup bahagia. Kubekali dengan nasihat biar mereka menjadi manusia sholih dan sholihat.


TANGISAN "SELAMAT TINGGAL RAMADLAN 2012 M"

Tangisan itulah yang dirasakan Rasulullah dan para sahabatnya  ketika akan meninggalkan bulan ramadlan. Rasulullah adalah pribadi  yang terpelihara dari dosa, para sahabatnya adalah umat nabi yang terbaik karena sifat mulianya. Mereka semua orang-orang yamg mulia namun merasa diri mereka  belum maksimal dalam beramal di bulan ramadlan.

Kita sebagai manusia biasa yang masih berlumur dosa sering melewatkan ha-hal yang memberikan ampunan dan pahala  luar biasa di bulan ramadlan di tahun ini, kita terlena dengan kehidupan yang menipu. Ramadlan berlalu, kita kehilangan  greget mohon ampunan Allah s.w.t. . Pahala kitapun  tidak  dimaksimalkan. Dan tanpa menyesal atas kelemahan, dan dosa.

Sikap rasulullah s.a.w dan sahabatnya di akhir bulan ramadlan alam  suatu riwayat: “Di malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya.”

Waktu terus bergulir dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari hari ke hari, dari minggu ke minggu…. Rasanya baru kemarin kita begitu bersemangat mempersiapkan diri untuk memasuki bulan Ramadhan, bulan tarbiyah, bulan latihan, bulan Quran, bulan maghfirah, bulan yang penuh berkah. Namun beberapa saat lagi, Ramadhan akan meninggalkan kita, padahal kita belum optimal melaksanakan qiyamul lail kita, belum optimal membaca Al-Quran serta belum optimal melaksanakan ibadah-ibadah lain, target-target yang kita pasang belum semuanya terlaksana. Dan kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih dapat berjumpa dengan Ramadhan berikutnya.

Bagi para salafush shalih, setiap bulan Ramadhan pergi meninggalkan mereka, mereka selalu meneteskan air mata. Di lisan mereka terucap sebuah doa yang merupakan ungkapan kerinduan akan datangnya kembali bulan Ramadhan menghampiri diri mereka.

Orang-orang zaman dahulu, dengan berlalunya bulan Ramadhan, hati mereka mejadi sedih. Maka, tidak mengherankan bila pada malam-malam terakhir Ramadhan, pada masa Rasulullah SAW, Masjid Nabawi penuh sesak dengan orang-orang yang beri’tikaf. Dan di sela-sela i’tikafnya, mereka terkadang menangis terisak-isak, karena Ramadhan akan segera berlalu meninggalkan mereka.

Ada satu riwayat yang mengisahkan bahwa kesedihan ini tidak saja dialami manusia, tapi juga para malaikat dan makhluk-makhluk Allah lainnya.

Dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda, “Di malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya. Ini merupakan musibah bagi umatku.”

Kemudian ada seorang sahabat bertanya, “Apakah musibah itu, ya Rasulullah?”
“Dalam bulan itu segala doa mustajab, sedekah makbul, segala kebajikan digandakan pahalanya, dan siksaan kubur terkecuali, maka apakah musibah yang terlebih besar apabila semuanya itu sudah berlalu?”

Ketika mereka memasuki detik-detik akhir penghujung Ramadhan, air mata mereka menetes. Hati mereka sedih.Betapa tidak. Bulan yang penuh keberkahan dan keridhaan Allah itu akan segera pergi meninggalkan mereka. Bulan ketika orang-orang berpuasa dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah. Bulan yang Allah bukakan pintu-pintu surga, Dia tutup pintu-pintu neraka, dan Dia belenggu setan. Bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya pembebasan dari api neraka. Bulan ketika napas-napas orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada minyak kesturi. Bulan ketika Allah setiap malamnya membebaskan ratusan ribu orang yang harus masuk neraka. Bulan ketika Allah menjadikannya sebagai penghubung antara orang-orang berdosa yang bertaubat dan Allah Ta’ala.

Mereka menangis karena merasa belum banyak mengambil manfaat dari Ramadhan. Mereka sedih karena khawatir amalan-amalan mereka tidak diterima dan dosa-dosa mereka belum dihapuskan. Mereka berduka karena boleh jadi mereka tidak akan bertemu lagi bulan Ramadhan yang akan datang.
Suatu hari, pada sebuah shalat ‘Idul Fithri, Umar bin Abdul Aziz berkata dalam khutbahnya, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah berpuasa karena Allah selama tiga puluh hari, berdiri melakukan shalat selama tiga puluh hari pula, dan pada hari ini kalian keluar seraya memohon kepada Allah agar menerima amalan tersebut.”

Salah seorang di antara jama’ah terlihat sedih.Seseorang kemudian bertanya kepadanya, “Sesungguhnya hari ini adalah hari bersuka ria dan bersenang-senang. Kenapa engkau malah bermuram durja? Ada apa gerangan?”
“Ucapanmu benar, wahai sahabatku,” kata orang tesrebut. “Akan tetapi, aku hanyalah hamba yang diperintahkan oleh Rabb-ku untuk mempersembahkan suatu amalan kepada-Nya. Sungguh aku tidak tahu apakah amalanku diterima atau tidak.”

Kekhawatiran serupa juga pernah menimpa para sahabat Rasulullah SAW. Di antaranya Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Diriwayatkan, di penghujung Ramadhan, Sayyidina Ali bergumam, “Aduhai, andai aku tahu siapakah gerangan yang diterima amalannya agar aku dapat memberi ucapan selamat kepadanya, dan siapakah gerangan yang ditolak amalannya agar aku dapat ‘melayatnya’.”

Ucapan Sayyidina Ali RA ini mirip dengan ucapan Abdullah bin Mas’ud RA, “Siapakah gerangan di antara kita yang diterima amalannya untuk kita beri ucapan selamat, dan siapakah gerangan di antara kita yang ditolak amalannya untuk kita ‘layati’. Wahai orang yang diterima amalannya, berbahagialah engkau. Dan wahai orang yang ditolak amalannya, keperkasaan Allah adalah musibah bagimu.”

Imam Mu’alla bin Al-Fadhl RA berkata, “Dahulu para ulama senantiasa berdoa kepada Allah selama enam bulan agar dipertemukan dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar diterima amal ibadah mereka (selama Ramadhan).”

Wajar saja, sebab, tidak ada yang bisa menjamin bahwa tahun depan kita akan kembali berjumpa dengan bulan yang penuh berkah, rahmat, dan maghfirah ini. Karenanya, beruntung dan berbahagialah kita saat berpisah dengan Ramadhan membawa segudang pahala untuk bekal di akhirat.

Jika kita merenungi kondisi salafush shalih dan meneliti bagaimana mereka menghabiskan waktu-waktu mereka di bulan Ramadhan, bagaimana mereka memakmurkannya dengan amal shalih, niscaya kita mengetahui jauhnya jarak di antara kita dan mereka.

Bagaimana dengan kita? Adakah kesedihan itu hadir di hati kita di kala Ramadhan meninggalkan kita? Atau malah sebaliknya, karena begitu bergembiranya menyambut kedatangan Hari Raya ‘Idul Fithri, sampai-sampai di sepuluh hari terakhir, yang seharunya kita semakin giat melaksanakan amalan-amalan ibadah, kita malah disibukkan dengan belanja, membeli baju Lebaran, disibukkan memasak, membuat kue, dan lain-lain.

Padahal di sisi lain, masih banyak orang di sekitar kita yang berjuang untuk mendapatkan sesuap nasi untuk berbuka hari ini, bukan untuk besok, apalagi untuk pesta pora di hari Lebaran.

Tapi apakah salah bila kita menyongsong Hari Raya ‘Idul Fithri dengan kegembiraan? Tentu saja tidak. Bukankah Rasulullah SAW telah mengatakan, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum mempunyai hari raya, dan sesungguhnya hari ini adalah hari raya kita.” (HR Nasa’i).

Rasululah menambahkan
. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.” HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760.

 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[ HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759)