PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan karakter berarti pedidikan mental
spiritual. Dalam bahasa Agama pendidikan karakter adalah pendidikan HOLISTIK
yang mencakup akhlaq kepada diri sendiri, orang lain dan kepada Allah Tuahan
Yang Maha Kuasa.Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat
(Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan
semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen
oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan
orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung
kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan
bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah
suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan
kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders)
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan
atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan
ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik
pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang
menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan
penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan
baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan
dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada
tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan
internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu
pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand
design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis
satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan
operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan
jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses
psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual
and emotional development), Olah Pikir (intellectual development),
Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development),
dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan
dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand
design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang
sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan
di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya
(70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika
dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya
sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam
lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung
pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan
aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang
tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan
sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif
terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu
alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan
karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan
informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah.
Dalam hal
ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan
mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta
didik .
Pendidikan karakter dapat
diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata
pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan
pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini
diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk
pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra
Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu
pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat
mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan
atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait
dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah
bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan
dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan
tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan
kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan
komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah
satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter
seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif,
penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara
nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera
dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya
secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter
diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi
nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku
sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi
mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah
merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat
luas.
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga
sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan
sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah
berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best
practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah
lainnya.
Melalui program ini diharapkan lulusan SMP memiliki
keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter
mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki
kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran
yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya
sekolah.
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat
diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum
dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain meliputi sebagai
berikut:
- Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
- Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
- Menunjukkan sikap percaya diri;
- Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
- Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
- Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
- Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
- Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya;
- Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;
- Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
- Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
- Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;
- Menghargai karya seni dan budaya nasional;
- Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
- Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik;
- Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
- Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat;
- Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
- Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
- Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;
- Memiliki jiwa kewirausahaan.
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian
pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku,
tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua
warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai
tersebut.
Sumber
Inspirasi:
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di
Sekolah Menengah Pertama . Jakarta