Dalam
suatu kesempatan, saya mendapat pencerahan dari salah satu guru saya: RASAH
MENTOYONG MIKIR SESUATU YANG BELUM
TERJADI. YAKIN SAJA DENGAN SI MAHA PENENTU DIALAH ALLAH SWT. KITA HANYA
DIWAJIBKAN BERDOA DAN BERUSAHA. DAN ITULAH SENJATA KITA BERNEGOSIASI KEPADANYA,
DAN SEMOGA ALLAH SWT MEMBERIKAN KETEPATAN JALAN DAN TUJUAN YANG PAS DAN BENAR. TENTU BENAR MENURUT ALLAH SWT BUKAN
BENAR MENURUT KITA SENDIRI.
Teringat
juga dengan firman Allah
swt: "Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu,
"Aku pasti melakukan itu besok pagi," melainkan hendaklah mengatakan,
"insyaAllah," dan ingatlah kepada Tuhanmu (Allah). Namun jika kamu
lupa, maka katakanlah, "Mudah-mudahan Tuhanku (Allah) akan berkenan
memberiku petunjuk yang benar" (QS.18:23-24).
Dalam
menyikapi sesuatu, kata "pasti" (termasuk "memastikan",
"dipastikan", dan "kepastian") hendaklah tidak digunakan
oleh manusia. Apalagi seorang muslim, kecuali untuk hal-hal yang telah
dipastikan oleh Allah SWT, seperti adanya surga dan neraka, adanya hari akhir,
dan lain-lain yang bersumber dari Allah SWT. Dengan kata lain, yang berhak
memastikan sesuatu hanyalah Allah SWT, sedangkan manusia tidak berhak
memastikan sesuatu. Seorang manusia hanya berhak menyebut
"InsyaAllah" (bila Allah berkenan) bagi sesuatu yang akan
dikerjakannya, atau untuk hasil yang diharapkan dari ikhtiarnya.
"InsyaAllah"
memiliki makna adanya keyakinan yang kuat, bahwa Allah SWT Maha Berkehendak
atas segala sesuatu yang dikhtiarkan oleh manusia. Seorang manusia juga
mengetahui, bahwa dirinya berada dalam penguasaan dan pengawasan Allah SWT.
Manusia yang bersangkutan hendaknya berupaya untuk tawadhu (siap menerima
dengan ikhlas dan rendah hati) atas segala sesuatu yang menjadi ketentuan Allah
SWT. "InsyaAllah" juga menunjukkan kemampuan seorang manusia, dalam
mengharmonisasikan antara ikhtiar yang sehebat-hebatnya dengan kemampuan
berserah diri kepada Allah SWT.
Sekali
lagi, hendaknya seorang muslim berkenan mengganti kata "pasti",
"memastikan", "dipastikan", dan "kepastian" dengan
kata "InsyaAllah". Setiap muslim hendaknya belajar dari sejarah atau
masa lalu, baik masa lalu kita nsendiri maupun masa lalu orang lain.
Lalu
pertanyaanya. Bagaimana kalau kita menginginkan sesuatu. Biar sesuatu itu
mendekati kepastian terwujud. Dan sesuatu itu baik menurut kita dan tidak
melenceng dari kebenaran.?
Jawabanya
adalah KITA HANYA BISA BERHARAP. CUMA ITU. Namun harapan itu semoga terwujud,
kita harus rajin-rajin berdoa. Rajin-rajin menambah energy kebaikan, agar
keinginan baik itu terwujud karena ditenagai oleh Allah SWT
Setiap
orang beriman hendaklah berikhtiar dengan sungguh-sungguh agar ia dapat
berperan sebagai pejuang kebenaran, contoh atau teladan yang baik
(uswatun hasanah), pioneer kebajikan (assabiquunal awwaluun), pencerah bagi
yang dalam kegelapan (sirajan muniran), dan memberi manfaat optimal (rahmatan
lil'alamiin). Dengan demikian, insya Allah, Dia Allah tidak tega meliaht
kita sengsara, karena kita diberkati, diridhoi dan dikasiahani oleh Allah yang
Maha Pengasih.
Allahu a’lamu bishawab.