Si Gadis Penjual Gorengan
Karya L.Ikhlasul Amaliah (12th) binti MasKatnoGiri
Pagi
ini sangat cerah, matahari baru saja muncul dari singgasananya. Rencananya di pagi
yang cerah ini aku akan membuat kue, dan kue itu akan kubawakan khusus untuk
eyang tercintaku, sore nanti. Dan aku pun mulai bersiap-siap untuk membuat kue.
“Bun, kita siap-siap buat kue, yuk!”seruku pada bunda yang sedang memasak nasi
goreng, “yuk, tapi siapin dulu bahan-bahannya” ucap bunda yang masih sibuk.
“Ya, deh tapi, apa aja sih bahan-bahannya?” tanyaku pada bunda. Setelah bunda
menjelaskan semua bahan-bahannya aku pun mulai mencatatnya dan akan membelanjakannya
bersama Kak Arka, kakakku. Dan
aku pun menghampiri Kak Arka yang sedang bersantai ria di balkon rumah. “Kak
anterin aku ke Cake’s yuk!” ajakku pada Kak Arka. “Kesana mau ngapain?” tanya
Kak Arka. “Ya mau beli, bahan-bahan kue lah, emang kesana mau beli apa, beli
buku? Norak banget nama tokonya aja Cake’s” kataku kesal karena Kak Arka
mempermainkan kata-kataku. “Gitu aja marah, ya udah deh, yuk”seru Kak Arka. Dan
setelah itu aku dan Kak Arka pergi ke toko kue Cake’s, lalu aku pun berbelanja
bahan-bahan kue di sana. Beberapa
waktu berlalu, aku sudah siap dengan belanjaanku, lalu aku pun pulang dan mulai
membuat kue. “Bahan-bahannya udah siap nih Bun, kita buat kuenya sekarang aja,
Kiela udah enggak sabar” ajakku pada bunda, “Iya, yuk, eh, Kakak bantuin juga
lho, nanti kalau nggak bantuin nggak dikasih kue” ajak bunda pada Kak Arka,
“ya, deh” kata Kak Arka kurang bersemangat. 40 menit berlalu, kami pun selesai
membuat adonan kue dan adonan kue pun siap untuk dimasukkan ke oven. “Adonan
kuenya udah siap nih, Kiela masukin ke oven ya, bun” tanyaku pada bunda seraya
memakai kaos tangan. “Masukin aja,tapi hati-hati ya, puter pengatur waktunya 35
menit aja” jelas bunda. “Beres, deh” kataku dengan mantap.
35 menit
berlalu..........
“Yes, kuenya
udah matang” sorakku bersemangat. Dan kue itu memang sudah matang, aku dan
bunda pun mulai menghiasnya. “Wah, kuenya cantik ya, Kak?” tanyaku pada Kak
Arka, “hmm.........” jawab Kak Arka singkat. “Eh, bun katanya mau ke rumah
eyang, jadi enggak, sih?” tanyaku pada bunda, “jadi, dong” jawab bunda, “Kalau
jadi, kiela mau ganti baju dulu ah” aku mulai berjalan menuju kamar. Setelah
beberapa lama aku, ayah, bunda dan Kak Arka pun siap untuk pergi ke rumah
eyang.
Setelah sampai di rumah
eyang..........
“Assalamualaikum”
salam kami, “Waalaikumsalam, eh, cucu-cucu eyang udah pada gede nih,ya?” tanya
eyang sembari meletakkan sapu di lantai, “iya dong eyang, masak dari dulu kecil terus” jawabku sambil mencium punggung tangan
eyang. Setelah kami berbincang-bincang, kami pun mulai duduk di serambi rumah
eyang.
Tiba-tiba..........{ada suara penjual
gorengan}
Gorengan............gorengan,
pastel, tahu isi, bakwan, tempe mendohan.“Eh, ada gorengan tuh, kalian mau
enggak?, gorengannya enak, lho” eyang menawarkan gorengan. “Mau, dong eyang”
Kak Arka menerima tawaran eyang. “Tapi eyang, kalau yang jual anak kecil sih,
nggak meyakinkan” ucapku sembari melirik anak penjual gorengan itu memasuki
gang rumah eyang”. “Eits, jangan salah, walaupun yang jual anak kecil tapi,
rasanya nggak kalah enaknya tuh, sama yang dijual di restoran-restoran” jelas
eyang panjang-lebar. “Ih, eyang bisa aja” tanggapku pada perkataan eyang yang
terlalu berlebihan.
Dan anak itu pun mulai mendekati
rumah eyang. “Isri........Isri eyang mau beli gorengannya” panggil eyang pada
anak yang sepertinya bernama Isri itu. “Iya, eyang” Isri mulai menurunkan
dagangannya. “Isri, eyang mau beli 10 ribu” ujar eyang. “Belinya apa aja eyang?”
tanya Isri pada eyang. “Eyang mau dikomplitin aja, deh” jawab eyang. Sambil menunggu eyang
mengambil uang, aku pun me-mulai pembicaraan pada Isri. “Eh, dik, kamu kok
jualan, emang ayah sama ibu kamu kemana?” tanyaku pada Isri penasaran. “Ayah
saya sudah meninggal 2tahun lalu, karena sakit jantung, dan ibu saya
sakit-sakitan di rumah, ibu saya hanya bisa berbaring di tempat tidur, karena,
ibu saya lumpuh, tapi, kata orang-orang, ibu saya itu, masih punya penyakit
lain, jadi saya yang harus jual gorengan” jawab Isri miris. “Ya Allah, jadi
kalau kamu sekolah, gimana?” tanyaku pada Isri lagi. “saya sekolah seperti
anak-anak sekolah biasa tapi, bedannya kadang kalau tugas dari bu guru sudah
selesai saya pulang lebih dulu dari teman-teman karena,saya harus menggoreng
gorengan dan harus masak dulu buat ibu” jelas Isri panjang-lebar. “O...oo....”
anggukku sesaat.
Sekarang aku tahu, kita itu harus
bersyukur atas apa yang udah dikasih sama Allah, kita nggak boleh kufur sama
harta, justru, kita harus bersyukur karena kita udah dikasih kecukupan sama
Allah azza’ wajalla, karena masih banyak orang yang kurang berkecukupan, namun
tidak menyesali takdirnya. “Isri, ibu kamu sakitnya udah agak mendingan,
belum?” tanya eyang sambil menyerahkan dua lembar lima ribuan pada Isri. “Belum
eyang, malahan, sakitnya tambah parah” jawab Isri enteng namun, sambil
terisak-isak. “Kalau gitu, ibu kamu dibawa ke rumah sakit aja, nanti biar eyang
aja deh, yang ngurus administrasinya” eyang menawarkan pada Isri. “Nggak usah
repot-repot eyang, nanti kalau Allah menghendaki, pasti ibu bisa sembuh” tolak
Isri. “Eyang enggak merasa repot, kok” eyang berkata, untuk meyakinkan Isri
agar mau menerima tawarannya. “Ya udah,deh” akhirnya Isri pun mau. “Eh, kapan
bawa ibu kamu ke rumah sakit sekarang aja,ya?” tanya eyang pada Isri. “Sekarang
juga boleh, eyang” Isri mulai memasukkan gorengannya ke nampan, lalu dia pun
pamit pulang dan eyang mengikutinya dari belakang {karena, eyang akan membawa
ibu Isri ke rumah sakit}, eh satu lagi, aku juga ikut lho.
Tapi setelah kami tiba di rumah
Isri, tiba-tiba Isri meneteskan air mata. “Isri, kamu kenapa?” tanyaku pada
Isri. “Hiks..eyang hiks..ibu hiks..Isri hiks..bangunin hiks..ibu hiks.. tapi
hiks..ibu hiks.. nggak ada hiks..respon hiks..hiks” jawab Isri sambil menahan
tangis. “Coba dulu pegang urat nadinya!” ujar eyang panik. “Iya, eyang” Isri
mulai memegang tangan ibunya. “Urat nadinya bergetar?” tanya eyang. “Enggak,
urat nadinya nggak bergetar, diam eyang” jawab Isri sambil menyeka air matanya.
“Ya udah, cepat bawa ke rumah sakit terdekat!” suruh eyang pada Mang Adit,
sopir pribadi eyang, yang juga adik dari ibunya Isri. “Siap,nyonya” Mang Adit
mulai membawa ibu Isri ke mobil, untuk dibawa menuju rumah sakit.
Setelah tiba di rumah
sakit.................
“Dok, cepat bawa
ibu ini ke ruang UGD, keadaannya sudah sangat kritis” suruh eyang pada dokter.
“Iya,iya Bu” dokter itu pun menyuruh suster untuk menyiapkan tempat tidur
dorong untuk ibu Isri. 1jam berlalu, Isri masih saja belum bisa membendung air
matanya, dia masih saja memfikirkan nasib ibunya. “Eyang, Isri kasihan, ya?”
kataku pada eyang, untuk mengubah suasana haru ini. “Iya, makanya kamu harus
bersyukur sama Allah, karena orang tua kamu masih lengkap” eyang menasehatiku.
“Iya eyang, eh gimana kalau Isri diangkat jadi cucu eyang, maksudnya, adik
Kiela gitu, ya eyang, ya?” bujukku pada eyang. “Kamu harus tanya bunda sama
ayah kamu dulu, dong” jelas eyang. “Ya udah, deh Kiela mau telfon bunda dulu”
aku mulai mengambil handphone di tas
selempang kecilku.
45 menit berlalu............
“Bunda..........”
panggilku pada bunda yang baru saja tiba di rumah sakit.“Dik Kiel, ruang
perawatan ibunya Isri dimana, sih?” tanya bunda padaku. “Di situ lho, bun”
tunjukku pada satu ruangan yang di depannya tertulis UGD.
“Mah,emang ibunya Isri sakit
apa,sih?” tanya bunda pada eyang. “Kayaknya sakit lumpuh, tapi kata orang-orang
masih punya penyakit lagi, selain lumpuh, eh, Nis, tadi sebelum ibunya Isri
dibawa ke rumah sakit, di rumah thu dia udah kritis banget kita semua panik
karena,urat nadinya nggak bisa bergetar, hmmmm gimana kalau Isri kamu angkat
jadi anak kamu?” usul eyang. “Boleh juga mah, tapi Nisa harus tanya dulu sama
ayahnya anak-anak” bunda menerima usul eyang. “Yaaa.....” eyang kurang puas.
45 menit berlalu, dokter pun keluar
dari ruang UGD, tempat perawatan ibunya Isri.
“Dok, gimana
keadaan ibu saya” tanya Isri pada dokter yang cantik itu. “Sebelumnya, kami
minta maaf jikalau perawatan disini kurang memuaskan, tapi dengan berat hati saya
menyatakan bahwa ibu Saltun Munawaroh telah meninggal dunia” jelas dokter.
“Nggak mungkin dok, ibu nggak mungkin meninggal dok, pasti dokter salah orang,
ibu nggak mungkin meninggal dok, hiks..hiks” Isri menangis histeris. “Isri ini
beneran, kamu nggak boleh nyalahin kehendak dari Allah” peluk bunda erat.
Besok harinya.........
“Yah, kita harus
berbela sungkawa ke rumah Isri, nih” ajak bunda pada ayah yang masih sibuk.
“Iya, eh bun gimana kalau kita angkat Isri jadi anak kita?” usul ayah. “Baru
aja bunda mau tanya, ayah udah tanya duluan, boleh, yah” bunda pun setuju.
Setelah tiba di
rumah Isri...........
“Isri, kita
turut berbela sungkawa, ya” ujarku pada Isri yang masih saja sedih. “Hiks
makasih ya hiks..kak” ucap Isri.
“Isri, Isri mau nggak tinggal di
rumah tante, Isri nanti jadi adiknya Kak Kiela sama Kak Arka” kata bunda
lembut. “Mau Tante” Isri bersedia.
Setelah kejadian itu, Isri tinggal
di rumahku dan dia menjadi adik angkatku dan kita bahagia, selalu bersama,
selamanya.
Biodata Penulis :
Nama : Lucky Ikhlasul Amaliah
No.Hp : 085 642 463 449
Alamat :
Nglawu, Rt 04, Rw 02, Telukan, Grogol,Sukoharjo Kode pos 57552, Solo,
Jawa Tengah
Sekolah : SDIT Darul Falah
Kls : VI
weh.... bagus blognya... baru kelas 6 SD udah bisa buat blog yang bagus seperti ini ya...
BalasHapusSukses ya dek, Semoga dapat terus maju dan berkembang blognya
by:
(warga Nglawu)