DAFTAR LABELKU (klik saja jangan ragu-ragu)

Minggu, 27 Januari 2013

BERKACA DARI “HABIBI DAN AINUN”(Upaya Pembentukan Keluarga Bahagia) Oleh Maskatno Giri -mas guru SMAN 1 Girimarto Wonogiri



Aku belajar dari kehidupan seorang tokoh besar salah satunya dari bp. Prof . Habibi.

Di suatu kesempatan, aku mengikuti acara bedah buku "Habibi dan Ainun". Kebetulan aku duduk paling depan, maksudnhya di deepan komputer. Karena bedah bukunya via internet.  Bp.  Habibi kurang lebih menyatakan bahwa selama beliau menikah 48 tahun 10 hari dengan istri tercintanya, beliau belum pernah  betengkar, kalau beda pendapat sedikit-sedikit biasa. Setelah beliau ditinggal istrinya, betapa Habibi merasa sangat terpukul. Beliau berkonsultasi  dengan psikiater atas problem kejiwaanya. Kata seorang psikiater karena kondisi terpukul pada jangka lama bisa menjadi stress sangat berat. Akhirnya, beliau disarankan menulis  novel biografi  HABIBI dan  AINUN.

Aku menjadi benar-benar termotivasi untuk  meniru setidak-tidaknya meneladani tokoh yang masih hidup,   seperti bp. Habibi  yang sanggup menjadi suami setia luar biasa. Padahal, kalau mau  beliau  bisa saja mejadi suami yang suka selingkuh. Apalagi, beliau lumayan kaya. Tapi, beliau tidak melakukannya.

Ternyata,  usia pernikahanku  sudah lumayan lama lho, lebih dari dua belas tahun dan  telah dikarunia empat anak. Namun, Alhamdulillah kehidupan rumah tanggaku  membahagiakan sekali. Aku dan istriku belum pernah bertengkar. Semoga selama  usia pernikahan kami diberi barokah tanpa pertengkaran seperti dalam kisah Habibi-Ainun. Aku yakin bahwa  untuk membangun keluarga sakinah pondasinya adalah bukan harta benda, saling pengertian atas dasar niat baik sebagai hamba Allah swt. dan pasti pemahaman agama yang benar melalui proses pembelajaran.  Aku dan istriku menikah tidak melalui pacaran. Kami dijodohkan, namun kita saling tahu latar belakang kita  masing-masing. Kami yakin  cinta bisa dibangun. Nyatanya tanpa pacaran, selama 10 tahun bisa bahagia.

Sekali lagi,  kisah Habibi dan Ainun memberikan motivasi dan pencerahan kembali  bagi keluarga kami.  Kami suami dan istri setiap saat  mengadakan refleksi bahwa kita punya tujuan yang sama yakni bahagia tidak hanya di dunia tapi jg di  akherat, maka kami berusaha mencari ridla  Allah. Lalu tidak memiliki niat mau macam-macam atau main-main dalam membangun kehidupan rumah tanggga kami.

Berikut  ini  modal penulis untuk mengarungi bahtera rumah tangga, yang terbukti menjadikan kami bahagia bersama istri dan anak-anak tercinta  melalui rumus 16 M:

  1.   Menjaga nilai kejujuran dan apa adanya , berkomunikasi terbuka pada keluarga
  2.   Menjaga aib masing-masing baik pasangan maupun keluarga
  3.   Menciptakan kondisi yang menyenangkan
  4.  Menjaga emosi kemarahan yang  tidak proporsional, tidak banyak menuntut, dan berebut untuk mengalah bukan menang-menangan.
  5. Mengutamakan kebersamaan keluarga
  6. Membuat komitmen jangka panjang
  7. Menghadapi masalah secara bijak
  8. Memegang teguh agama dan  berusaha menjadi Sholeh dan Sholihah
  9.  Memperhatikan penuh ke anak dan masa depannya
  10.   Menjalani hidup  dalam kesederhanaan dan tidak mengejar harta semata
  11.  Menjaga kepekaan  sosial pada lingkungan sekitar
  12.  Membiasakan gaya hidup sehat (baik jasmani dan ruhani) pada keluarga
  13.   Mengembangkan sikap saling membantu dan tolong menolong 
  14.   Mengutamakan musyawarah tidak otoriter
  15.  Memilih lokasi tempat tinggal yang baik
  16.  Menjalin ikatan silaturahmi keluarga istri maupun suami dengan baik

Selama ini kami sekeluarga berusaha memraktikkan yang kutulis  seperti di atas. Hasilnya sudah terasa. Banyak orang bilang bahagia menjadikan awet muda dan membuat fisik lebih sehat. Bukan bermaksud menggurui, karena tulisan ini akan bermanfaat bagi kami juga. Kami perlu juga intropeksi. Juga tulisan ini akan dibaca oleh anak-anak kami dan siswa-siswa kami.

Dari kisah Habibi dan Ainun aku mendapat pembelajaran luar biasa, aku memiliki obsesi besar mampu menjalani hidup rumah tangga bahagia selamanya,  juga mampu berkisah melalui tulisan. Aku pikir  obsesiku ini penting  untuk pembelajaran hidup,  juga termasuk di dalamnya  pada  pembelajaran kehidupan rumah tanggaku. Tulisanku Iinsya Allah bermanfaat untuk diri sendiri, anak-anakku kelak dan juga untuk orang lain. Akan kutularkan dan kupromosikan bahwa hidup hanya sekali, maka seyogyanya kita tidak main-main dalam hidup. Menciptakan kehidupan rumah tangga  bahagia jauh lebih utama, walau dalam kondisi  harta pas-pasan.

Jumat, 25 Januari 2013

MENYADARI HANYA BERMODALKAN KEKURANAGN DIRI

Merasa kurang PD akhirnya  kurang berprestasi. Iya kurang PD itulah modalku selama puluhan tahun. Tapi aku sadar bahwa aku harus belajar supaya dari tahun ke tahun lebih PD. Aku hidup bermodalkan banyak kekurangan.

Sering aku dikritisi orang lain. Ini kejadiannya sudah sejak aku remaja. Aku  kalau bicara terlalu cepat  akhirnya kalimatnya sullit dipahami , juga aku termasuk orang yang kurang konsentrasi, kalau berpikir sering melompat-lompat kurang fokus, dan terkadang terlalu cepat dalam menyimpulkan sesuatu, dan idenya kadang nyleneh. Aku juga memiliki  kelemahan bahwa aku kurang PD dengan apa ynag ada pada diriku.

Tidak enak sebenarnya untuk dinikmati sebagai orang yang memiliki kelemahan. Tapi aku sudah dimotivasi sejak muda bahwa kita bisa hidup luar biasa walau modalnya  pas-pasan atau kelemahan. Misalnya beride melompat-lompat sepertikubisa dilatih untuk mampuberpikir lebh kreatif. Aku sadar bahwa bagi seorang ortu sepertiku , dengan pemikiran yang kurang fokus dan melompat akan berdampak  "membingungkan" untuk anak-anakku dan juga orang lain. Tapi aku yakin,  jika aku mau  belajar berubah sedikit demi sedikit, aku bisa  berpikir lebih fokus, runtut dan reasonable. INi butuh proses.

Sadar atas kelemahan. Akhirnya sejak remaja berobsesi menjadi seorang penulis, ya penulis dengan modal "kenekatan dan kelemahan:" Karena menjadi seorang penulis dituntut mampu nerpikir runtut, tenang dan inovatif. Oh ya aku memiliki  kelebihan bahwa aku  mampu berpikir kreatif dan inovatif.

Karen sudah kutetapkan dalam hati bahwa orang sukses adalh orang yang mau berubah menjadi lebih baik, menyadarikelemahan diri, dan mau belajar tiada henti. Dan yang terakhir ini sangat penting bahwa kita hidup ada yang MENGUASAI YAKNI ALLAH S.W.T. Mari bedoa supaya Allah menjadikan kita pribadi yang lebih baik.

Kamis, 24 Januari 2013

MENAJAMKAN INDERA MENUJU KESYUKURAN Oleh Maskatno Giri

Ini kisah nyata. Hampir  setiap hari aku bertemu dengan tetanggaku yang lahir cacat, temanku yang nasibnya kurang beruntung dalam mencari kerja, muridku yang malang tanpa orang tua, tetanggaku yang ditinggal anaknya dll. Terkadang, aku tidak terlintas  untuk belajar memahami  arti kehidupan dunia.

Berangkat dari kesadaran bahwa manusia lahir dengan modal cobaan , kenikmatan, kelebihan dan kekurangan. Maka idealnya setiap manusia seharusnya hidup dalam kesyukuran. Yang membuat aku termotivasi untuk tidak banyak mengeluh adalah karena  aku  berusaha memperhatikan, merasakan, membayangkan betapa kita masih beruntung dan mestinya banyak bersyukur dan bersyukur.

Alahmdulillah kita  masih diberi kesempatan hidup, alhamdulillah kita masih diberi kemampuan merenung, berpikir, Alhamdulillah kita masih diberi nikmat hidayah dll. Pokoknya  aku akan berusaha menasihati diri bahwa ' TAK ADA WAKTU UNTUK MENGHUJAT DIRI SENDIRI, LEBIH JAUH LAGI KEPADA ALLAH SW.T.  ALLAH MAHA ADIL. Aku adalah aku yang harus bertanggung jawab  seluruh yang sudah menjadi jatahku dari pemberian ALLAH  s.w.t baik berupa kekurangan dan  kelebihan .  Aku harus menerima kenyataan dengan penuh kesyukuran.

Namun, walau modal ku untuk hidup hanya sebatas apa adanya alias serba pas-pasan, tentu akau harus memaksimalkan modal biasa ini untuk menjadi luar biasa. Sebagai  wujud syukur,  aku harus lebih rajin beribadah bermuamalah, mencari rezeki barokah dan berusaha menjalali kehidupan yang sakinah mawadah dan warahmah. Kalu kita sudah sanggup menjadi pribadi yang selalu bersyukur, berarti kita layak mendapat keluarbiasaan dari ALLLAh s.w.t.

WAktu tidak bisa mundur. Waktu berjalan. Kita tahau-tahu sudah tua. kayaknay baru saja kita menjadi anak-anak. Kini aku sudah memiliki banyak anak. Baru saja kayaknuya menjadi murid SMA,  kini aku menjadi guru  SMA. Bersyukur, bersyukur, dan berusaha terus menerus bersyukur. Buat apa hidup tanpa kesyukuran. Kesyukuran akan menghantarkan kepada kemujuran.

Jumat, 18 Januari 2013

Mendesak Untuk Menulis Catatan Harian Demi Kebaikan Oleh Maskatno Giri

Sebetulnya aku memiliki  salah satu kebiasaan baik, di antaranya menulis buku harian. Kini dengan adanya internet benar-benar membantuku untuk menulis catatan harian ku, tentu melalui blog pribadiku ini. Tahukah anda kenapa aku harus menulis buku atau catatan harian?

Catatan harian itu sangat penting. Setiap orang mestinya  memiliki catatan harian. Catatan ini fungsinya banyak: setiap orang  perlu refleksi dan evaluasi diri, setiap orang perlu menasihati dan memotivasi diri, setiap orang  perlu memiliki rencana indah di masa depan, setiap orang perlu berbagi dan setiap orang pernah memiliki janji dan hutang. Maka bila seseorang menyepelekan catatan harian bisa dipastikan hidupnya kurang berkualitas dan sering-sering melanggar janji baik kepada diri sendiri maupun orang lain.

Mungkin di antara kita membantah. Zaman dulu belum ada buku harian tapi orang-orangnya juga berkualitas? Itulah pertanyaan orang yg kurang cerdas. Zaman dulu sebenarnya sudah ada catatan harian tapi masih berupa simbol-simbol. Simbol  tersebut di catat dlm dinding, kayu, kulit dll.  Namun, kadang catatan itu baru sebatas dalam kode-kode tertentu di catat dalam otak saja, cara ini  sangat lemah karena orang sering lupa.

Zaman sekarang sudah ada buku murah, internet gratis, dan  kalau seseorang tidak memiliki catatan harian  dia layak menjadi manusia terbelakang. Dan, Alhamdulillah kini aku sudah terbiasa   memotivasi diri, anak-anaku , dan juga para siswa tercinta. Aku tidak hanya  sebatas teori aku sudah praktik untuk  menulis catatan harian baik melalui buku maupun blog pribadiku. Siapa tahu, suatu saat nanti buku harianku bisa  menghasilkan uang atau dapat dipasarkan.Tentu catatan yang bersifat bukan pribadi..

Kini tulisanku sudah ratusan lembar bahkan ribuan lembar. Ternyata juga bermanfaat bagi orang lain, karena di blog pribadiku ini, sudah  ada lebih dari dua puluh satu ribu pembaca. Coba  kita bisa membayangkan bila seratusan  saja kena pengaruh positf dari blogku berarti sudah ratusan  pahala dari Allah s.w.t.  Ayo berlomba menulis untuk mengharap pahala dan ridlo dari Allah s.w.t semata.


Rabu, 16 Januari 2013

ORANG TUA DAN PENDIDIKAN KARAKTER (telah dimuat di Majalah RESPON edisi Januari 2013) Oleh: Maskatno Giri mas guru SMAN 1 Girimarto

            Kata kunci dari  Undang-undang Sisdiknas Pasal 3 No 20 Tahun 2003 adalah iman, taqwa dan berbudi luhur. Modal inilah yang ditekankan di berbagai lembaga pendikan dalam penerapan pendidikan karakter. Namun, peserta didik  ditekankan pula untuk memiliki modal yang lain: sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta bertanggung jawab. Ditambahkan, dalam  UU tersebut dinyatakan  bahwa fungsi pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
            Kemudian sipakah yang paling bertanggung jawab atas keberhasilan pendidikan karakter? Jelas, orang tua adalah salah satu pemegang kuncinya.
            Orang tua  adalah  tokoh penting,  mereka  merupakan  salah satu stake holder (pemangku kepentingan) dalam dunia pendidikan. Para orang tua  seharusnya berperan aktif, saling bekerja sama dalam memotivasi, mengawasi,  bersama pengurus komite dan  para pendidik  di lembaga pendidikan tersebut  lalu membentuk kesepakatan guna meraih keberhasilan pendidikan.
            Bukti dari keberhasilan pendidikaan adalah terbentuknya karakter (akhlaq mulia) dari para peserta didik.  Mengenai  pembentukan karakter  dalam program  pendidikan karakter telah menjadi perhatian pemerintah secara serius. Kemendiknas  telah menerbitkan  panduan pelaksanan pendidikan karakter. Pendidikan karakter tersebut adalah mencakup pada  penanaman kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasar nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik (moral feeling) dan perilaku baik (moral action). Kebiasaan yang baik yang dimiliki oleh peserta didik  tidak begitu saja mudah diraih kalau hanya mengandalkan pelaksanaan pendidikan di lembaga pendidikan (baca: sekolah). Pendidikan di keluarga adalah tempat yang krusial sebagai  pondasi awal meraih suksesnya pendidikan formal.
Awal Pembentukan  Karakter
            Tempat terbentuk karakter  pertama seseorang  anak adalah di keluarga, pembentuknya adalah orang tuanya.  Modeling (keteladanan) adalah proses pendidikan dalam penanaman karakter atau  budi pekerti . Guru terbaik pertama sebelum anak memasuki usia sekolah adalah kedua orang tuanya. Untuk meraih  kesuksesan pendidikan,  idealnya orang tua harus sanggup sebagai teladan (uswatun hasanah),  dan memiliki kemauan untuk  belajar menjadi tokoh pendidikan di keluarga masing-masing.  Orang tua harus memiliki budi pekerti luhur dulu sebelum menuntut kepada anak-anaknya memiliki keluhuran budi. Setelah anak-anak memiliki teladan, mereka telah memiliki  pondasi pendidikan yang lebih lengkap lagi. Keberhasilan pendidikan di keluarga  menentukan pendidikan di jenjang  pendidikan formal (sekolah), sehingga peran  pendidik di sekolah merasa terbantu dalam mengarahkan peserta didik.
            Ada beberapa alasan mengapa orang tua dianggap tokoh penting dalam pembentukan karakter seseorang antara lain: Pertama, seseorang lahir disusui ibunya, dan pada hakekatnya sang anak telah menyusu karakter orang tuanya. Kedua, pendidikan terjadi asli dan alami (tanpa rekayasa) terjadi dalam keluarga. secara alami  dan asli, anak-anak meniru kebiasaan kedua orang tuanya. Ketiga, kehidupan rumah tangga  merupakan unit pendidikan pertama sebelum anak mendapatkan pengaruh dari masyarakat dan lembaga pendidikan.
            Ada  sebagian anak yang mengalami proses pendidikan  di  suatu keluarga seperti di atas tidak berlangsung normal, terutama bagi sebagian orang tua yang terlalu sibuk, orang tua  terjebak pada rutinitas yang padat sehingga tidak sempat memperhatikan anaknya dengan cermat.  Proses pendidikan keluarga  tidak  berjalan secara lancar, anak-anak tidak memperoleh serapan  pendidikan yang baik dari kedua orang tuanya. Akhirnya anak-anak  meniru kebiasaan pengasuhnya  ( salah satunya  meniru perilaku pembantunya).
Bekal Orang Tua Berkarakter
            Sering dijumpai dalam berbagai kasus, para orang tua  menyalahkan guru bahkan menuntut tanggung jawab guru di sekolah karena orang tua merasa bahwa anaknya baik-baik saja dalam keluarga. Anak mereka merasa  didzalimi, juga mendapat sanksi dari sekolah karena dianggap berperilaku negatif di sekolah.  Para orang tua merasa sudah mendidik dengan baik, dan  mereka mengira kesalahan ada di pendidikan sekolah. Jika komunikasi antara pihak sekolah dan orang tua tidak berjalan semestinya, akhirnya mereka merasa sudah pada jalur yang benar (on the right tract). Dampaknya bisa serius. Kepercayaan ke lembaga sekolah semakin menurun.
            Maka diperlukan pemahaman bahwa orang tua perlu memilki bekal  dalam membentuk anak memilki karakter baik (akhlaqul Karimah).  Kemudian  bekal apakah yang harus dimiliki  orang tua sebagai pendidik berkarakter d dalam keluarga? Orang tua setidak-tidaknya memiliki  sembilan bekal yakni:  Kejujuran dan Konsiten, Aktif, Motivasi, Peduli, Refleksi dan Evaluasi diri , Tekun, danTaqwa.
            Kejujuran dan konsisten adalah modal kemujuran. Keberhasilan jangka panjang adalah  kemampuan menjaga kejujuran secara konsisten (istiqomah). Untuk menjaga keistiqomaan anak dalam menjaga nilai-nilai kebaikan  dan kejujuran, orang tua harus memiliki bekal  aktif dalam memantau  perkembangan anak, baik secara  perkembangan spiritualnya, intelektualnya maupun  emosi dan sosial anak. Berikutnya orang tua harus memiliki bekal motivasi, sebagai orang tua harus memiliki motivasi tinggi untuk mencetak  generasi yang berbudi berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
            Peduli  (care) adalah modal orang tua berupa bentuk perhatian terhadap diri sendiri dan  di luar diri sendiri. Salah satu penyebab kegagalan pendidikan  di dalam keluarga adalah karena  kurang  adanya  kepedulian terhadap anak.  Tidak ada pendidik yang sempurna, para orang tuapun memiliki kekurangan dan kelemahan. Maka orang tua yang sukses adalah orang tua yang memiliki modal mulat sariro hangroso wani (berani refleksi dan evaluasi diri), maksudnya adalah kemauan mengoreksi diri sendiri. Kalau mereka bersalah harus mengakui diri bahwa mereka bersalah, dan bertekat untuk menjad lebih baik melalui proses belajar.
            Berikutnya adalah bekal tekun, orang tua yang tekun/ sungguh-sungguh dalam mendidik anak akan menuju kesuksesan sebagaimana kata bijak  man jadda wa jadda (barangsiapa yang sungguh-sungguh akan berhasil). Dan yang terakhir, bekal yang merupakan paling vital adalah  bekal taqwa. Orang  tua  yang benar-benar taqwa adalah orang tua unggul, mereka memang layak menjadi orang tua sejati yang sanggup diteladani.
            Demikian  uraian singkat, semoga bermanfaat guna menuju bangsa bermartabat. Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang peduli tentang pendidikan.
       Wallahu a’lam bishshawab


Selasa, 15 Januari 2013

SAAT MISKIN IDE

Saat ini aku baru miskin ide untuk menulis, karena aku semakin sulit menemukan orang-orang aneh di sekitarku. Orang aneh di sekitarku merupakan pemicu ide krativitasku.  Mungkin sebab di antaranya sudah insyaf, atau mereka kehilangan kreativitas hidup, atau mungkin juga jenuh menjadi orang aneh. Dan, keanehan kamu membuat buku harianku semakin hari semakin penuh.

Jangan takut menjadi manusia aneh. Ini serius. Nabi Muhammad s.a.w saja dianggap aneh. Tapi, pasti aneh yang positif. Bagi yang merasa sahabatku mungkin muridku jagalah keanehan, keunikanmu, dan keluarbiasaanmu. Yang jelas kata profesorku "Everybody was born with incredible ability and power" barangkali engkulah orangnya calon menjadi manusia besar, yang menjadi sumber inspirasi yang tak pernah habis. Sebagaimana keagungan Rasululah s.a.w , yang akhirnya keanehan beliau menghasilkan tidak hanya ratusan buku namun jutaan buku. Beliau adalah sumber inspirasi yang tak pernah habis.

TERIMA KASIH SAHABATKU YANG ANEH

Ucapan terima kasih yang seluas-luasnya layak kuberikan kepada sahabatku  "khusus yang berperilaku aneh" baik dari tetangga dekat maupun yang  jauh, saudara dekat maupun saudara yang  jauh teman dekat maupun yang jauh dll. Kenapa  aku harus  berucap terima kasih?

Suatu kenyataan  bahwa  puluhan bahkan ratusan tulisanku baik di blog pribadi, di kompasiana, maupun di FB adalah buah dari inspirasi dan ide yang berasal  dari polah-tingkah, muna-muni dari sahabatku. Jadi  aku merasakan harus bersyukur  dan berterima kasih,  jika aku  memiliki sahabat yang aneh-aneh, baik dalam kebaikan dan kejelekan, yang jelas perilaku dari sahabatku yang aneh-aneh  merupakan sumber berharga dari ide tulisanku. Sekali lagi aku harus bersyukur bisa menjadi sahabatnya, karena aku berlatih menjadi  pengamat perilaku lalu aku bisa memetik ide dari sahabatku dan  akan menuliskannya.

Maka bagi yang kenal aku, aku persilahkan engkau  berbuat aneh-aneh. Kalau  mau aneh-aneh yang positif engkau akan memanen yang positif pula, namun yang  bertindak negatif engkau akan merasakan pula dampaknya.  Aku  akan menulis keanehanmu untuk bahan pembelajaran diriku sendiri dan untuk sahabat yang lain.

Minggu, 13 Januari 2013

NIAT POSITIF MENJADI BAHAGIA

Keinginan sejak remajaku   ingin menjadi manusia yang bahagia di masa tua. Walau aku miskin, aku ingin sekali menjadi manusia yang bahagia. Kalau bicara masalah kemiskinan, aku sudah kenyang dengan kemiskinan sejak aku kecil. Aku memiliki keyakinan yang kuat bahwa untuk menjadi bahagia tidak harus kaya harta. Namun, kaya ide, kreativitas, ilmu,  sahabat  menurutku prasarat penting menjadi bahagia.

Kini, aku sudah  semakin tua, aku sudah memiliki empat anak. Ternyata harapanku ketika masih muda Menjadi kenyataan. Bener, aku hidup dalam kebahagiaan, di antara penyebabnya kami sekeluarga berusaha menjadi manusia yang bersyukur. Jadi, kesimpulannya syukur kunci bahagia.

Ternyata keinginan yang kuat di waktu muda bisa menjadi kenyataan di masa tua. Keinginan  hidup dalam kebahagiaan, dan juga keinginan mau berbagi adalah keinginana positif. Allah Maha Mengetahui dan Kuasa untuk menjadikan setiap keinginan positif kita menjadi kenyataan.

Mulai saat ini, tidak ada waktu yang telat unutk memiliki keinginan positif, mari tulis dan niatkan bahwa kita layak menjadi manusia yang bahagia  di masa tua dan lebih jauh lagi bahagia di akherat.


Jumat, 11 Januari 2013

Menjadi Bermakna Melalui Tulisan

Walau sudah ngantuk, tetep mau belajar menulis. Tahukah anda bahwa suatu saat nanti aku akan menjadi seorang penulis ?

Ya bener, berawal aku menjadi  penulis di blog pribadi kini ada titik cerah menanti. Karena aku telah melakukkan sesuatu yang besar  walau berawal dari tulisan yang sederhana. Aku layak menjadi manusia besar. Aku berusaha juga menjadikan orang lain menjadi lebih besar. Aku telah memotivasi diriku sendiri dan orang lain untuk menjadi lebih baik dan bersemangat.

Tulisan yang mendominasi tulisanku adalh motivasi. Aku kayaknya layak menjadi seorang motivator, karena hidupku hanya bermodalkan motivasi atau kenekatan.

Selasa, 08 Januari 2013

SELAMAT BERBAHAGIA! ANDA ADALAH JUARA SEJATI


Juara sejati adalah juara sepanajng masa itu tidak harus mendapat tropi. Menurutku kamu semua bisa menjadi juara sejati, karena definisi juara sejati adalah seseorang yang memiliki kelebihan/ potensi kebaikan khas yang bisa menyelamatkan, membahagiakan dirinya sendiri dan orang lain dari kehidupan saat ini dan kehidupan sesudah mati. So, bila ingin lebih berbahagia dalam hidup jadilah juara sejati.

Namun, untuk menjadi juara sejati membutuhkan kebiasaan unik. Tahukah anda apakah kebiasaan para juara sejati:1. Gila belajar setiap saat, 2. Waktunya efektif 3. Biasa beda yg positif dgn orang biasanya 4. Tidak mudah kena bujuk rayu negatif. 5. Tangguh, sabar dan tekun 6. Setiap tindakan dalam rangka menjaga nama baik pribadi, keluarga, dan masyarakat.

Semoga, kita semua menjadi juara sejati , motivasi ini untuk kalangan sendiri (terutama untuk anak-anakku n remajaku tercinta ) yen ora bolo ora tak kandani.

Metode Mendidik Akhlak Anak Januari 25, 2008 oleh riwayat

  1. Pendahuluan
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, kebutuhan pribadi seseorang. Kebutuhan yang tidak dapat diganti dengan yang lain. Karena pendidikan merupakan kebutuhan setiap individu untuk mengembangkan kualitas, pontensi dan bakat diri. Pendidikan membentuk manusia dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dari kebodohan menjadi kepintaran dari kurang paham menjadi paham, intinya adalah pendidikan membentuk jasmani dan rohani menjadi paripurna. Sebagaimana tujuan pendidikan, menurut Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) UU RI NO. 20 TH. 2003 BAB II Pasal 3 dinyatakan
” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”[1]
Tujuan pendidikan setidaknya terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan bertujuan mengembangkan aspek batin/rohani dan pendidikan bersifat jasmani/ lahiriyah. Pendidikan bersifat rohani merujuk kepada kualitas kepribadian, karakter, akhlak dan watak, kesemua itu menjadi bagian penting dalam pendidikan, kedua pengembangan terfokus kepada aspek jasmani, seperti ketengkasan, kesehatan, cakap, kreatif. Pengembangan tersebut dilakukan di institusi sekolah dan di luar sekolah seperti di dalam keluarga, dan masyarakat.
Tujuan pendidikan berusaha membentuk pribadi berkualitas baik jasmani dan rohani. Dengan demikian secara konseptual pendidikan mempunyai peran strategis dalam membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas, tidak saja berkualitas dalam segi skill, kognitif, afektif, tetapi juga aspek spiritual. Hal ini membuktikan pendidikan mempunyai andil besar dalam mengarahkan anak didik mengembangkan diri berdasarkan potensi dan bakatnya. Melalui pendidikan anak memungkinkan menjadi pribadi soleh, pribadi, berkualitas secara skill, kognitif dan spiritual.
Tetapi realitas di masyarakat membuktikan pendidikan belum mampu menghasilkan anak didik berkualitas secara keseluruhan. Kenyataan ini dapat dicermati dengan banyaknya perilaku tidak terpuji terjadi di masyarakat, sebagai contoh merebaknya pengguna narkoba, penyalahgunaan wewenang, korupsi, manipulasi, perampokan, pembunuhan, pelecehan seksual, pelanggaran Hak Azasi Manusia, penganiayaan terjadi setiap hari. Realitas ini memunculkan anggapan bahwa pendidikan belum mampu membentuk anak didik berkepribadian paripurna.
Pendidikan diposisikan sebagai institusi yang dianggap gagal membentuk anak didik berakhlak mulia. Padahal tujuan pendidikan di antaranya adalah membentuk pribadi berwatak, bermartabat beriman dan bertakwa serta berakhlak. Dalam tulisan ini tidak bermaksud untuk mencari dan meneliti penyebab gagalnya pendidikan secara keseluruhan, tidak juga ditujukan untuk meneliti aspek penyebab kegagalan, atau latar belakang kebijakan pendidikan sehingga pendidikan menjadi carut marut.
Tetapi pembahasan ini akan difokuskan kepada metode membentuk pribadi berakhlak mulia. Berakhlak mulia merupakan bagian dari tujuan pendidikan di Indonesia, tujuan tersebut membutuhkan perhatian besar berbagai pihak dalam rangka mewujudkan manusia berskill, kreatif, sehat jasmani dan rohani sekaligus berakhlak mulia. Penulis beranggapan bahwa inti dari pendidikan adalah pendidikan akhlak, sebab tidak ada artinya skill hebat jika tidak berakhlak mulia. Tidak ada artinya mempunyai generasi hebat, jenius, kreatif tetapi tidak berakhlak mulia.
Berdasarkan alasan tersebut penulis menganggap bahwa akhlak merupakan bagian terpenting dalam kehidupan ini. Kenapa penulis berasumsi demikian? Karena tanpa akhlak dunia akan hancur, dunia akan menjadi seperti neraka, dunia akan menjadi ladang pemuasan keinginan tak terkendali, baik kendali keagamaan, adat maupun moral. Kalau disuruh memilih dua pilihan, pilihan pertama pemimpin berakhlak mulia, tetapi berpendidikan diploma, pilihan kedua pemimpin bergelar strata tiga/Doktor tetapi berakhlak buruk, suka berzina, korupsi dan perilaku jelek lainnya, pasti orang sehat akalnya akan memilih pemimpin berpendidikan diploma, daripada pemimpin bergelar Doktor/S.3 tetapi berakhlak buruk.
Dari perumpamaan tersebut memperjelas dan menguatkan asumsi bahwa akhlak mulia menempati urutan teratas jika dibandingkan dengan skill. Di mana pun tempatnya akhlak mulia mendapatkan tempat dihati masyarakat. Untuk itu perlu kiranya langkah dan terobosan lebih maju untuk mendidik anak didik mempunyai akhlak mulia. Perlu adanya metode yang tepat untuk mendidik anak agar berakhlak mulia. Metode yang dapat diandalkan dan mudah di lakukan. Di samping itu perlu adanya kesamaan antara pendidikan di rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat, sehingga dimungkinkan pendidikan jalan searah dalam mencapai tujuan.
Ada kecenderungan dalam masyarakat bahwa pendidikan adalah di sekolah, di sekolah anak sudah cukup mendapatkan pendidikan, mulai dari pendidikan skill sampai pendidikan akhlak. Padahal pendidikan disekolah hanya satu bagian dari bentuk pendidikan, adanya ketergantungan orang tua dalam mendidik anak kepada sekolah berakibat pengabaian pendidikan di rumah dan masyarakat, padahal pendidikan di sekolah hendaknya bersesuaian dengan pendidikan di sekolah, paling tidak ada semacam kesamaan. Adalah mustahil pendidikan di sekolah dapat berhasil maksimal sedangkan pendidikan di rumah dan sekolah tidak mendukung.
Sebagai contoh anak di sekolah mendapat pelajaran salat dari guru agamanya, mulai dari persiapan hingga bacaan salat dan gerakan salat. Anak yang telah mendapatkan ilmu tentang salat diharuskan untuk mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ketika anak pulang dari sekolah, kemudian datang waktu salat, anak melihat ayah, ibu dan saudaranya tidak salat, bagaimana perasaan, pikiran anak tadi? Tentu akan timbul banyak anggapan dan praduga dan analisa, banyak jawaban dan komentar terhadap peristiwa tersebut. Mungkin anak akan enggan melaksanakan salat dengan alasan ayah, ibu dan saudaranya juga tidak salat jadi untuk salat. Atau ketika seorang guru menasehati anak didiknya untuk tidak merokok, kemudian pada waktu lain, anak didik melihat guru tersebut merokok. Bagaimana sikap siswa pada waktu itu? Bagaimana kesimpulan siswa ketika itu?
Kejadian tersebut mungkin saja ada, dan merealitas dalam kehidupan masyarakat, terlepas apakah metode yang digunakan di sekolah telah sesuai atau tidak, apakah penyelenggaraan pendidikan di sekolah memungkinkan anak didik merasa aman, terlindungi, gembira dalam mengembangkan bakat dan potensinya, apakah guru sudah mengoptimalkan pembelejaran dengan memperhatikan aspek psikomotor, afektif dan kognitif atau tidak, yang pasti keadaan keadaan di masyarakat masih sering terjadi perbuatan asusila, anarkis, amoral dan berbagai maksiat dan kejahatan. Kejadian tersebut memberi sinyal dan gambaran bahwa pendidikan akhlak belum menjadi prioritas dalam dunia pendidikan. Pendidikan hanya mengembangkan aspek kognitif dibanding aspek psikomotor, afektif, emosi dan religi.
Pendidikan dianggap tidak berkualitas, pendidikan telah diangggap gagal? Kegagalan tersebut tercermin dari banyaknya perbuatan mungkar, asusila dalam kehidupan masyarakat. Keadaan ini memunculkan anggapan bahwa pendidikan tidak berkualitas dan gagal. Apakah angapan tersebut berdasarkan? Karena kegagalan pendidikan tidak hanya diukur dari sikap moral di masyarakat saja.
Apakah pendidikan tidak bermutu sehingga menghasilkan anak didik bermoral rendah, berakhlak rendah? Apakah pendidikan tidak mampu menampung dan mengakomodasi keinginan dan potensi, bakat dan kemampuan siswa? Apakah proses pembelajaran sudah memberi ruang dan waktu bagi berkembangannya bermacam potensi dan bakat siswa? Kalau siswa telah mendapatkan haknya untuk mengembangkan diri dan potensinya maka pendidikan telah memberi makna kepada siswa.
Jamaluddin Idris mengatakan agar pembelajaran bermakna dan berpotensi mengembangkan bakat siswa paling tidak harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut; Perkembangan anak didik, kemandirian anak., vitalisasi model hubungan demokratis, vitalisasi jiwa aksploratif, kebebasan, menghidupkan pengalaman anak, keseimbangan pengembangan aspek personal dan social, Kecerdasan emosional dan spiritual.[2]
Pendidikan hendaknya memperhatikan perkembangan anak didik, baik dari segi kurikulumnya, metode dan materi ajarnya, perhatian terhadap aspek perkembangan anak didik perlu diperhatikan agar terjadi umpan balik yang seimbang, umpan balik yang dimaksud adalah adanya respon yang positif dari anak didik terhadap pendidikan yang sedang diukutinya, di sisi lain, anak didik akan terhindar dari pengabaian pendidikan. Bakat, potensi dan minatnya akan tersalurkan jika pendidikan memperhatikan aspek perkembangan anak didik. Guru akan mudah mengajar dan memberikan materi dengan metode tepat.
Pendidikan hendaknya mengembangkan aspek pribadi dengan tidak mengabaikan aspek sosial, lebih dari itu pendidikan hendaknya mengembangkan aspek emosi dan religi anak. Agama adalah sumber ajaran akhlak mulia, dengan pemahaman agama kuat diharapkan anak mempunyai referensi cukup untuk mengembangkan kepribadiannya.
Mengembangkan kepribadian mengacu kepada mendidik akhlak. Dalam mendidik akhlak perlu sebuah sistem ataupun metode tepat agar proses internalisasi dapat berjalan dengan baik, lebih penting adalah anak mampu menerima konsep akhlak dengan baik serta mampu mewujudkan dalam kehidupan keseharian.
Tulisan ini berusaha menitikfokuskan kepada metode-metode yang mungkin dapat digunakan dalam mendidik akhlak anak. Ada titik fokus terhadap metode pendidikan tertentu dan tepat sesuai dengan materi dan anak didik amak tingkat keberhasilannya lebih besar. Meskipun selama ini anak telah mendapatkan materi tentang akhlak di sekolah, di rumah dan tempat pengajian, tetapi kenapa anak masih berperilaku melanggar norma adat dan agama? Bukankah mereka sudah mendapatkan pendidikan akhlak di sekolah?
  1. Sekilas Tentang Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu alkhulqu, al-khuluq yang mempunyai arti watak, tabiat, keberanian, atau agama.[3] Secara Istilah akhlak menurut Ibnu Maskawaih (421 H) adalah
“suatau keadaan bagi jiwa yang mendorong ia melakukan tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus, maka jadilah suatu bakat dan akhlak.”[4]
Indikasi bahwa akhlak dapat dipelajari dengan metode pembiasaan, meskipun pada awalnya anak didik menolak atau terpaksa melakukan suatu perbuatan/ akhlak yang baik, tetapi setelah lama dipraktekkan, secara terus-menerus dibiasakan akhirnya anak mendapatkan akhlak mulia.
Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin sebagaimana dikutip Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari memberikan definisi akhlak sebagai”suatu ungkapan tentang keadaan pada jiwa bagian dalam yang melahirkan macam-macam tindakan dengan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan terlebih dahulu”[5]
Dari dua defenisi di atas dapat dipahami bahwa akhlak bersumber dari dalam diri anak dan dapat juga berasal dari lingkungannya. Secara umum akhlak bersumber dari dua hal tersebut dapat berbentuk akhlak baik dan akhlak buruk, tergantung pembiasaannya, kalau anak membiasakan perilaku buruk, maka akan menjadi akhlak buruk bagi dirinya, sebaliknya anak membiasakan perbuatan baik, maka akan menjadi akhlak baik bagi dirinya.
Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa akhlak dapat dipelajari dan diinternalisasikan dalam diri seseorang melalui pendidikan, di antaranya dengan metode pembiasaan. Dengan adanya kemungkinan diinternalisasikan nilai-nilai akhlak ke diri anak, memungkinkan pendidik melakukan pembinaan akhlak.
  1. Jenis Metode Mendidik Akhlak
Abdurrahman an-Nahlawi mengatakan metode pendidikan Islam sangat efektif dalam membina akhlak anak didik, bahkan tidak sekedar itu metode pendidikan Islam memberikan motivasi sehingga memungkinkan umat Islam mampu menerima petunjuk Allah. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah Qurani dan Nabawi, metode perumpaan Qurani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode targhib dan tarhib.[6] Dari kutipan tersebut tergambar bahwa Islam mempunyai metode tepat untuk membentuk anak didik berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam. dengan metode tersebut memungkinkan umat Islam/masyarakat Islam mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan. Dengan demikian diharapkan akan mampu memberi kontribusi besar terhadap perbaikan akhlak anak didik, untuk memperjelas metode-metode tersebut akan di bahas sebagai berikut:
    1. Metode Dialog Qurani dan Nabawi
Metode dialog adalah metode menggunakan tanya jawab, apakah pembiacaaan antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan topik pembicaraan tertentu. Metode dialog berusaha menghubungakn pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya.[7] Uraian tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan.
Abdurrrahman an-Nahlawi mengatakan pembaca dialog akan mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topic dialog disajikan dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca tertuntun untuk mengikuti dialog hingga selesai, melalui dialog perasaan dan emosi pembaca akan terbangkitkan, topic pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi.[8] Dalam al-Quran banyak memberi informasi tentang dialog, di antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitabi, taabbudi, deskritif, naratif, argumentative serta dialog Nabawiyah.[9] Metode dialog sering dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dalam mendidik akhlak para sahabat. Dialog akan memberi kesempatan kepada anak didik untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami.
    1. Metode kisah Qurani dan Nabawi
Dalam al-Quran banyak ditemui kisah menceritakan kejadian masa lalu, kisah mempunyai daya tarik tersendiri yang tujuannnya mendidik akhlak, kisah-kisah para Nabi dan Rasul sebagai pelajaran berharga. Termasuk kisah umat yang inkar kepada Allah beserta akibatnya, kisah tentang orang taat dan balasan yang diterimanya. Seperti cerita Habil dan Qobil,
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, Aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya Aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya Aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, Maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian Itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim. Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi.”[10]
Ayat di atas merupakan contoh dalam ayat Al-Quran yang berhubungan dengan kisah. Kisah dalam al-Quran mengandung banyak pelajaran. Kisah dalam al-Quran dapat menjadi pelajaran bagi manusia. Abdurrahman an-Nahlawi mengatakan kisah mengandung aspek pendidikan yaitu dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembacanya, membina perasaan ketuhanan dengan cara mempengaruhi emosi, mengarahkan emosi, mengikutsertakan psikis yang membawa pembaca larut dalam setting emosional cerita, topic cerita memuaskan pikiran. Selain itu kisah dalam al-Quran bertujuan mengkokohkan wahyu dan risalah para Nabi, kisah dalam al-Quran memberi informasi terhadap agama yang dibawa para Nabi berasal dari Allah, kisah dalam al-Quran mampu menghibur umat Islam yang sedang sedih atau tertimpa musibah.[11]
Metode mendidik akhlak melalui kisah akan memberi kesempatan bagi anak untuk berfikir, merasakan, merenungi kisah tersebut, sehingga seolah ia ikut berperan dalam kisah tersebut. Adanya keterkaitan emosi anak terhadap kisah akan memberi peluang bagi anak untuk meniru tokoh-tokoh berakhlak baik, dan berusaha meninggalkan perilaku tokoh-tokoh berakhlak buruk.
Cerita mengusung dua unsur negatif dan unsur positif, adanya dua unsure tersebut akan memberi warna dalam diri anak jika tidak ada filter dari para orang tua dan pendidik. Metode mendidik akhlak melalui cerita/ kisah berperan dalam pembentukan akhlak, moral dan akal anak.[12] Dari kutipan tersebut dapat diambil pemahaman bahwa cerita/kisah dapat menjadi metode yang baik dalam rangka membentuk akhlak dan kepribadian anak.
Cerita mempunyai kekuatan dan daya tarik tersendiri dalam menarik simpati anak, perasaannya aktif, hal ini memberi gambaran bahwa cerita disenangi orang, cerita dalam al-Quran bukan hanya sekedar memberi hiburan, tetapi untuk direnungi, karena cerita dalam al-Quran memberi pengajaran kepada manusia. Dapat dipahami bahwa cerita dapat melunakkan hati dan jiwa anak didik, cerita tidak hanya sekedar menghibur tetapi dapat juga menjadi nasehat, memberi pengaruh terhadap akhlak dan perilaku anak, dan terakhir kisah/ cerita merupakan sarana ampuh dalam pendidikan, terutama dalam pembentukan akhlak anak.
3. Metode Mauizah
Dalam tafsir al-Manar sebagai dikutip oleh Abdurrahman An-Nahlawi dinyatakan bahwa nasihat mempunyai beberapa bentuk dan konsep penting yaitu, pemberian nasehat berupa penjelasan mengenai kebenaran dan kepentingan sesuatu dengan tujuan orang diberi nasehat akan menjauhi maksiat, pemberi nasehat hendaknya menguraikan nasehat yang dapat menggugah perasaan afeksi dan emosi, seperti peringatan melalui kematian peringatan melalui sakit peringatan melalui hari perhitungan amal. Kemudian dampak yang diharapkan dari metode mauizah adalah untuk membangkitkan perasaan ketuhanan dalam jiwa anak didik, membangkitkan keteguhan untuk senantiasa berpegang kepada pemikiran ketuhanan, perpegang kepada jamaah beriman, terpenting adalah terciptanya pribadi bersih dan suci.[13]
Dalam al-Quran menganjurkan kepada manusia untuk mendidik dengan hikmah dan pelajaran yang baik.“ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”[14]
Dari ayat tersebut dapat diambil pokok pemikiran bahwa dalam memberi nasehat hendaknya dengan baik, kalau pun mereka membantahya maka bantahlah dengan baik. Sehingga nasehat akan diterima dengan rela tanpa ada unsur terpaksa. Metode mendidik akhlak anak melalui nasehat sangat membantu terutama dalam penyampaian materi akhlak mulia kepada anak, sebab tidak semua anak mengetahui dan mendapatkan konsep akhlak yang benar.
Nasehat menempati kedudukan tinggi dalam agama karena agama adalah nasehat, hal ini diungkapkan oleh Nabi Muhammad sampai tiga kali ketika memberi pelajaran kepada para sahabatnya. Di samping itu pendidik hendaknya memperhatikan cara-cara menyampaikan dan memberikan nasehat, memberikan nasehat hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi, pendidikan hendaknya selalu sabar dalam menyampaikan nasehat dan tidak merasa bosan/ putus asa.[15] Dengan memperhatikan waktu dan tempat tepat akan memberi peluang bagi anak untuk rela menerima nasehat dari pendidik.
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd mengatakan cara mempergunakan rayuan/ sindiran dalam nasehat, yaitu:
  1. Rayuan dalam nasehat, seprti memuji kebaikan murid, dengan tujuan agar siswa lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan keburukannya.
  2. Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
  3. Membangkitkansemangat dan kehormatan anak didik.
  4. Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
  5. Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui sindiran
  6. Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang melakukan sesuatu berbeda dengan perbuatannya. Kalau hal ini dilakukan akan akan mendorongnya untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.[16]
Dengan cara tersebut akan memaksimalkan dampak nasehat terhadap perubahan tingkah laku dan akhlak anak, perubahan dimaksud adalah perubahan yang tulus ikhlas tanpa ada kepura-puraan, kepura-puraan akan muncul ketika nasehat tidak tepat waktu dan tempatnya, anak akan merasa tersinggung dan sakit hati kalau hal ini sampai terjadi maka nasehat tidak akan membawa dampak apapun, yang terjadi adalah perlawanan terhadap nasehat yang diberikan.
    1. Metode Pembiasaan dengan Akhlak Terpuji
Manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih, dalam keadaan seperti ini manusia akan mudah menerima kebaikan atau keburukan. Karena pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk menerima kebaikan atau keburukan hal ini dijelaskan Allah, sebagai berikut:” Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”[17]
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa manusia mempunyai kesempatan sama untuk membentuk akhlaknya, apakah dengan pembiasaan yang baik atau dengan pembiasaan yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembiasaan dalam membentuk akhlak mujlai sangat terbuka luas, dan merupakan metode yang tepat. Pembiasaan yang dilakukan sejak dini /sejak kecil akan memebawa kegemaran dan kebiasaan tersebut menjadisemacam adapt kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya. Al-Ghazali mengatakan:
” Anak adalah amanah orang tuanya . hatinya yang bersih adalah permata berharga nan murni, yang kosong dari setiap tulisan dan gambar. Hati itu siap menerima setiap tulisan dan cenderung pada setiap yang ia inginkan. Oleh karena itu, jika dibiasakan mengerjakan yang baik, lalu tumbuh di atas kebaikan itu maka bahagialah ia didunia dan akhirat, orang tuanya pun mendapat pahala bersama.”[18]
Kutipan di atas makin memperjelas kedudukan metode pembiasaan bagi perbaiakn dan pembentuakan akhlak melalui pembiasaan, dengan demikian pembiasaan yang dilakukan sejak diniakan berdampak besar terhadap kepribadian /akhlak anak ketiak mereka telah dewasa. Sebab pembiasan yang telah dilakukan sejak kecil akan melekat kuat di ingatan dan menjadi kebiasaan yang tidak dapat dirubah dengan mudah. Dengan demikian metode pembiasaan sangat baik dalam rangka mendidik akhlak anak.
    1. Metode Keteladanan
Muhammad bin Muhammad al-Hamd mengatakan pendidik itu besr dimata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena murid akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya.[19] Dengan memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan mempunyai arti pentng dalam mendidik akhlak anak, keteladanan menjad titik sentral dalam mendidik dan membina akhlak anak didik, kalau pendidik berakhlak baik ada kemungkinan anak didiknya juga berakhlak baik, karena murid meniru gurunya, senbaliknya kalauguru berakhlak buruk ada kemungkinan anak didiknya juga berakhlak buruk.
Dengan demikian keteladanan menjadi penting dalam pendidikan akhlak, keteladanan akan menjadi metode ampuh dalam membina akhlak anak. Mengenai hebatnya keteladanan Allah mengutus Rasul untuk menjadi teladan yang paling baik, Muhammad adalah teladan tertinggi sebagai panutan dalam rangka pembinaan akhlak mulai,” Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”[20]
Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Muhammad Saw menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, dilain pihak pendidik hendaknya berusaha meneladani Muhammad Saw sebagai teladannya, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figure yang dapat dijadikan panutan.
    1. Metode Targhib dan Tarhib
Targhib adalah janji yang disertai bujukan dan rayuan untuk menunda kemaslahatan, kelezatan, dan kenikmatan. Sedangkan tarhib adalah ancaman, intimidasi melalui hukuman.[21] Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa metode pendidikan akhlak dapat berupa janji/pahala/hadiah dan dapat juga berupa hukuman. Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari menyatakan metode pemberian hadiah dan hukuman sangat efektif dalam mendidik akhlak terpuji.[22]
Anak berakhlak baik, atau melakukan kesalehan akan mendapatkan pahala/ganjaran atau semacam hadian dari gurunya, sedangkan siswa melanggar peraturan berakhlak jelek akan mendapatkan hukuman setimpal dengan pelanggaran yang dilakukannya. Dalam al-Quran dinyatakan orang berbuat baik akan mendapatkan pahala, mendapatkan kehidupan yang baik.” Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.”[23]
Berdasarkan ayat di atas dapat diambil konsep metode pendidikan yaitu metode pemberian hadiah bagi siswa berprestasi atau berakhlak mulai, dengan adanya hadian akan memberi motivasi siswa untuk terus meningkatkan atau paling tidak mempertahankan kebaikan akhlak yang telah dimiliki. Di lain pihak, temannya yang melihat pemberian hadiah akan termotivasi untuk memperbaiki akhlaknya dengan harapan suatu saat akan mendapatkan kesempatan memperoleh hadiah. Hadiah diberikan berupa materi, doa, pujian atau yang lainnya.
Muhammad Jamil Zainu mengatakan,”Seorang guru yang baik, harus memuji muridnya. Jika ia melihat ada kebaikan dari metode yang ditempuhnya itu,dengan mengatakan kepadanya kata-kata “bagus”, “semoga Allah memberkatimu”, atau dengan ungkapan “engkau murid yang baik’.[24]
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan terlalu lunak akan membentuk anak kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan, dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam. Alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan adalah;
  1. memberi nasehat dan petunjuk.
  2. Ekspresi cemberut.
  3. Pembentakan.
  4. Tidak menghiraukan murid.
  5. Pencelaan disesuaikan dengan tempat dan waktu yang sesuai.
  6. Jongkok.
  7. Memberi pekerjaan rumah/ tugas.
  8. Menggantungkan cambuk sebagai simbol pertakut.
  9. Dan alternatif terakhir adalah pukulan ringan.[25]
Dalam memberi sanksi hendaknya dengan cara bertahap, dalam arti diusahakan, dengan tahapan paling ringan, diantara tahapan ancaman dalam al-Quran adalah diancam dengan tidak diridhoi oleh Allah, diancam dengan murka Allah secara nyata, diancam dengan diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya, diancam dengan sanksi akhirat, diancam dengan sanksi dunia.[26] Kutipan tersebut menunjukkan bahwa dalam melaksanakan hukuman dituntut berdasarkan tahapan-tahapan, sehingga ada rasa keadilan dan proses sesuai prosedur hukuman.
  1. Penutup
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah Qurani dan Nabawi, metode perumpaan Qurani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode targhib dan tarhib. Dalam pemberian sanksi diusahakan tidak mendahulukan sanksi bersifat fisik, kalau pun terpaksa hendaknya menghindari bagian muka dan bagian lain yang membahayakan anak didik, kemudian pukulan dilaksanakan hanya sekedarnya saja, tidak bermaksud balas dendam atau motif lain.

[1] Redaksi Sinar Grafika,Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, UU RI NO.20 TH.2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h. 5-6
[2] Jamaluddin Idris, Kompilasi Pemikiran Pendidikan, (Yogyakarta, Banda Aceh: Suluh Press dan Taufiqiyah Sa’adah:2005)., h. 11-15
[3] Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari,Akhaquna,terjemahan. Dadang Sobar Ali, (Bandung: Pustaka Setia,2006)., h. 88
[4] Ibid.,
[5] Ibid.
[6] Abdurrahman An-Nahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah Wa Asalibiha fii Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ Penerjemah. Shihabuddin, (Jakart: Gema Insani Press:1996)., h.204,
[7] Ibid., h.205
[8] Ibid.
[9] Ibid.,lebih lanjut baca Abdurrahman An-Nadawi hal 206-238
[10]Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemah dan Penjelasan Ayat Ahkam,(Jakarta: Pena Pundi Aksara,2006., h. 272
[11] Abdurrahman San-Nahlawi, Op.Cit., h. 239-250
[12] Abdul Aziz Abdul Majid,AlQissah fi al-tarbiyah, penerjemah. Neneng Yanti Kh. Dan Iip Dzulkifli Yahya, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,2001), h.4. bandingkan dengan Jaudah Muhammad Awwad,Mnhajul Islam Tarbiyatil Athfal, penerjemah Shihabbuddin, (Jakarta: Gema Insani Press,2001)., h.46-47
[13] Abdurrahman an-Nahlawi, Op.Cit., h.289-296
[14] Departemen Agama RI, Op.Cit., h. 282
[15] Muhammad bin Ibrahim al- Hamd, Maal Muallimin, Penerjemah, Ahmad Syaikhu, ( Jakarta: Darul Haq,2002)., h.140, bandingkan dengan Fuad bin Abdul Azizi al-Syalhub,Al-Muallim alAwwal shalallaahu alaihi Wa Sallam Qudwah Likulli Muallim wa Muallimah, ,penerjemah. Abu Haekal,(Jakarta: Zikrul Hakim,2005), h.43-45
[16] Ibid., h.142
[17] Departemen Agama RI, Op. Cit. h. 596
[18] Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari, Op.Cit., h.109
[19] Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Op.Cit., h.27
[20] Departemen Agama RI, Op.Cit, h.421
[21] Abdurrahman an-Nahlawi, Op.Cit., h. 296
[22] Muhammad Rabbi Jauhari, Op.Cit., h.115
[23] Departemen Agama RI, Op.Cit., h.279
[24] Fuad bin Abdul Aziz al-Syalhub, Op.Cit., h. 63
[25] Ibid., h59-60
[26] Muhammad Rabbi Muhammad Jauhar, Op. Cit., h.122-124