DAFTAR LABELKU (klik saja jangan ragu-ragu)

Kamis, 23 Agustus 2012

Menjadi Ibu Pendidik yang Sukses

Menjadi Ibu Pendidik yang Sukses
Wanita mempunyai kedudukan yang amat besar dalam masyarakat dan memainkan peranan yang penting didalamnya. Dia menjadi istri kaum laki-laki dan menjadi ibu bagi anak-anaknya. Di pundaknya diletakkan tanggung jawab dan dibahunya ada amanah pendidikan. Wanita menggambarkan bagian yang besar dari proses pendidikan, karena ia telah diberi bekal fitrah untuk tugas tersebut. Disamping itu Allah Ta’ala telah memberikan rasa cinta, kasih sayang, kesabaran, pengorbanan dan keikhlasan pada seorang ibu.

Seorang ibu mengasuh anak-anaknya dengan limpahan kasih sayang, membimbing mereka dengan sebenar-benarnya, mengarahkan mereka dengan penuh kesadaran, mengajari mereka dengan ruh seorang ibu yang senantiasa mengasihi dan menyayangi. Perkataan-perkataannya bagaikan air yang dingin tatkala haus menyengat tenggorokan, bagaikan cahaya yang bersinar di kegelapan malam, dan perkataannya yang lembut bisa mengobati luka, menghilangkan kekhawatiran dan kesusahan.

Mengingat wanita menggambarkan peranan yang besar dalam proses pendidikan seperti ini, maka Islam sangat menaruh perhatian terhadap masalah ini dan menjelaskan dampak positifnya di dalam masyarakat jika wanita mengikuti manhaj Islam dan dasar-dasarnya dalam mendidik anak-anaknya. Islam juga menjelaskan dampak negatifnya terhadap keluarga atau masyarakat, jika wanita tidak mau mengikuti manhaj Islam atau mengikuti cara yang tidak benar dalam mendidik anak-anaknya.

Wanita muslimah dituntut untuk mengetahui peranannya sebagai ibu dan harus membekali dirinya sebaik mungkin dengan bekal yang bisa membantunya dalam memainkan peranan yang amat penting ini, agar dia mampu mengasuh makhluk-makhluk baru yang dilahirkan berdasarkan fitrah dengan suatu pengasuhan yang bisa menjaga mereka dari keburukan. Seorang ibu yang tidak mempersiapkan dirinya untuk memainkan peranan yang amat penting ini, tidak akan mampu berperan di hadapan anak-anaknya, karena ia tidak bisa memahami fitrah yang baik secara menyeluruh di sekitarnya, tidak tahu apa yang harus diperankannya dalam memperlakukan fitrah yang telah diciptakan Allah ini.

Seorang ibu dibebani tugas yang besar, yaitu mendidik anak-anaknya berdasarkan fitrah yang diciptakan pada diri mereka. Tugas ini tidak sedikit, banyaknya tindakan yang bisa merubah fitrah, menyebarkan kerusakan dan kefasikan di kalangan anak-anak, akan bisa menyita perhatian kedua orang tua jika keduanya tidak baik dalam mendidik anak-anaknya dan tidak membimbingnya dengan bimbingan yang benar serta tidak mengalihkan dari cara-cara yang salah. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Setiap anak dilahirkan berdasarkan fitrah lalu kedua orang tuanyalah yang membuatnya memeluk agama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (Diriwayatkan Al-Bukhary)

Subhanallah, wahai ummu dari hadist tersebut tersirat suatu tanggung jawab besar dalam mendidik, mengarahkan dan membimbing anak-anak kita agar jangan sampai salah asuhan sehingga menjadikan anak-anak kita jauh dari pendidikan Islam agama yang mulia ini.

Karena itu, seorang ibu yang tidak ingin salah asuhan harus mencurahkan perhatiannya dalam mengasuh, membimbing dan mengarahkan anak-anaknya secara langsung dari dirinya didalam rumahnya, sebab anak-anak memang sudah lumrah jika mendapatkan ketenangan dan perlindungan di dalam rengkuhan dada ibunya. Anak-anak tentunya akan langsung lari kepada ibunya ketika merasa ada sesuatu yang mengancamnya. Perasaan anak akan merasa nyaman dan tenang didalam pelukan ibunya, sehingga ibunya pun akan mampu menanamkan akidah dan perkara-perkara yang baik pada diri anaknya dengan cinta, kasih sayang dan kelembutan. Hal tersebut tidak mungkin didapatkan jika anak-anak diasuh oleh pembantu, jika ibunya bekerja di luar rumah. Karena seorang pendidik akan mampu membentuk anak menurut pola yang dikehendakinya, sebagaimana orang selain pendidik juga bisa melakukannya, hanya saja dia tidak akan mampu membentuk pribadi yang sesuai dengan apa yang diharapkan orang tua kandung yaitu pribadi berakhlak mulia yang benar-benar bermaslahat bagi kehidupannya kelak. Anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya diasuh oleh pembantu atau dititipkan kepada kerabat lain, tidak akan mendapatkan curahan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya, sehingga anak tumbuh apa adanya dan kepribadiannya akan berkembang sesuai pola pengajaran pengasuhnya, anak terlihat murung layaknya kehilangan orang tua, meskipun orang tuanya masih hidup, tetapi karena kesibukannya di luar rumah terutama ibu, maka hati anak akan merasa kesepian, meskipun dari raut wajahnya dia nampak biasa saja.

 Wahai ummu, di dalam rumah lingkup keluarganyalah anak-anak memungkinkan mendapatkan  orang-orang yang mencintai dan mengasihinya secara ikhlas, tulus tanpa mengharap imbalan (upah) apapun, kecuali sebuah harapan dan keinginan mulia. Bahkan berangkat dari relung sanubari yang paling dalam, semua orang tua pasti menginginkan anaknya kelak menjadi manusia yang berhasil dan berbuat baik kepada mereka (orang tuanya), atau semua orang tua pasti berharap anaknya kelak mendapatkan status yang mapan atau status yang lebih baik dari kedua orang tuanya. Karena itu mereka berupaya agar harapannya tercapai dengan mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi yang baik. Jika orang tua tidak memiliki bekal (ilmu) yang sesuai dengan manhaj Islam, akan seperti apa jadinya anak-anak mereka ???

Sungguh, cinta dan kasih sayang serta kelembutan merupakan sumber mata air yang deras bagi keberhasilan suatu pendidikan, insyaAllah pendidikan itu tidak akan ternodai bila tiga sumber mata air tersebut dilakukan dengan ikhlas dan tulus sehingga pendidikan akan mencapai tujuan yang benar yaitu kemaslahatan bagi yang dididik (anak-anak mereka). Pendidikan yang yang diperoleh dari seorang ibu, tidak dapat tergantikan oleh cara manapun yang bermaksud menggantikan peranan ibu dalam pendidikan, perhatian dan bimbingan. Karena dari ibunyalah anak mempelajari bahasa kaumnya, belajar bagaimana berbicara, bagaimana bergaul dengannya dan orang lain. Seorang ibu adalah lembaga pendidikan yang didalamnya anak-anak dididik sesuai dengan kurikulum yang telah dicanangkan didalam lembaga ini. “Ummuku madhrosatul ulla” Ibu adalah sekolah yang awal atau pertama kali, hal ini bermakna bahwa seorang ibu bertanggung jawab membentuk karakter dan kepribadian anak, di lembaganya telah tersusun kurikulum pengajaran keseharian berupa tingkah laku dan akhlak, karenanya seorang ibu harus memiliki ilmu pengajaran yang sesuai dengan manhaj Islam agar tercapai hasil yang baik sebagai wujud amanat yang diletakkan dibahunya yaitu amanat pengajaran kepada anak-anaknya. Sebab ibu mempunyai peranan secara langsung dalam kehidupan  anak-anaknya yaitu mengandungnya, melahirkannya, menyusuinya dan mengasuhnya hingga besar.

 Islam sangat memuliakan ibu, karena kedudukannya, tanggung jawabnya yang besar, dan amanat yang dibebankan dipundaknya yaitu pendidikan yang agung kepada anak-anaknya untuk membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, berakhlak mulia, yang terpatri didadanya iman yang kokoh. Sebab itu, setiap ibu yang sadar akan fitrahnya akan menginginkan kedudukan yang mulia itu dengan melaksanakan amanat pendidikan dengan sebaik-baiknya dan harus mengeluarkan seluruh kemampuannya agar bisa mendapatkan hasil yang baik, agar mampu menumbuhkan anak-anak yang shalih-shalihah, agar bermanfaat bagi kehidupannya kelak, agar menghadirkan pemuda-pemudi muslim yang berguna untuk masyarakat. Memang sepertinya terlalu berat dan tidak gampang bagi seorang ibu, tetapi dengan ilmu yang sesuai manhaj islam insyaAllah segalanya akan terasa mudah dan indah, karena itu seorang ibu membutuhkan kesabaran, ketelatenan, dan kesiapan mental untuk menyandang predikat ibu yang sukses dalam mendidik. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengurusi anak ketika masih kecil.
 Pertama, Anak membutuhkan curahan kasih sayang dan perlindungan sejak pertama kelahirannya, maka tidaklah heran tangisnya langsung berhenti tatkala dibopong atau direngkuh ibunya. Kebutuhan ini semakin hari semakin meningkat apalagi ketika dia menangis karena merasa lapar, dan kemudian ibunya menyusuinya dia akan merasa nyaman dan tentram berada dalam pelukan ibunya ketika menetek. Kebutuhan anak terhadap curahan kasih sayang dan rasa tentram ini bisa semakin bertambah pada kondisi-kondisi tertentu, misalnya ketika anak sakit, marah, atau menangis dan anak akan mulai mengerti jika orang tuanya menyayangi dan mengasihinya ketika dia menginjak umur 1 tahun, karena itu seorang ibu terkadang kerepotan ketika anaknya tidak mau ditinggal (menangis seketika) melihat ibunya beranjak dari sisinya, meskipun dia belum bisa berbicara tetapi tangisannya tersebut mengisyaratkan jika ibunya harus berada disampingnya, menemaninya. Hal ini, seorang ibu harus bersabar dan berusaha memahami perasaan anak. Seorang ibu tidak perlu cemas ketika anak kadang-kadang menangis, seperti tatkala merasa lapar. Sebab tangis itu sendiri bermanfaat baginya yaitu melebarkan usus, melapangkan dada, melancarkan otak, merangsang panas tubuhnya secara alami dan menghilangkan pengendapan dalam tubuhnya.
 Kedua, Jika anak sudah mulai menunjukkan dia bisa berbicara, kenalkan kata-kata pendek Allah, Nabi Muhammad dan Islam. Dan jika ia sudah benar-benar bisa berbicara, hendaklah diajari untuk mengucapkan la ilaha illallah Muhammad Rasulullah kemudian usahakan yang pertama menyentuh pendengarannya adalah pengetahuan tentang Allah dan tauhid-Nya. Anak merupakan mutiara yang paling berharga, belahan hati, hatinya masih suci, murni dan belum terbentuk. Dia siap dibentuk dan dibawa kemana saja, dia bisa menerima segala bentuk yang diinginkan karena itu biasakan dan bimbinglah dia kepada kebaikan, tancapkanlah keimanan didadanya, kenalkanlah makhluk-makhluk ciptaan-Nya, kenalkanlah kisah para nabi dan rasul, tumbuhkanlah kecintaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya agar tumbuh menjadi orang yang beriman, berakhlak mulia.
 Ketiga, Anak yang sudah mulai menunjukkan aktivitas barunya seperti keinginannya untuk makan sendiri, memakai baju sendiri berarti secara fisik dan intelektual sudah saatnya anak mendapatkan pengajaran dan pengarahan, karena itu anak harus tetap ditolong, dibantu dan didorong akan kemauannya tersebut, jangan langsung menolak kemauan anak karena ketidaksabaran seorang ibu menunggui anaknya (yang baru belajar) biasanya anak-anak tersebut lama ketika makan atau memakai baju sendiri. Karena itu kesabaran seorang ibu sangat penting pada masa-masa ini dan pada masa ini anak masih memerlukan pengarahan, misalnya saja makan dengan tangan kanan, membaca bismillah ketika mau makan, kemudian memakai baju, celana, sandal dahulukan bagian kanan, dan lain-lain. Seorang ibu sebaiknya memberikan pujian (penghargaan) jika sang anak mampu melakukannya untuk memotivasi keinginannya “bisa melakukan sendiri”. Cara ini akan mendorongnya untuk belajar mandiri..insyaAllah.  
Keempat, Terkadang anak usia 1 tahun sampai 3 tahun akan menunjukkan penentangan, misalnya ketika ibunya menyuruh keluar kamar (karena kamarnya ingin dibersihkan) sang anak justru tetap berada didalam kamar, ketika ibunya menyuruh mengumpulkan mainan karena berserakan anak justru membiarkannya. Hal ini wajar, karena di usia ini anak mulai belajar melakukan hal berbeda, dia mulai menyukai atau menyenangi sesuatu perbuatan sesuai kemauan hatinya. Jadi seorang ibu jangan langsung memarahi ataupun memusuhi jika sang anak menentang perintahnya.
 Kelima, Jangan terlalu memanjakan anak dengan meladeni setiap keinginannya, karena itu akan berpengaruh pada tabiat “mau menang sendiri”, terlalu memanjakan juga akan menyulitkan anak, anak cenderung “tidak mau berbagi” dengan saudaranya atau temannya. Yang terbaik adalah sifat tengah-tengah, menuruti keinginan anak bila dirasa itu bermanfaat baginya atau ketika anak belum mampu mengerjakan sendiri yaitu dengan membantunya.
 Keenam, Kasih sayang dan pemberian yang adil diantara anak-anaknya, karena jika orang tua terlihat menyayangi salah satu anaknya dan terlalu memperhatikan sekali terhadap salah satu anaknya akan menyebabkan dampak yang buruk baik terhadap saudara-saudaranya dan begitu pula pada anak yang disayang tersebut. Salah satu anak yang terlalu diperhatikan dan dimanja akan membuat iri saudara-saudaranya dan dikhawatirkan timbul rasa dengki, dan dampak bagi anak yang terlalu dimanja maka dia memiliki kelabilan emosi (seperti cengeng, suka marah), tidak mengenal aturan dan larangan karena dia terbiasa beranggapan “akulah” yang paling benar (dibela) ibunya ketika berselisih dengan saudaranya dan seperti poin kelima anak cenderung mau menang sendiri dan tidak mau berbagi.
 Ketujuh, Terkadang anak usia 2 sampai 3 tahun cenderung melakukan tindakan yang merusak, seperti membuang atau membanting barang yang dipegangnya, bisa berupa mainan atau tempat minum. Hal ini dilakukan anak sebagai ekspresi pelampiasan emosinya dan sebagai bentuk protes terhadap orang tuanya disebabkan tidak adanya kebebasan, pembekuan terhadap potensi anak dan kekakuan atau terlalu banyak “larangan” oleh orang tuanya. Maka, sebaiknya sebagai ibu jangan langsung menghukum, pahami emosi anak, ketika sudah reda rangkul anak dalam pelukan kemudian ajaklah untuk berdialaog dengan lemah lembut, sehingga kita mengetahui apa yang diinginkan anak.
 Kedelapan, Tatkala anak diberi hukuman oleh salah seorang dari kedua orang tua, maka yang lain harus menyepakati hukuman tersebut. Sebab anak cenderung akan mencari perlindungan dan anak usia dibawah lima tahun (balita) masih belum bisa memahami perbedaan pendapat didalam keluarganya, karena itu hukuman pun bukan bersifat menyakiti tetapi mendidik dan mengarahkan, kalaupun terpaksa anak dipukul karena berkali-kali dinasehati tidak menurut, pukullah pada bagian yang kulitnya tebal (pantat) dan memukulpun harus pelan, tidak boleh menyakiti. Idealnya hukuman bagi anak adalah dengan mendiamkannya (tidak diajak bicara) selama beberapa menit atau jam, insyaAllah hukuman ini lebih efektif dan lebih tepat sasaran. Karena anak merasa tidak dibutuhkan kemudian akan menanyakan kepada orang tuanya dengan meminta maaf dan saat inilah merupakan saat yang tepat untuk menasehati anak.
 Kesembilan, Biasakan dan ajari anak sejak usia dini hal-hal yang baik baik berupa tingkah laku, akhlak dan bagaimana bergaul, terutama dalam kesehariannya ajarkan akhlak yang berasal dari manhaj Islam , apalagi ketika anak berusia 3 tahun. Karena di usia ini anak sudah mampu memahami perintah, larangan dan nasehat dengan benar. Pada usia ini, pengajaran atau pendidikan tentang Islam lebih ditingkatkan. Di Indonesia saat ini, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sedang marak, tiap dusun didirikan lembaga PAUD ini, jika orang tua ingin menyekolahkan anaknya di PAUD pilihlah PAUD yang benar-benar memberikan maslahat bagi kehidupannya kelak, bisa juga memilih Play Group atau Tarbiyatul Abna yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan Sunnah.
 Kesepuluh, Seorang ibu tidak seharusnya memaksakan segala aturan atau larangan kepada anak, larangan dan aturan harus disesuaikan dengan nalar anak karena dikhawatirkan anak merasa dikekang dan tidak bisa bersikap sehingga anak cenderung menjadi penakut. Perlunya juga memberikan pengertian kepada anak ketika dia akan mempunyai adik, kehadiran adik baru biasanya akan membuat dia merasa tersingkirkan dan membuat hatinya cemburu. Karena seluruh anggota keluarganya dan juga kerabatnya terutama ibunya akan terfokus mengurusi adik barunya, sehingga semakin membuat dia tidak diperhatikan dan buntutnya dia menjadi iri dengan adiknya. Ketika ada kesempatan dia berada didekat adiknya, biasanya dilampiaskan rasa kesal dan irinya tersebut dengan memukul adiknya, terkadang pada kondisi seperti ini justru ibunya kemudian melarang dia untuk mendekati adiknya dan memberikan aturan-aturan yang belum bisa dimengerti sang anak sesuai nalarnya. Hal ini mungkin dianggap biasa, tapi justru akan semakin memperburuk keadaan, anak (kakak) akan semakin merasa dengki kepada adiknya. Tindakan yang bijaksana adalah melibatkan kakaknya ketika seorang ibu mengganti popok, atau memakaikan baju adik, sehingga sang kakak merasa dibutuhkan. Perlunya juga memberikan kesempatan dia untuk bermain-main dengan adiknya dengan pengawasan dan yang terpenting adalah sang bapak melibatkan diri dengan mengajak bercanda kakaknya, dan lebih memperhatikan keinginannya yang sebelumnya dilakukan oleh ibunya.
 Kesebelas, Pengajaran dan pendidikan anak ketika masih kecil secara utuh berada di pundak keluarganya. Mereka bertanggung jawab terhadap segala bentuk pengarahan dan bimbingan. Ketika ingin melakukan hal yang mungkin membahayakan dirinya maka orang tua melarangnya dan juga harus disertai dengan alasannya, sehingga anak akan terbiasa memahami sebab akibat. Orang tua menjadi teladan anak di rumahnya, karena itu ajaklah anak ketika sholat. Kecenderungan anak usia dibawah lima tahun adalah “meniru” perilaku orang tuanya. Ketika ibunya sholat anak akan mengikuti gerakan sholat meski belum sempurna, ketika membaca Al-Qur’an anak akan ikut-ikutan membuka lembaran-lembaran mushaf seakan ingin berusaha membaca meskipun dia belum mampu, begitu pula ketika seorang ibu membaca buku, maka sang anak dengan tangan mungilnya akan ikut memegang atau menarik-narik buku seakan-seakan dia ingin ikut menyimak. Teladan yang baik terhadap anak meliputi perkataan dan perbuatan, seperti mengajari anak tentang adab-adab yang bersifat umum dan berasal dari akhlak Islam yang terpuji agama yang hanif. Adab-adab ini ditanamkan pada diri anak sejak kecil, yang meliputi : "Memberi maaf, kasih sayang, jujur dan benar, memenuhi hak-hak orang tua, kerabat, tetangga, orang yang lebih tua, sesama muslim, adab ketika tidur dan bangun tidur, adab masuk kamar mandi dan keluar dari kamar mandi, adab tatkala makan dan minum, adab mengucapkan salam, adab berkunjung, dan adab bercanda.
Tentunya pengajaran adab tersebut disesuaikan dengan usia dan nalar anak, yang paling utama adalah teladan dari orang tuanya. Anak yang terbiasa melihat kedua orang tuanya berbuat kebaikan, bergaul dengan baik, bersopan santun maka dia pun akan terbiasa dengan hal-hal yang baik pula…insyaAllah.
 
Cara ideal dalam mendidik adalah dengan memahami tabiat dan tuntutan-tuntutannya, dengan demikian akan mudah bagi ibu untuk membimbing anak kepada tingkah laku yang diinginkannya, tidak terlepas juga adanya sifat bijaksana, lemah lembut dan kasih sayang.
Seorang ibu memang harus banyak berkorban mencurahkan segala kemampuannya, bersabar, dan tidak terlepas dari segala segala usahanya itu adalah berdoa kepada Allah Ta’ala sebab hanya dengan taufik dan ridha-Nya kita memohon agar dimudahkan dalam mendidik buah hati kita, maka insyaAllah predikat ibu pendidik yang sukses akan disandang. Amien
 Sumber :  Diposting oleh : Ummu Aisyah dalam Bagaimana Menjadi Istri Shalihah dan Ibu yang Sukses oleh Ummu Ibrahim Ilham Muhammad Ibrahim, Pustaka Darul Falah dan Metode Pendidikan Anak Muslim Usia Prasekolah oleh Abu Amr Ahmad Sulaiman

Wanita mempunyai kedudukan yang amat besar dalam masyarakat dan memainkan peranan yang penting didalamnya. Dia menjadi istri kaum laki-laki dan menjadi ibu bagi anak-anaknya. Di pundaknya diletakkan tanggung jawab dan dibahunya ada amanah pendidikan. Wanita menggambarkan bagian yang besar dari proses pendidikan, karena ia telah diberi bekal fitrah untuk tugas tersebut. Disamping itu Allah Ta’ala telah memberikan rasa cinta, kasih sayang, kesabaran, pengorbanan dan keikhlasan pada seorang ibu.
 Seorang ibu mengasuh anak-anaknya dengan limpahan kasih sayang, membimbing mereka dengan sebenar-benarnya, mengarahkan mereka dengan penuh kesadaran, mengajari mereka dengan ruh seorang ibu yang senantiasa mengasihi dan menyayangi. Perkataan-perkataannya bagaikan air yang dingin tatkala haus menyengat tenggorokan, bagaikan cahaya yang bersinar di kegelapan malam, dan perkataannya yang lembut bisa mengobati luka, menghilangkan kekhawatiran dan kesusahan.
Mengingat wanita menggambarkan peranan yang besar dalam proses pendidikan seperti ini, maka Islam sangat menaruh perhatian terhadap masalah ini dan menjelaskan dampak positifnya di dalam masyarakat jika wanita mengikuti manhaj Islam dan dasar-dasarnya dalam mendidik anak-anaknya. Islam juga menjelaskan dampak negatifnya terhadap keluarga atau masyarakat, jika wanita tidak mau mengikuti manhaj Islam atau mengikuti cara yang tidak benar dalam mendidik anak-anaknya.
  Wanita muslimah dituntut untuk mengetahui peranannya sebagai ibu dan harus membekali dirinya sebaik mungkin dengan bekal yang bisa membantunya dalam memainkan peranan yang amat penting ini, agar dia mampu mengasuh makhluk-makhluk baru yang dilahirkan berdasarkan fitrah dengan suatu pengasuhan yang bisa menjaga mereka dari keburukan. Seorang ibu yang tidak mempersiapkan dirinya untuk memainkan peranan yang amat penting ini, tidak akan mampu berperan di hadapan anak-anaknya, karena ia tidak bisa memahami fitrah yang baik secara menyeluruh di sekitarnya, tidak tahu apa yang harus diperankannya dalam memperlakukan fitrah yang telah diciptakan Allah ini.
Seorang ibu dibebani tugas yang besar, yaitu mendidik anak-anaknya berdasarkan fitrah yang diciptakan pada diri mereka. Tugas ini tidak sedikit, banyaknya tindakan yang bisa merubah fitrah, menyebarkan kerusakan dan kefasikan di kalangan anak-anak, akan bisa menyita perhatian kedua orang tua jika keduanya tidak baik dalam mendidik anak-anaknya dan tidak membimbingnya dengan bimbingan yang benar serta tidak mengalihkan dari cara-cara yang salah. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Setiap anak dilahirkan berdasarkan fitrah lalu kedua orang tuanyalah yang membuatnya memeluk agama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (Diriwayatkan Al-Bukhary)
  Subhanallah, wahai ummu dari hadist tersebut tersirat suatu tanggung jawab besar dalam mendidik, mengarahkan dan membimbing anak-anak kita agar jangan sampai salah asuhan sehingga menjadikan anak-anak kita jauh dari pendidikan Islam agama yang mulia ini.
Karena itu, seorang ibu yang tidak ingin salah asuhan harus mencurahkan perhatiannya dalam mengasuh, membimbing dan mengarahkan anak-anaknya secara langsung dari dirinya didalam rumahnya, sebab anak-anak memang sudah lumrah jika mendapatkan ketenangan dan perlindungan di dalam rengkuhan dada ibunya. Anak-anak tentunya akan langsung lari kepada ibunya ketika merasa ada sesuatu yang mengancamnya. Perasaan anak akan merasa nyaman dan tenang didalam pelukan ibunya, sehingga ibunya pun akan mampu menanamkan akidah dan perkara-perkara yang baik pada diri anaknya dengan cinta, kasih sayang dan kelembutan. Hal tersebut tidak mungkin didapatkan jika anak-anak diasuh oleh pembantu, jika ibunya bekerja di luar rumah. Karena seorang pendidik akan mampu membentuk anak menurut pola yang dikehendakinya, sebagaimana orang selain pendidik juga bisa melakukannya, hanya saja dia tidak akan mampu membentuk pribadi yang sesuai dengan apa yang diharapkan orang tua kandung yaitu pribadi berakhlak mulia yang benar-benar bermaslahat bagi kehidupannya kelak. Anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya diasuh oleh pembantu atau dititipkan kepada kerabat lain, tidak akan mendapatkan curahan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya, sehingga anak tumbuh apa adanya dan kepribadiannya akan berkembang sesuai pola pengajaran pengasuhnya, anak terlihat murung layaknya kehilangan orang tua, meskipun orang tuanya masih hidup, tetapi karena kesibukannya di luar rumah terutama ibu, maka hati anak akan merasa kesepian, meskipun dari raut wajahnya dia nampak biasa saja.
 Wahai ummu, di dalam rumah lingkup keluarganyalah anak-anak memungkinkan mendapatkan  orang-orang yang mencintai dan mengasihinya secara ikhlas, tulus tanpa mengharap imbalan (upah) apapun, kecuali sebuah harapan dan keinginan mulia. Bahkan berangkat dari relung sanubari yang paling dalam, semua orang tua pasti menginginkan anaknya kelak menjadi manusia yang berhasil dan berbuat baik kepada mereka (orang tuanya), atau semua orang tua pasti berharap anaknya kelak mendapatkan status yang mapan atau status yang lebih baik dari kedua orang tuanya. Karena itu mereka berupaya agar harapannya tercapai dengan mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi yang baik. Jika orang tua tidak memiliki bekal (ilmu) yang sesuai dengan manhaj Islam, akan seperti apa jadinya anak-anak mereka ???
 Sungguh, cinta dan kasih sayang serta kelembutan merupakan sumber mata air yang deras bagi keberhasilan suatu pendidikan, insyaAllah pendidikan itu tidak akan ternodai bila tiga sumber mata air tersebut dilakukan dengan ikhlas dan tulus sehingga pendidikan akan mencapai tujuan yang benar yaitu kemaslahatan bagi yang dididik (anak-anak mereka). Pendidikan yang yang diperoleh dari seorang ibu, tidak dapat tergantikan oleh cara manapun yang bermaksud menggantikan peranan ibu dalam pendidikan, perhatian dan bimbingan. Karena dari ibunyalah anak mempelajari bahasa kaumnya, belajar bagaimana berbicara, bagaimana bergaul dengannya dan orang lain. Seorang ibu adalah lembaga pendidikan yang didalamnya anak-anak dididik sesuai dengan kurikulum yang telah dicanangkan didalam lembaga ini. “Ummuku madhrosatul ulla” Ibu adalah sekolah yang awal atau pertama kali, hal ini bermakna bahwa seorang ibu bertanggung jawab membentuk karakter dan kepribadian anak, di lembaganya telah tersusun kurikulum pengajaran keseharian berupa tingkah laku dan akhlak, karenanya seorang ibu harus memiliki ilmu pengajaran yang sesuai dengan manhaj Islam agar tercapai hasil yang baik sebagai wujud amanat yang diletakkan dibahunya yaitu amanat pengajaran kepada anak-anaknya. Sebab ibu mempunyai peranan secara langsung dalam kehidupan  anak-anaknya yaitu mengandungnya, melahirkannya, menyusuinya dan mengasuhnya hingga besar.
 Islam sangat memuliakan ibu, karena kedudukannya, tanggung jawabnya yang besar, dan amanat yang dibebankan dipundaknya yaitu pendidikan yang agung kepada anak-anaknya untuk membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, berakhlak mulia, yang terpatri didadanya iman yang kokoh. Sebab itu, setiap ibu yang sadar akan fitrahnya akan menginginkan kedudukan yang mulia itu dengan melaksanakan amanat pendidikan dengan sebaik-baiknya dan harus mengeluarkan seluruh kemampuannya agar bisa mendapatkan hasil yang baik, agar mampu menumbuhkan anak-anak yang shalih-shalihah, agar bermanfaat bagi kehidupannya kelak, agar menghadirkan pemuda-pemudi muslim yang berguna untuk masyarakat. Memang sepertinya terlalu berat dan tidak gampang bagi seorang ibu, tetapi dengan ilmu yang sesuai manhaj islam insyaAllah segalanya akan terasa mudah dan indah, karena itu seorang ibu membutuhkan kesabaran, ketelatenan, dan kesiapan mental untuk menyandang predikat ibu yang sukses dalam mendidik. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengurusi anak ketika masih kecil.
 Pertama, Anak membutuhkan curahan kasih sayang dan perlindungan sejak pertama kelahirannya, maka tidaklah heran tangisnya langsung berhenti tatkala dibopong atau direngkuh ibunya. Kebutuhan ini semakin hari semakin meningkat apalagi ketika dia menangis karena merasa lapar, dan kemudian ibunya menyusuinya dia akan merasa nyaman dan tentram berada dalam pelukan ibunya ketika menetek. Kebutuhan anak terhadap curahan kasih sayang dan rasa tentram ini bisa semakin bertambah pada kondisi-kondisi tertentu, misalnya ketika anak sakit, marah, atau menangis dan anak akan mulai mengerti jika orang tuanya menyayangi dan mengasihinya ketika dia menginjak umur 1 tahun, karena itu seorang ibu terkadang kerepotan ketika anaknya tidak mau ditinggal (menangis seketika) melihat ibunya beranjak dari sisinya, meskipun dia belum bisa berbicara tetapi tangisannya tersebut mengisyaratkan jika ibunya harus berada disampingnya, menemaninya. Hal ini, seorang ibu harus bersabar dan berusaha memahami perasaan anak. Seorang ibu tidak perlu cemas ketika anak kadang-kadang menangis, seperti tatkala merasa lapar. Sebab tangis itu sendiri bermanfaat baginya yaitu melebarkan usus, melapangkan dada, melancarkan otak, merangsang panas tubuhnya secara alami dan menghilangkan pengendapan dalam tubuhnya.
 Kedua, Jika anak sudah mulai menunjukkan dia bisa berbicara, kenalkan kata-kata pendek Allah, Nabi Muhammad dan Islam. Dan jika ia sudah benar-benar bisa berbicara, hendaklah diajari untuk mengucapkan la ilaha illallah Muhammad Rasulullah kemudian usahakan yang pertama menyentuh pendengarannya adalah pengetahuan tentang Allah dan tauhid-Nya. Anak merupakan mutiara yang paling berharga, belahan hati, hatinya masih suci, murni dan belum terbentuk. Dia siap dibentuk dan dibawa kemana saja, dia bisa menerima segala bentuk yang diinginkan karena itu biasakan dan bimbinglah dia kepada kebaikan, tancapkanlah keimanan didadanya, kenalkanlah makhluk-makhluk ciptaan-Nya, kenalkanlah kisah para nabi dan rasul, tumbuhkanlah kecintaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya agar tumbuh menjadi orang yang beriman, berakhlak mulia.
 Ketiga, Anak yang sudah mulai menunjukkan aktivitas barunya seperti keinginannya untuk makan sendiri, memakai baju sendiri berarti secara fisik dan intelektual sudah saatnya anak mendapatkan pengajaran dan pengarahan, karena itu anak harus tetap ditolong, dibantu dan didorong akan kemauannya tersebut, jangan langsung menolak kemauan anak karena ketidaksabaran seorang ibu menunggui anaknya (yang baru belajar) biasanya anak-anak tersebut lama ketika makan atau memakai baju sendiri. Karena itu kesabaran seorang ibu sangat penting pada masa-masa ini dan pada masa ini anak masih memerlukan pengarahan, misalnya saja makan dengan tangan kanan, membaca bismillah ketika mau makan, kemudian memakai baju, celana, sandal dahulukan bagian kanan, dan lain-lain. Seorang ibu sebaiknya memberikan pujian (penghargaan) jika sang anak mampu melakukannya untuk memotivasi keinginannya “bisa melakukan sendiri”. Cara ini akan mendorongnya untuk belajar mandiri..insyaAllah.  
Keempat, Terkadang anak usia 1 tahun sampai 3 tahun akan menunjukkan penentangan, misalnya ketika ibunya menyuruh keluar kamar (karena kamarnya ingin dibersihkan) sang anak justru tetap berada didalam kamar, ketika ibunya menyuruh mengumpulkan mainan karena berserakan anak justru membiarkannya. Hal ini wajar, karena di usia ini anak mulai belajar melakukan hal berbeda, dia mulai menyukai atau menyenangi sesuatu perbuatan sesuai kemauan hatinya. Jadi seorang ibu jangan langsung memarahi ataupun memusuhi jika sang anak menentang perintahnya.
 Kelima, Jangan terlalu memanjakan anak dengan meladeni setiap keinginannya, karena itu akan berpengaruh pada tabiat “mau menang sendiri”, terlalu memanjakan juga akan menyulitkan anak, anak cenderung “tidak mau berbagi” dengan saudaranya atau temannya. Yang terbaik adalah sifat tengah-tengah, menuruti keinginan anak bila dirasa itu bermanfaat baginya atau ketika anak belum mampu mengerjakan sendiri yaitu dengan membantunya.
 Keenam, Kasih sayang dan pemberian yang adil diantara anak-anaknya, karena jika orang tua terlihat menyayangi salah satu anaknya dan terlalu memperhatikan sekali terhadap salah satu anaknya akan menyebabkan dampak yang buruk baik terhadap saudara-saudaranya dan begitu pula pada anak yang disayang tersebut. Salah satu anak yang terlalu diperhatikan dan dimanja akan membuat iri saudara-saudaranya dan dikhawatirkan timbul rasa dengki, dan dampak bagi anak yang terlalu dimanja maka dia memiliki kelabilan emosi (seperti cengeng, suka marah), tidak mengenal aturan dan larangan karena dia terbiasa beranggapan “akulah” yang paling benar (dibela) ibunya ketika berselisih dengan saudaranya dan seperti poin kelima anak cenderung mau menang sendiri dan tidak mau berbagi.
 Ketujuh, Terkadang anak usia 2 sampai 3 tahun cenderung melakukan tindakan yang merusak, seperti membuang atau membanting barang yang dipegangnya, bisa berupa mainan atau tempat minum. Hal ini dilakukan anak sebagai ekspresi pelampiasan emosinya dan sebagai bentuk protes terhadap orang tuanya disebabkan tidak adanya kebebasan, pembekuan terhadap potensi anak dan kekakuan atau terlalu banyak “larangan” oleh orang tuanya. Maka, sebaiknya sebagai ibu jangan langsung menghukum, pahami emosi anak, ketika sudah reda rangkul anak dalam pelukan kemudian ajaklah untuk berdialaog dengan lemah lembut, sehingga kita mengetahui apa yang diinginkan anak.
 Kedelapan, Tatkala anak diberi hukuman oleh salah seorang dari kedua orang tua, maka yang lain harus menyepakati hukuman tersebut. Sebab anak cenderung akan mencari perlindungan dan anak usia dibawah lima tahun (balita) masih belum bisa memahami perbedaan pendapat didalam keluarganya, karena itu hukuman pun bukan bersifat menyakiti tetapi mendidik dan mengarahkan, kalaupun terpaksa anak dipukul karena berkali-kali dinasehati tidak menurut, pukullah pada bagian yang kulitnya tebal (pantat) dan memukulpun harus pelan, tidak boleh menyakiti. Idealnya hukuman bagi anak adalah dengan mendiamkannya (tidak diajak bicara) selama beberapa menit atau jam, insyaAllah hukuman ini lebih efektif dan lebih tepat sasaran. Karena anak merasa tidak dibutuhkan kemudian akan menanyakan kepada orang tuanya dengan meminta maaf dan saat inilah merupakan saat yang tepat untuk menasehati anak.
 Kesembilan, Biasakan dan ajari anak sejak usia dini hal-hal yang baik baik berupa tingkah laku, akhlak dan bagaimana bergaul, terutama dalam kesehariannya ajarkan akhlak yang berasal dari manhaj Islam , apalagi ketika anak berusia 3 tahun. Karena di usia ini anak sudah mampu memahami perintah, larangan dan nasehat dengan benar. Pada usia ini, pengajaran atau pendidikan tentang Islam lebih ditingkatkan. Di Indonesia saat ini, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sedang marak, tiap dusun didirikan lembaga PAUD ini, jika orang tua ingin menyekolahkan anaknya di PAUD pilihlah PAUD yang benar-benar memberikan maslahat bagi kehidupannya kelak, bisa juga memilih Play Group atau Tarbiyatul Abna yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan Sunnah.
 Kesepuluh, Seorang ibu tidak seharusnya memaksakan segala aturan atau larangan kepada anak, larangan dan aturan harus disesuaikan dengan nalar anak karena dikhawatirkan anak merasa dikekang dan tidak bisa bersikap sehingga anak cenderung menjadi penakut. Perlunya juga memberikan pengertian kepada anak ketika dia akan mempunyai adik, kehadiran adik baru biasanya akan membuat dia merasa tersingkirkan dan membuat hatinya cemburu. Karena seluruh anggota keluarganya dan juga kerabatnya terutama ibunya akan terfokus mengurusi adik barunya, sehingga semakin membuat dia tidak diperhatikan dan buntutnya dia menjadi iri dengan adiknya. Ketika ada kesempatan dia berada didekat adiknya, biasanya dilampiaskan rasa kesal dan irinya tersebut dengan memukul adiknya, terkadang pada kondisi seperti ini justru ibunya kemudian melarang dia untuk mendekati adiknya dan memberikan aturan-aturan yang belum bisa dimengerti sang anak sesuai nalarnya. Hal ini mungkin dianggap biasa, tapi justru akan semakin memperburuk keadaan, anak (kakak) akan semakin merasa dengki kepada adiknya. Tindakan yang bijaksana adalah melibatkan kakaknya ketika seorang ibu mengganti popok, atau memakaikan baju adik, sehingga sang kakak merasa dibutuhkan. Perlunya juga memberikan kesempatan dia untuk bermain-main dengan adiknya dengan pengawasan dan yang terpenting adalah sang bapak melibatkan diri dengan mengajak bercanda kakaknya, dan lebih memperhatikan keinginannya yang sebelumnya dilakukan oleh ibunya.
 Kesebelas, Pengajaran dan pendidikan anak ketika masih kecil secara utuh berada di pundak keluarganya. Mereka bertanggung jawab terhadap segala bentuk pengarahan dan bimbingan. Ketika ingin melakukan hal yang mungkin membahayakan dirinya maka orang tua melarangnya dan juga harus disertai dengan alasannya, sehingga anak akan terbiasa memahami sebab akibat. Orang tua menjadi teladan anak di rumahnya, karena itu ajaklah anak ketika sholat. Kecenderungan anak usia dibawah lima tahun adalah “meniru” perilaku orang tuanya. Ketika ibunya sholat anak akan mengikuti gerakan sholat meski belum sempurna, ketika membaca Al-Qur’an anak akan ikut-ikutan membuka lembaran-lembaran mushaf seakan ingin berusaha membaca meskipun dia belum mampu, begitu pula ketika seorang ibu membaca buku, maka sang anak dengan tangan mungilnya akan ikut memegang atau menarik-narik buku seakan-seakan dia ingin ikut menyimak. Teladan yang baik terhadap anak meliputi perkataan dan perbuatan, seperti mengajari anak tentang adab-adab yang bersifat umum dan berasal dari akhlak Islam yang terpuji agama yang hanif. Adab-adab ini ditanamkan pada diri anak sejak kecil, yang meliputi : "Memberi maaf, kasih sayang, jujur dan benar, memenuhi hak-hak orang tua, kerabat, tetangga, orang yang lebih tua, sesama muslim, adab ketika tidur dan bangun tidur, adab masuk kamar mandi dan keluar dari kamar mandi, adab tatkala makan dan minum, adab mengucapkan salam, adab berkunjung, dan adab bercanda.
Tentunya pengajaran adab tersebut disesuaikan dengan usia dan nalar anak, yang paling utama adalah teladan dari orang tuanya. Anak yang terbiasa melihat kedua orang tuanya berbuat kebaikan, bergaul dengan baik, bersopan santun maka dia pun akan terbiasa dengan hal-hal yang baik pula…insyaAllah.
 
Cara ideal dalam mendidik adalah dengan memahami tabiat dan tuntutan-tuntutannya, dengan demikian akan mudah bagi ibu untuk membimbing anak kepada tingkah laku yang diinginkannya, tidak terlepas juga adanya sifat bijaksana, lemah lembut dan kasih sayang.
Seorang ibu memang harus banyak berkorban mencurahkan segala kemampuannya, bersabar, dan tidak terlepas dari segala segala usahanya itu adalah berdoa kepada Allah Ta’ala sebab hanya dengan taufik dan ridha-Nya kita memohon agar dimudahkan dalam mendidik buah hati kita, maka insyaAllah predikat ibu pendidik yang sukses akan disandang. Amien
 Sumber :  Diposting oleh : Ummu Aisyah dalam Bagaimana Menjadi Istri Shalihah dan Ibu yang Sukses oleh Ummu Ibrahim Ilham Muhammad Ibrahim, Pustaka Darul Falah dan Metode Pendidikan Anak Muslim Usia Prasekolah oleh Abu Amr Ahmad Sulaiman

Rabu, 22 Agustus 2012

Tiga hari lagi masuk  kerja berarti  mengajar di sekolah. Tantangan  menghadang  pasti. Rasa  bingung,  bahagia dan  sedih. Kenapa demikian ? Bingung, karena  kita  harus mengajar  anak-anak yang miskin  motivasi. Bahagia karena pekerjaan kita bertemu dangan  anak-anak ceria, sedih karena libur kok ya tidak lama.

Hidup adalah perjuangan, apapun kondisinya kita  mesti bersyukur. Kita telah diberi pekerjaan sebagai amanat mulia pencetak generasi muda tangguh. Maka aku harus sungguh-sungguh. Ketika kita melakukan pekerjaan mulia sedangkan hati kita tidak ada keikhlasan sungguh  patut disayangkan. Namun kita  kalau berusaha ikhlas, tentu menjadi hal yang luar biasa. Kerja sudah mendapat gaji dan lagi mendapat pahala dari Allah yang Maha Kuasa.

Selasa, 21 Agustus 2012

Hari raya Idul fitri dinanti akhirnya hadir juga.Hari ini Selasa 21 Agustus 2012. MasKatnoGiri merenung bahwa  hari berganti hari, bulan berganti bulan tahun berganti tahun, akhirnya muncul peetanyaan, "APA YANG AKAN KITA KEJAR SEBENARNYA?" waktu memang berjalan. Kalau waktu tidak berjalan  pasti sangat membosankan. Sebelas bulan kita menanti, dan kini sudah berklimak.Klimaknya sebenarnya hanya ditutup dengan takbir dan dilengkapi dengan sholat sunnat 'Iedul Fitri.

Ahad: sholat ied , saling berkunjung ke tempat saudara-saudara dan kumpul-kumpul bersama-sama karib kerabat, Senin: lebaran ke 2 dan kumpul-kumpul lagi. Sebenarnya senang  campur bosan kita bertemu dengan akrib kerabat dan saudara-saudara walau  kita sudah lama tak berjumpa. Karena jarak dan waktu yang memisahkan. Perayaan lebaran  lambat laun sudah kehilangan gaungnya dan rasanya, maksudnya dari waktu ke waktu dan hari kini berganti cuma begini-begini saja.  Memang  jika hidup tidak dimaknai  pasti membosankan. Namun bila dimaknai secara luar biasa pasti bisa  luar biasa dampaknya. Yang jelas kita telah dididik di kawah condrodimukanya Allah yakni hadirnya bulan puasa.Tinggal menunggu, hasil dari puasa kita: apakah menjadi manusia yang berhasil atas puasanya apa tidak. Targetnya adalah TAQWA.

Kembali membicarakan  masalah makna Idul Fitri. Idul Fitri bila dimaknai  lebaran yang harus nglebar sembarng  tanpa pengendalian bisa berdampak serius. Sering juga kita temukan baik anak-anak atau bapak/ibunyanya anak-anak mereka membeli sesuatu yang tidak memberikan manfaat secara serius. Akhirnya  barang, uang, energi terbuang secara sia-sia. Padahal kesia-siaa adalh temanya setan.

Senin, 20 Agustus 2012

MENJADI SEHAT BERKAT JIWA POSITIFOleh MasKatnoGiriDimuat di Majalah Respon edisi Juli 2012


MENJADI SEHAT  BERKAT JIWA POSITIF Oleh MasKatnoGiriDimuat di Majalah Respon  edisi Juli 2012
            Adakah  hubungan antara  kesehatan jiwa dengan kebugaran fisik?. Jelas ada. Jiwa yang sehat sangat berpengaruh terhadap kesehatan badan atau fisik. Menurut  para peneliti  kesehatan jiwa  menyatakan bahwa  vitalitas emosi (baca: emosi positif) yang mencakup rasa antusias, berpengharapan dan berprasangka baik (khusnudzan), kegairahan dalam hidup (optimisme) dan kemampuan menghadapi tekanan kehidupan (ketangguhan) terbukti menurunnya risiko penyakit jantung koroner. Efek protektifnya amat nyata dan dapat diukur, kendati sudah memperhitungkan variabel perilaku, seperti tidak merokok dan melakukan olah raga secara teratur.
            Demikian juga jiwa negatif memancarkan emosi  negatif. Ciri-ciri seseorang yang memiliki emosi negatif  antara lain bersemayamnya  perasaan  iri, dengki, dendam, minder,  kemarahan, ketakutan, kekerasan, ketidaksabaran, kecemasan, kesedihan, prasangka buruk, kesombongan dsb. Perasaan-perasaan dari emosi negatif akan mempengaruhi kerja organ-organ tubuh. Ahli kesehatan Michael Blumenfield (2006) yang disampaikan ulang oleh  psikiater sosial dr. Nalini Muhdi SPKJ dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, (kompas.com 2 Februari 2011), menyatakan bahwa sudah banyak kepustakaan dan publikasi ilmiah tentang kaitan antara emosi negatif dan kesehatan.
            Masih  menurut Michael  Blumenfield  bahwa  stress  dapat  meningkatkan  kadar    C-reactive protein (CRP) dalam aliran darah yang berkiatan dengan inflamasi atau penggumpalan atau koagulasi darah. Amarah selain meningkatkan tekanan darah juga diidentifikasi sebagai salah satu pemicu yang paling lazim dan paling menentukan bagi munculnya myocardial ischemia (berkurangnya suplai darah ke otot jantung) dalam aktivitas harian.
            Demikian juga rasa waswas yang kronis dapat memengaruhi sistem biologi dalam tubuh sehingga menjadi pemicu banyak  penyakit seperti, stroke, maag, diabetes dsb. Seseorang  yang mengalami was-was serius  terbukti cenderung mengalami peningkatan kadar kolesterol dan gula darah. Bukti ilmiah yang disampaikan dr Nalini menyatakan bahwa   pasien yang menghadapi operasi besar yang tegang dan cemas  membawa dampak munculnya  penyakit yang lain.

Pengolahan Jiwa
            Jiwa laksana otot, maksudnya jiwa bisa dilatih agar lentur dan teratur menuju jiwa sehat. Beberapa teknik  pengolahan jiwa  dibutuhkan  untuk menjaga keseimbangan antara kesehatan jiwa dan kesehatan fisik. Intinya  seseorang yang menginginkan lebih sehat jiwanya, seharusnya lebih aktif bermunajad dengan yang di atas (Allah S.W.T)  juga lebih aktif bersosialisasi dengan sesama manusia dalam batas yang positif, misalnya lebih aktif kegiatan keagamaan juga  aktif dalam  kegiatan sosial. Dari kegiatan tersebut  seseorang akan terhibur dan terkurangi kecemasannya  dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Tidak kalah penting pengendalian diri pribadi harus diperhatikan,  misalnya berusaha menghibur diri dengan selalu berfikir positif, menurunkan  harapan yang terlalu tinggi dan yang tak realistis, berorientasi pada saat ini bukan terpaku pada kehidupan masa lalu, menjadi diri sendiri, lebih teratur dalam hidup, menyukai humor dan tidak keberatan untuk  menebar senyum dan tawa.
            Senyuman dan tawa merupakan ungkapan dari kenetralan jiwa, para ahli  menyatakan bahwa humor, senyum dan tawa terbukti dapat meningkatkan antibodi Immunoglobulin A (IgA) yang membantu melawan infeksi, meningkatkan jumlah sel-sel T yang berguna untuk melawan penyakit, dan dapat menurunkan tekanan darah.
            Nabi Muhammad s.a.w. berabad-abad yang lalu telah menekankan betapa pentingnya senyum, seperti dalam hadisnya. Dari Jabir ra., ia berkata, “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah saw tidak pernah menghindar dariku. Dan beliau tidak melihatku kecuali beliau pasti tersenyum kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim). Beliau menambahkan, “Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.” Hadits Riwayat At Tirmidzi dalam sahihnya. Tentunya senyum seperti yang dicontohkan rasulullah s.a.w. adalah senyuman yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang pas, bukan banyak tersenyum pada saat sendirian.
Modal  Menuju Jiwa Sehat
            Setelah mengetahui peranan  kesehatan jiwa terhadap kesehatan fisik, setiap muslim harus memiliki modal untuk menjadi pribadi-pribadi yang sehat lahir  dan batin.  Modal yang dibahas di sini  adalah modal gratis yang bersifat  non materi. Dipastikan setiap manusia mampu untuk  memilikinya. Modal tersebut  adalah  TAQWA,  ini merupakan akronim  dari Taqarrub, Qona’ah,  dan Wara’.
            Taqarrub. Istilah taqarrub berasal dari nash-nash syara' yang membicarakan upaya pendekatan diri kepada Allah S.W.T. Ada  hadis qudsi dari Nabi sholallohu 'alaihi wasallam bahwa Allah berfirman,"Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada melaksanakan apa yang Aku wajibkan kepadanya, dan tidaklah hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan nafilah-nafilah (nawafil) hingga aku mencintainya." (HR Bukhari & Muslim). Dari frase "mendekatkan diri kepada-Ku"  inilah kemudian lahir istilah taqarrub. Doa dan dzikir merupakan upaya dekat dengan Allah S.W.T., prasangka baik kita kepadaNya akan menghantarkan kita unuk memiliki jiwa yang bersih yang senantiasa diberi cahaya dari Allah S.W.T.
            QANA’AH.  Istilah Qana’ah mengandung pengertian merasa cukup dengan yang ada dan cukup atas pemberian rizki atau nikmat dari Allah s.w.t. Lawan dari Qana,ah adalah Tamak. Hendaknya setiap muslim selalu menghiasi diri dengan sikap qana’ah (menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah Ta’ala).
            Mengenai  sikap qana’ah, dalam Shahih Muslim dan yang lainnya, dari Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
            “Beruntunglah orang yang memasrahkan diri, dilimpahi rizki yang sekedar mencukupi dan diberi kepuasan oleh Allah terhadap apa yang diberikan kepadanya.” (Diriwayatkan Muslim, At Tirmidzi,  dan Ahmad ).
            Dengan memiliki sifat qana’ah akan mendidik jiwa manusia senantiasa tenteram dan syukur  atas pemberian Allah s.w.t.
            WARA’. Istilah wara’ mengandung pengertian menjaga diri atau sikap hati-hati dari hal yang syubhat dan meninggalkan yang haram. Lawan dari Wara’ adalah syubhat yg berarti tidak jelas apakah hal tersebut halal atau haram.
            "Sesungguhnya yang halal itu jelas & yg haram itu jelas. Di antara keduanya ada yg syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yg menjaga dari syubhat, maka selamatlah agama & kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yg haram." (HR Bukhari & Muslim). "Sesungguhnya yang halal itu jelas & yg haram itu jelas. Di antara keduanya ada yg syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yang menjaga dari syubhat, maka selamatlah agama & kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yg haram." (HR Bukhari & Muslim).
            Dengan memiliki sifat wara’, manusia dididik untuk selalu berhati-hati dalam segala aspek kehidupan.
            Uraian sederhana  mengenai kesehatan jiwa di atas setidak-tidaknya berperan membantu kita menuju kehidupan yang lebih bermakna, sejahtera, sehat lahir batin. Allahu a'lamu bishawaf.

20 M MAGAL (MANUSIA GAGAL) DI BULAN RAMADLAN-SYAWAL

Menjadi manusia gatal tidak masalah, menjadi manusia gagal jangan donk. Setiap manusia punya hak yang sama menjadi manusia sukses baik ruhani maupun jasmani, baik dunia dan akherat. Menjadi manusia sukses jauh lebih bahagia, maka jangan biarkan kita hidup sengsara.

Bulan ramadlan adalah kesempatan awal untuk meraih kesuksesan jangka panjang. Ramadaln berarti kesempatan untuk menjdai brilian. karena ramadlan adalah bulan pembelajaran, agar kita menjadi manusia tangguh, sungguh -sungguh jujur,amanat, peduli, hati-hati, bijak, dan kosisiten dll.. Memang untuk sukses dunia akherat tidak perlu modal uang besar  cukup modal yang tertulis tadi.

Untuk menjadi suskses pra atau pasca ramadlan perlu  memiliki pemahaman. 20M sangat berpengaruh terhadap  ketidakberhasilan seseorang :

20 M tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memiliki motivasi rendah dalam menyambut ramadlan
Misalnya tidak tumbuh keinginan melatih bangun malam dengan shalat tahajjud. Begitupun tidak melakukan puasa sunnah Syaban, sebagaimana telah disunnahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam. Dalam hadits Bukhari dan Muslim, dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Syaban.”
2. Mengulur-ulur shalat fardhu.
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan kecuali orang-orang yang bertaubat dan beramal shalih” (Maryam: 59).
Menurut Said bin Musayyab, yang dimaksud dengan tarkush-shalat (meninggalkan shalat) ialah tidak segera mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya menjalankan shalat zhuhur menjelang waktu ashar, ashar menjelang maghrib, shalat maghrib menjelang isya, shalat isya menjelang waktu subuh serta tidak segera shalat subuh hingga terbit matahari. Orang yang bershiyam Ramadhan sangat disiplin menjaga waktu shalat, karena nilainya setara dengan 70 kali shalat fardhu di bulan lain.
3. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.
Termasuk di dalamnya menjalankan ibadah shalatul-lail. Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah merupakan ciri orang yang shalih.
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami” (Al-Anbiya:90).
Dan hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya. (Hadits Qudsi)
4. Mencintai  gemerlapnya dunia tanpa pertimbangan akhirat.
Cinta dunia  dampaknya terlalu kikir.Takut rugi jika mengeluarkan banyak infaq dan shadaqah adalah tandanya. Salah satu sasaran utama shiyam agar manusia mampu mengendalikan sifat rakus pada makan minum maupun pada harta benda, karena ia termasuk sifat kehewanan (Bahimiyah). Cinta dunia serta gelimang kemewahan hidup sering membuat manusia lupa akan tujuan hidup sesungguhnya.
5. Malas membaca Al-Qur’an.
Ramadhan juga disebut Syahrul Qur’an, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an. Orang-orang shalih di masa lalu menghabiskan waktunya baik siang maupun malam Ramadhan untuk membaca Al-Qur’an. Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan Al-Qur’an (HR Baihaqi).
Ramadhan adalah saat yang tepat untuk menimba dan menggali sebanyak mungkin kemuliaan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini harus nampak berlanjut setelah Ramadhan pergi, sebagai tanda keberhasilan latihan di bulan suci.
6. Mudah mengumbar amarah.
Ramadhan adalah bulan kekuatan. Nabi Saw bersabda : “Orang kuat bukanlah orang yang selalu menang ketika berkelahi. Tapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menguasai diri ketika marah.”
Dalam hadits lain beliau bersabda : “Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
7. Melakukan dusta dan berkata sia-sia
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta perbuatan Az-Zur, maka Allah tidak membutuhkan perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka tiada hajat bagi Allah padahal dia meninggalkan makan dan minumnya” (HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Kesempatan Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk mengatur dan melatih lidah supaya senantiasa berkata yang baik-baik. Umar ibn Khattab Ra berkata : Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan tutur kata yang sia-sia (Al Muhalla VI: 178).
8. Memutuskan tali silaturrahim.
Ketika menyambut datangnya Ramadhan Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa menyambung tali persaudaraan (silaturrahim) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya”. Puasa mendidik pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan tali cinta.
Pelaku shiyam jiwanya dibersihkan dari kekerasan hati dan kesombongan, diganti dengan perangai yang lembut, halus dan tawadhu. Apabila ada atau tidak adanya Ramadhan tidak memperkuat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan, itu tanda kegagalan.
9. Menyia-nyiakan waktu.
Al-Qur’an mendokumentasikan dialog Allah SWT dengan orang-orang yang menghabiskan waktu mereka untuk bermain-main. Allah bertanya : “Berapa tahunkan lamanya kamu tinggal di bumi ?.” Mereka menjawab : “Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari. Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman : “Kamu tidak tingal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. “Maka apakah kamu mengira sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami ?. Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang mempunyai Arsy yang mulia” (Al-Mu’minun: 112-116).
Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai atas karunia waktu dengan melakukan perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu selama Ramadhan semestinya membekas kuat dalam bentuk cinta ketertiban dan keteraturan.
10. Menjalani hidup dengan keraguan
Labil alias perasaan gamang, khawatir, risau, serta gelisah dalam menjalani hidup juga tanda gagal Ramadhan. Pesan Rasulullah SAW : ‘Sesungguhnya telah datang bulan Ramadhan yang penuh berkah. Allah telah memfardhukan atas kamu berpuasa di dalamnya. Dibuka semua pintu surga, dikunci semua pintu neraka dan dibelenggu segala syetan. Di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tiada diberikan kebajikan malam itu, maka sungguh tidak diberikan kebajikan atasnya’ (HR Ahmad, Nasa’i, Baihaqi dari Abu Hurairah)
Bila seseorang meraih berkah bulan suci ini, jiwanya mantap, hatinya tenteram, perasaannya tenang dalam menghadapi keadaan apapun.
11. Mensyiarkan Islam dengan kemalasan
Salah satu ciri utama alumnus Ramadhan yang berhasil ialah tingkat taqwa yang meroket. Dan setiap orang yang ketaqwaannya semakin kuat ialah semangat mensyiarkan Islam. Berbagai kegiatan amar ma’ruf nahiy munkar dilakukannya, karena ia ingin sebanyak mungkin orang merasakan kelezatan iman sebagaimana dirinya. Jika semangat ini tak ada, gagal lah Ramadhan seseorang.
12. Mengkhianati  amanah.
Shiyam adalah amanah Allah yang harus dipelihara (dikerjakan) dan selanjutnya dipertanggung-jawabkan di hadapan-Nya kelak. Shiyam itu ibarat utang yang harus ditunaikan secara rahasia kepada Allah.
Orang yang terbiasa memenuhi amanah dalam ibadah sir (rahasia) tentu akan lebih menepati amanahnya terhadap orang lain, baik yang bersifat rahasia maupun yang nyata. Sebaliknya orang yang gagal Ramadhan mudah mengkhianati amanah, baik dari Allah maupun dari manusia.
13. Motivasi hidup rendah dalam berjama’ah
Frekuensi shalat berjama’ah di masjid meningkat tajam selama Ramadhan. Selain itu, lapar dan haus menajamkan jiwa sosial dan empati terhadap kesusahan sesama manusia, khususnya sesama Muslim. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjama’ah, yang saling menguatkan.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam saatu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh” (Ash-Shaf: 4). Ramadhan seharusnya menguatkan motivasi untuk hidup berjama’ah.
14.  Mengandalkan makhluk  dengan pertimbangan nafsu
Hawa nafsu dan syahwat yang digembleng habis-habisan selama bulan Ramadhan merupakan pintu utama ketergantungan manusia pada sesama makhluk. Jika jiwa seseorang berhasil merdeka dari kedua mitra syetan itu setelah Ramadhan, maka yang mengendalikan dirinya adalah fikrah dan akhlaq. Orang yang tunduk dan taat kepada Allah lebih mulia dari mereka yang tunduk kepada makhluk.
15. Malas membela dan menegakkan kebenaran.
Sejumlah peperangan dilakukan kaum Muslimin melawan tentara-tentara kafir berlangsung di bulan Ramadhan. Kemenangan Badar yang spektakuler itu dan penaklukan Makkah (Futuh Makkah) terjadi di bulan Ramadhan. Di tengah gelombang kebathilan dan kemungkaran yang semakin berani unjuk gigi, para alumni akademi Ramadhan seharusnya semakin gigih dan strategis dalam membela dan menegakkan kebenaran. Jika bulan suci ini tidak memberi bekal perjuangan baru yang bernilai spektakuler, maka kemungkinan besar ia telah meninggalkan kita sebagai pecundang.
16. Menjauhi kaum dluafa’
Kasih sayang teradap kaum miskin adalh pribadi rasulullah. Ramadlan adalh syahru Rahmah, Bulan Kasih Sayang adalah nama lain Ramadhan, karena di bulan ini Allah melimpahi hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Shiyam Ramadhan menanam benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di kalangan masyarakat. Faqir miskin, anak-anak yatim dan mereka yang hidup dalam kemelaratan. Rasa cinta kita terhadap mereka seharusnya bertambah.
17. Memaknai akhir Ramadhan tanpa evaluasi diri dan mohon ampun kepada Allah s.w.t
Khalifah Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan seluruh rakyatnya supaya mengakhiri puasa dengan  evaluasi diri, memperbanyak istighfar dan memberikan sadaqah, karena istighfar dan sadaqah dapat menambal yang robek-robek atau yang pecah-pecah dari puasa. Menginjak hari-hari berlalunya Ramadhan, mestinya kita semakin sering melakukan muhasabah (introspeksi) diri.
“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-Hasyr: 18).
18.  Menyibukkan diri pada fokus Lebaran.
Kebanyakan orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan logistik menjelang Iedul Fitri. Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting yang menentukan nilai akhir kita di mata Allah dalam bulan mulia ini. Menjadi pemenang sejati atau pecundang sejati.
Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih akan berpisah dengan bulan mulia ini.
19.  Menganggap Idul Fitri  sebagai  hari kebebasan.
Secara harfiah makna Iedul Fitri berarti ‘hari kembali ke fitrah’. Namun kebanyakan orang memandang Iedul Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari penjara Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah Ramadhan meninggalkannya, ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul Fitri seharusnya menjadi hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi Allah secara lebih profesional.
20. Melakukan banyak kesia-siaan.
Banyak oeang menghabiskan Lebaran justru untuk kesia-siaan,  uang untuk sia-sia, waktu habis tanpa makna, ibadah di sepelekan hanya untuk sia-sia

STANDAR KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH

STANDAR KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH

NO. DIMENSI KOMPETENSI KOMPETENSI
1 Kepribadian 1.1 Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhalak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.
1.2 Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.
1.3 Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.
1.4 Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
1.5 Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah.
1.6 Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
2 Manajerial 2.1 Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
2.2 Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.
2.3 Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.
2.4 Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.
2.5 Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
2.6 Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
2.7 Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
2.8 Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah.
2.9 Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaa peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.
2.10 Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
2.11 Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien.
2.12 Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah.
2.13 Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
2.14 Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.
2.15 Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.
2.16 Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
3 Kewirausahaan 3.1 Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
3.2 Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.
3.3 Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah.
3.4 Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.
3.5 Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.
4 Supervisi 4.1 Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
4.2 Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
4.3 Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
5 Sosial 5.1 Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah.
5.2 Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
5.3 Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.


MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO