ditulis oleh Joko
Nurkamto
Universitas Sebelas Maret Solo
A. Pendahuluan
Guru merupakan ujung
tombak pelaksanaan pendidikan karena gurulah yang secara langsung memimpin
kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, yang menjadi inti kegiatan
pendidikan. Itulah sebabnya guru dituntut memiliki kemampuan profesional yang memadai sebagai bekal untuk melaksanakan
tugasnya itu (Whitehead, dalam McNiff, 1992). Guru yang profesional adalah guru
yang mampu (1) merencanakan program belajar-mengajar, (2) melaksanakan dan
memimpin kegiatan belajar-mengajar, (3) menilai kemajuan kegiatan
belajar-mengajar, dan (4) menafsirkan serta memanfaatkan hasil penilaian
kemajuan belajar-mengajar dan informasi lainnya bagi penyempurnaan perencanaan
dan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar (Soedijarto, 1993).
Oleh
karena itu, guru yang professional adalah guru yang senantiasa melakukan
refleksi atas apa yang telah direncanakan dan dilakukannya serta mengambil
tindakan yang tepat berdasarkan hasil refleksi itu. Namun demikian kenyataan di
lapangan menunjukkan lain. Dalam kaitan ini, Cochran-Smith dan Lytle (dalam
Johnson, 1992: 212) mengatakan bahwa
What is missing from
the knowledge base for teaching … are the voices of the teachers themselves,
the questions teachers ask, the ways teachers use writing and intentional talk
in their work lives, and the interpretive frames teachers use to understand and
improve their own classroom practices.
Akhir-akhir ini muncul
kesadaran akan pentingnya guru melibatkan diri dalam penelitian “praktis” di
dalam setting tempat ia bekerja. Karena guru begitu dekat dengan siswa dalam
kegiatan belajar-mengajar sehari-hari, maka penelitian dari perspektif mereka
yang “unik” tersebut diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi
pengetahuan tentang pembelajaran di dalam kelas (Johnson, 1992). Kegiatan
semacam itu sering disebut penelitian tindakan kelas (classroom
action research).
Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman awal tentang penelitian tindakan kelas, yang selanjutnya disingkat
dengan PTK. Untuk keperluan itu, pada bagian-bagian selanjutnya dalam tulisan
ini secara berturut-turut akan dibahas (1) pengertian PTK, (2) model PTK, (3)
prosedur PTK, (4) sifat PTK, dan (5) prinsip PTK bagi guru.
B.
Pengertian PT(K)
Istilah penelitian
tindakan berasal
dari frasa action research dalam bahasa Inggris. Di samping istilah tersebut, dikenal pula
beberapa istilah lain yang sama-sama diterjemahkan dari frasa action
research, yaitu riset aksi, kaji tindak, dan riset
tindakan.
Untuk menyamakan persepsi kita, dalam tulisan ini digunakan istilah penelitian
tindakan.
Penelitian tindakan yang diterapkan di dalam kelas dikenal dengan istilah penelitian
tindakan kelas (PTK). Dalam beberapa literatur bahasa Inggris, PTK tersebut
memiliki beberapa nama yang berbeda meskipun konsepnya sama. Nama-nama tersebut
adalah classroom research (Hopkins, 1993), self-reflective enquiry (Kemmis, 1982), dan action
research
(Hustler et al, 1986). Di Indonesia, istilah yang populer digunakan untuk PTK
adalah classroom action research. Istilah inilah yang digunakan dalam tulisan ini.
Istilah penelitian
tindakan
itu sendiri diciptakan oleh Kurt Lewin, seorang sosiolog Amerika yang bekerja
pada proyek-proyek kemasyarakatan yang berkenaan dengan integrasi dan keadilan
sosial di berbagai bidang seperti perumahan dan ketenagakerjaan (Webb, 1996:
146). Seiring dengan terbitnya literatur-literatur di bidang penelitian
tindakan, terdapat berbagai pengertian penelitian tindakan. Berikut ini
dikemukakan tiga pengertian penelitian tindakan yang dikemukakan oleh Kemmis,
Ebbutt, dan Elliot yang saya kutip dari Hopkins (1993: 44-45).
Pengertian pertama diberikan oleh Stephen Kemmis.
Ia mengatakan bahwa:
action research is a form
of self-reflective enquiry undertaken by participants in social (including
education) situations in order to improve the rationality and justice of (a)
their own social or educational practices, (b) their understanding of these
practices, and (c) the situation in which the practices are carried out. It is
most rationally empowering when undertaken by participants collaboratively,
though it is often undertaken by individuals, and sometimes in cooperation with
‘outsiders’.
Pengertian kedua disampaikan oleh Dave Ebbutt,
yang menyatakan bahwa:
action research is
about the systematic study of attempts to improve educational practice by
groups of participants by means of their own practical actions and by means of
their own reflection upon the effects of those actions.
Pengertian ketiga
berasal dari John Elliot. Menurutnya, penelitian tindakan adalah:
‘the study of a social
situation with a view to improving the quality of action within it. It aims at
practical judgement in concrete situations, and the validity of the ‘theories’
or hypotheses it generates depends not so much on ‘scientific’ tests of truth,
as on their usefulness in helping people to act more intelligently and
skilfully. In action-research ‘theories’ are not validated independently and
then applied to practice. They are validated through practice.
Dari ketiga
definisi tentang penelitian tindakan di atas dapat dikemukakan beberapa
karakteristik PTK sebagai berikut.
1. PTK adalah suatu penelitian tentang situasi kelas yang dilakukan
secara sistematik, dengan mengikuti prosedur atau langkah-langkah tertentu.
2. Kegiatan tersebut didorong oleh permasalahan dalam kelas yang
dihayati oleh guru dalam pelaksanaan tugas sehari-hari sebagai orang yang
berupaya membelajarkan siswa.
3. Tujuannya adalah untuk memecahkan masalah yang timbul dalam kelas
dan/atau meningkatkan kualitas situasi kelas tersebut, termasuk praktek-praktek
yang ada di dalamnya.
4. Upaya pemecahan masalah dan/atau peningkatan kualitas tersebut dapat
dilakukan oleh satu orang, yaitu guru kelas itu sendiri. Namun, upaya tersebut
akan lebih berhasil guna apabila dilakukan secara kolaboratif oleh suatu tim
yang anggota-anggotanya terdiri atas orang-orang dari dalam sekolah itu, atau
secara bersama-sama antara orang-orang dari sekolah tersebut dengan pihak luar.
5. Ukuran keberhasilan PTK didasarkan pada kemanfaatannya memecahkan
masalah yang timbul di dalam kelas dan/atau meningkatkan kualitas sistem dalam
kelas itu serta praktek-praktek yang ada didalamnya.
6. Kredibilitas ‘teori’ atau ‘hipotesis’ ditentukan oleh kemanfaatannya
dalam memecahkan persoalan praktis. Oleh karena itu validitasnya diuji melalui
praktek di lapangan, tidak melalui uji kebenaran ilmiah.
C. Model PTK
Ada beberapa model penelitian tindakan, seperti model
yang diusulkan oleh Stephen Kemmis, John Elliot, dan Dave Ebbutt. Model-model
tersebut dikembangkan dari pemikiran Kurt Lewin pada tahun 1946 (McNiff,
1992:19). Ia menggambarkan penelitian tindakan sebagai serangkaian langkah yang
membentuk spiral. Setiap langkah memiliki empat tahap, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Secara visual,
tahap-tahap tersebut dapat disajikan pada gambar 1 (McNiff, 1992: 22).
Gambar 1. Model Dasar
Penelitian Tindakan dari Kurt Lewin
Contoh (dari penulis
makalah ini):
1. Perencanaan :
|
Bagaimana saya dapat
membuat para mahasiswa speak up dalam matakuliah speaking? Mungkin saya perlu
memberikan penghargaan (reward) kepada mahasiswa yang mau berbicara.
|
2. Tindakan :
|
Saya memberikan
penghargaan (yang berupa tambahan nilai) kepada setiap mahasiswa yang mau
berbicara.
|
3. Pengamatan :
|
Bersamaan dengan
itu, saya mengamati apakah dengan
penghargaan tersebut para mahasiswa mau berbicara.
|
4. Refleksi
:
|
Para mahasiswa mulai
mau berbicara. Namun, mereka tampak masih malu-malu kucing. Saya perlu
merencanakan suatu tindakan agar mahasiswa mau berbicara tanpa malu-malu lagi.
|
Tahap-tahap di atas, yang membentuk satu siklus, dapat
dilanjutkan ke siklus berikutnya dengan rencana, tindakan, pengamatan, dan
refleksi ulang berdasarkan hasil yang dicapai pada siklus sebelumnya. Dengan
demikian, gambar 1 di atas dapat dikembangkan menjadi gambar 2 (McNiff, 1992:
23). Jumlah siklus dalam suatu penelitian tindakan tergantung pada apakah
masalah (utama) yang dihadapi telah terpecahkan
|
|
|
||||
|
Gambar 2. Model Dasar
yang Dikembangkan
Model penelitian tindakan yang lebih kompleks diberikan
oleh John Elliot (McNiff, 1992: 30), sebagaiman tersaji pada gambar 3. Model
tersebut terdiri atas tiga siklus. Siklus pertama diawali dengan
pengidentifikasian masalah awal yang mendorong dilaksanakannya penelitian
tindakan. Langkah selanjutnya adalah memperdalam masalah tersebut dengan
mempertajam dan mencari penyebab timbulnya masalah itu. Atas dasar langkah
tersebut disusunlah rencana umum pemecahan masalah yang meliputi tindakan
tertentu. Langkah berikutnya adalah mengimplementasikan tindakan tersebut. Pada
fase ini sekaligus dilakukan monitoring terhadap pelaksanaan tindakan dan
dampak yang dihasilkan oleh tindakan tersebut. Langkah terakhir adalah
melakukan refleksi untuk mengidentifikasi dan menjelaskan kesulitan-kesulitan
yang dihadapi dan untuk melihat hasil akhir keseluruhan proses. Siklus pertama
berakhir pada langkah ini.
Apabila masih ditemukan adanya masalah yang
belum terpecahkan maka peneliti dapat melangkah ke siklus kedua, dengan membuat
rencana tindakan ulang berdasarkan hasil refleksi pada siklus
sebelumnya. Dengan demikian,
pada siklus kedua ini terjadi
revisi atau modifikasi rencana tindakan pertama, sesuai dengan keadaan di
lapangan. Langkah-langkah selanjutnya
relatif sama dengan langkah-langkah yang telah dipaparkan pada siklus pertama. Demikian seterusnya
hingga masalah yang dihadapi dapat terpecahkan. Untuk itu barangkali diperlukan
lebih dari tiga siklus; dan hal itu tidak menjadi masalah, karena jumlah siklus
tidak ditentukan oleh hal lain kecuali terpecahkannya masalah.
D. Prosedur PTK
Bertitik
tolak dari model-model di atas dapat
dikemukakan prosedur PTK yang saya adaptasi dari Natawidjaja (1997).
RA
® PL ® RM ® PT ® T1 ® O1 ® R1 ® PU® …
Keterangan:
RA
: Refleksi Awal PT:
Perencanaan Tindakan R1: Refleksi
Pertama
PL : Pengenalan Lapangan T1: Tindakan Pertama PU:
Perencanaan Ulang
RM:
Rumusan Masalah O1: Observasi
Pertama … : T2, O2, R2, dst
Cycle 1 |
|
Cycle 2 |
|
Cycle 3 |
|
|
|
|
|
|
|
Identifying
Initial Idea
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Reconnaissance
(Fact Finding and analysis)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
General Plan
|
|
|
|
|
|
Action Steps 1
|
Implement
Action
Steps 1
|
|
|
|
|
Action Steps 2
|
|
|
|
|
|
Action Steps 3
|
|
|
|
|
|
Monitor
Implementation and effects
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Reconnaissance
(Explain any failure to implement, and effects)
|
|
Revise General Idea
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Amended Plan
|
|
|
|
|
|
Action Steps 1
|
|
|
|
|
|
Action Steps 2
|
Implement
Next Action
Steps
|
|
|
|
|
Action Steps 3
|
|
|
|
|
|
Monitor
Implementation and effects
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Reconnaissance
(Explain any failure to implement, and effects)
|
|
Revise General Idea
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Amended Plan
|
|
|
|
|
|
Action Steps 1
|
|
|
|
|
|
Action Steps 2
|
|
|
|
|
|
Action Steps 3
|
Implement
Next Action
Steps
|
|
|
|
|
Monitor
Implementation and effects
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Reconnaissance
(Explain any failure to implement, and effects)
|
|
Gambar 3. Model
Penelitian Tindakan dari John Elliot
Berikut ini disajikan penjelasan singkat tentang
prosedur penelitian tindakan kelas (PTK) di atas.
1. Refleksi
Awal
PTK dimulai
dari kesadaran akan adanya masalah di dalam kelas yang merupakan hasil refleksi
awal (oleh guru/peneliti) atas apa yang terjadi selama periode tertentu. Masalah tersebut pada dasarnya
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu masalah pemelajaran (learning) dan masalah
pengelolaan kelas (class management). Kategori pertama berkenaan dengan masalah
belajar, seperti pemahaman konsep yang kurang tepat, kesulitan melafalkan
kata-kata tertentu, kesulitan menulis dengan rapi, kesalahan strategi belajar,
dan rendahnya prestasi belajar. Kategori kedua berkaitan dengan masalah
perilaku siswa, seperti sering terlambat hadir dalam kelas, sikap pasif di
dalam kelas, sikap agresif terhadap guru, sering mengantuk, membuat kegaduhan
dalam kelas, sering membolos, menyontek ketika ujian, dan sering tidak
menyelesaikan tugas tepat pada waktunya (Turney, 1992).
2.
Pengenalan Lapangan
Masalah-masalah
tersebut selanjutnya diidentifikasi dan disusun menurut skala prioritas, yaitu
masalah-masalah mana yang perlu dipecahkan dengan segera, masalah-masalah mana
yang dapat ditunda pemecahannya, dan masalah-masalah mana yang dapat diabaikan.
Terhadap masalah-masalah yang perlu pemecahan segera, yang selanjutnya akan
menjadi tema penelitian, dilakukan analisis lebih lanjut agar peneliti dapat
mengenali masalah-masalah tersebut secara lebih mendalam. Analisis terhadap
permasalahan itu dapat dilakukan dengan berbagai teknik, yang secara garis
besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu teknik pengukuran (measurement) dan teknik
non-pengukuran (non-measurement). Teknik pengukuran yang paling lazim digunakan
adalah tes (test), sedangkan teknik non-pengukuran meliputi
pengamatan (observation), wawancara (interview), analisis dokumen (document
analysis),
catatan anekdot (anecdotal records), skala sikap (rating scales), dan lain-lainnya
(Gronlund, 1985; Spradley, 1980).
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan
hasil identifikasi dan analisis masalah di atas peneliti merumuskan masalah
yang akan dipecahkan melalui penelitian tindakan. Masalah hendaknya dirumuskan
secara jelas dengan disertai dengan penyebab munculnya masalah tersebut. Hal
itu penting agar peneliti dapat merencanakan tindakan secara tepat. Penyebab
masalah itu sendiri hendaknya digali ketika peneliti melakukan langkah kedua,
yaitu pengenalan lapangan (reconnaissance). Berbeda
dari penelitian “formal” yang rumusan masalahnya berbentuk kalimat pertanyaan
tunggal, dalam penelitian tindakan
masalah dan penyebabnya lazimnya dirumuskan dalam bentuk uraian atau narasi
yang memperlihatkan konstelasi permasalahan secara mendalam dan komprehensif.
Apabila digunakan bentuk pertanyaan, hal itu merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari uraian utuh tersebut.
4. Perencanaan Tindakan
Setelah
masalah dan penyebabnya dirumuskan secara jelas, peneliti kemudian merencanakan
tindakan yang akan diambil untuk memecahkan masalah tersebut. Sudah barang
pasti bahwa tindakan yang akan di ambil tersebut hendaknya sesuai dengan
hakikat masalahnya dan dengan mempertimbangkan penyebab timbulnya masalah itu.
Untuk keperluan tersebut peneliti perlu melakukan kajian pustaka (terutama
jurnal-jurnal hasil penelitian) secara memadai agar apa yang akan ia lakukan
memiliki pijakan teoretis yang dapat dipertanggungjawabkan. Kajian pustaka
tidak hanya memungkinkan peneliti mengenali hakikat permasalahan secara
mendalam tetapi juga memungkinkannya menginfentarisasi serta menentukan
cara-cara pemecahan yang sesuai dengan permasalahan tersebut. Dengan kata lain,
kajian pustaka dapat membimbing peneliti ke arah tindakan yang (secara
teoretis) tepat. Namun demikian, tindakan tersebut baru akan diketahui
ketepatannya di lapangan. Di samping itu, rencana pengambilan tindakan
sebaiknya mempertimbangkan kemungkinan keterlaksanaan (feasibility) tindakan tersebut, baik secara objektif
maupun subjektif. Hendaknya dihindari rencana tindakan yang terlalu ambisius
yang pada akhirnya tidak dapat dilaksanakan.
5. Tindakan pertama
Tahap ini pada
hakekatnya adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah dikembangkan pada tahap sebelumnya. Namun
demikian, seringkali didapati bahwa pelaksanaannya tidak sesederhana yang
direncanakan. Hal itu karena kenyataan di lapangan seringkali jauh lebih
kompleks daripada apa yang ada dalam pikiran peneliti ketika ia membuat rencana
tindakan. Di samping itu, lambat atau cepat keadaan di lapangan senantiasa
berubah dalam kurun waktu antara perencanaan tindakan dan pelaksanaan tindakan.
Yang dapat dilakukan peneliti adalah mengantisipasi keadaan dan mengadaptasi
rencana tindakan sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
6. Observasi pertama
Langkah
selanjutnya adalah melakukan monitoring terhadap efek tindakan, yaitu apakah
tindakan yang diambil menghasilkan dampak seperti yang diharapkan atau tidak.
Teknik-teknik monitoring yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data sama
seperti yang telah dipaparkan pada langkah kedua di atas (pengenalan lapangan).
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa ada tindakan yang efeknya dapat segera
diamati begitu tindakan diambil, seperti anak yang “ramai” kemudian diam segera
setelah ia diperingatkan oleh guru; tetapi ada pula tindakan yang efeknya akan
muncul beberapa saat kemudian, seperti anak yang pronunciation-nya jelek
kemudian menjadi baik setelah mendapatkan pelatihan yang intensif beberapa
minggu. Oleh karena itu, langkah pengamatan ini dapat dilakukan bersamaan
dengan dilakukannya tindakan atau dapat pula dilakukan beberapa saat setelah
tindakan diambil. Hal itu tergantung pada hakikat permasalahannya.
7. Refleksi Pertama
Refleksi
dalam penelitiam tindakan (kelas) adalah kegiatan mengkaji apa yang telah
terjadi di dalam kelas (effects) sebagai
akibat dari diberlakukannya tindakan oleh peneliti. Langkah ini pada dasarnya
adalah kegiatan menjelaskan keberhasilan dan/atau kegagalan tindakan.
Sebagaimana dikemukakan di atas, rencana tindakan yang telah dikembangkan
secara matang tidak selalu dapat diimplementasikan dengan baik. Hal itu karena
fenomena di lapangan sangat kompleks dan seringkali sulit diprediksi. Oleh
karena itu tugas peneliti adalah mengidentifikasi sisi-sisi tindakan mana yang
berhasil dan sisi-sisi tindakan mana yang kurang berhasil seraya mencari
penjelasan tentang masalah itu. Informasi ini sangat penting sebagai dasar
untuk melakukan perencanaan ulang pada siklus selanjutnya.
8. Perencanaan Ulang
Seperti tersirat dalam
uraian di atas, refleksi merupakan langkah akhir dari suatu siklus dalam
penelitian tindakan (kelas). Berdasarkan hasil refleksi tersebut peneliti dapat
mengakhiri penelitiannya atau melangkah ke siklus selanjutnya, tergantung
apakah masalah utama yang dirumuskan pada awal penelitian telah terpecahkan.
Apabila harus melangkah ke siklus berikutnya, maka peneliti perlu membuat
rencana tindakan lagi atas dasar hasil refleksi pada siklus sebelumnya. Dengan
demikian terdapat hubungan fungsional antara siklus satu dengan siklus
selanjutnya.
E. Sifat
PTK
Apabila disimak kembali uraian di atas dapat
dikemukakan sifat-sifat penelitian tindakan (kelas), yang membedakannya dari
penelitian “formal” lainnya. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut
(Natawidjaja, 1997; Calleja, 2001).
1. Pada dasarnya PTK merupakan penelitian yang
dirancang dan dilaksanakan di dalam setting
(ruang kelas) tertentu. Oleh karena itu PTK bersifat situasional atau
kontekstual. Artinya, apa yang dirancang dan dilaksanakan di dalam setting itu
hanya berlaku untuk setting tersebut dan hasilnya tidak serta merta dapat diberlakukan dalam setting
yang lain selama tidak ada jaminan bahwa setting lain tersebut tidak memiliki
karakteristik yang sama dengan setting tempat dilakukannya penelitian.
2. PTK bertujuan mencari pemecahan praktis atas
permasalahan yang bersifat lokal dan/atau mencari cara-cara untuk meningkatkan
kualitas suatu sistem dalam setting tertentu yang juga bersifat lokal. Oleh
karena itu, penelitian tindakan kelas tidak menerapkan metodologi penelitian
seketat penelitian ilmiah lainnya, yang berusaha mengembangkan atau menemukan
teori-teori ilmiah yang bersifat universal. Sehubungan dengan hal itu,
kredibilitas penelitian tindakan kelas tersebut
ditentukan oleh kemanfaatannya dalam memecahkan masalah atau
meningkatkan kualitas sistem tersebut.
3. PTK terdiri atas siklus-siklus yang
masing-masing meliputi perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Keempat langkah
tersebut akan berulang dalam setiap siklus dan perpindahan dari satu siklus ke
siklus selanjutnya bersifat fungsional. Artinya, siklus satu akan menjadi
landasan bagi siklus dua; siklus dua akan menjadi dasar bagi siklus tiga;
demikian seterusnya hingga PTK berakhir.
4. Meskipun dapat dilaksanakan sendiri oleh seorang guru, PTK cenderung
bersifat partisipasif. Paling tidak guru sebagai peneliti akan melibatkan siswa
(sebagai subjek) dalam proses penelitian. Peneliti tidak akan mampu mengungkap
masalah yang timbul berikut penyebabnya secara akurat tanpa partisipasi aktif
dari para siswa tersebut.
5. Karena dalam PTK proses sama
pentingnya dengan hasil tindakan, maka penelitian ini cenderung bersifat
kualitatif daripada kuantitatif.
Langkah-langkah perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi yang
membentuk satu siklus merupakan keseluruhan proses yang lazimnya dideskripsikan
dengan kata-kata. Apabila kemudian digunakan angka-angka yang merefleksikan
prestasi siswa, misalnya, hal itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
keseluruahn proses tersebut.
6. PTK bersifat reflektif.
Artinya, kemampuan reflektif peneliti terhadap proses dan hasil tindakan
merupakan bagian penting dalam setiap siklus. Hasil refleksi menjadi landasan yang penting bagi
pengembangan rencana dan pengambilan tindakan selanjutnya.
F. Prinsip Pelaksanaan PTK
Mengingat PTK merupakan
salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas, maka
pelaksanaannya tidak boleh mengganggu guru dalam menjalankan tugasnya
sehari-hari. Berkaitan dengan masalah tersebut, berikut ini disampaikan
prinsip-prinsip pelaksanaan PTK bagi guru (Hopkins, 1993).
1. Tugas utama guru adalah mengajar; dan oleh
karena itu, pelaksanaan PTK tidak boleh mengganggu tugas mengajar guru
tersebut.
2. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
PTK jangan sampai menyita waktu guru karena tugas guru sendiri sebenarnya sudah
banyak.
3. Metodologi yang digunakan dalam PTK harus
memberi kesempatan kepada guru untuk
mengembangkan hipotesis yang dapat diandalkan dan mengembangkan strategi yang
cocok dengan kondisi kelas tempat guru mengajar.
4. Masalah yang menjadi tema penelitian
hendaknya masalah yang berakar dari kelas tersebut dan cukup signifikan untuk
dipecahkan melalui PTK.
5. Sejauh mungkin PTK hendaknya dikembangkan ke
arah penelitian dalam ruang lingkup sekolah. Ini berarti bahwa seluruh staf
sekolah diharapkan berpartisipasi dalam PTK tersebut.
G.
Penutup
Melalui tulisan ini
telah dipaparkan secara garis besar konsep dan prosedur pelaksanaan penelitian
tindakan kelas sebagai pemahaman awal. Bagi mereka yang sekedar ingin tahu,
saya kira paparan tersebut sudah cukup memadai. Namun, bagi mereka yang
bermaksud melaksanakannya, uraian tersebut masih perlu dilengkapi. Beberapa hal
yang perlu didalami adalah cara merumuskan masalah, cara membuat rencana
tindakan, cara melakukan analisis dan refleksi, dan cara menuangkan hasil
penelitian dalam bentuk laporan penelitian. Yang juga tidak kalah penting dari
topik-topik di atas adalah strategi dan teknik mensosialisasikan permasalahan
kepada orang-orang yang terlibat dalam penelitian tindakan dan mengajak mereka
untuk berpartipasi aktif dalam melakukan tindakan apabila PTK ini dilakukan
secara kolaboratif.
DAFTAR PUSTAKA
Calleja, Colin. 2001.
“The Role of Action Research in Promoting a Process of Critical Reflection on
Practice to Bring about Change”. http://www.keyworld.net/ sananton/publication/pub3.html
Gronlund, Norman E.
1985. Measurement and Evaluation in Teaching. New York: MacMillan Publishing
Company.
Hopkins, David. 1993. A
Teacher’s Guide to Classroom Research. Philadelphia: Open University Press.
Johnson, Donna M. 1992.
Approaches to Research in Second Language Learning. New York: Longman.
McNiff, Jean. 1992.
Action Research: Principles and Practice. London: Routledge.
Natawidjaja, Rachman.
1997. “Konsep Dasar Penelitian Tindakan (Action Research)”. Bandung: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, IKIP Bandung.
Soedijarto. 1993.
Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: gramedia Widiasarana
Indonesia.
Spradley,
James P. 1980. Participant Observation. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Turney C., et.al. 1992.
The Classroom Manager. Australia: Allen & Unwin.
Webb, Graham. 1996.
“Becoming Critical to Action Reseach for Development”, dalam New Direction in
Action Research oleh Ortrun Zuber-Skerritt (ed.). Washington D.C.: The Falmer
Press.
Lampiran
STRUKTUR PENULISAN PROPOSAL PENELITIAN
TINDAKAN KELAS (PTK)
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
BAB II.
KAJIAN TEORETIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Teoretik
B. Hipotesis Tindakan
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
B. Subjek Penelitian
C. Metode Penelitian
D. Langkah-Langkah Penelitian
1. Rencana Tindakan
2. Implementasi
Tindakan
3. Pengamatan
4. Refleksi
E. Data dan Cara
Pengumpulannya
F. Teknik Analisis Data
BIBLIOGRAFI
LAMPIRAN (apabila ada)
PENJELASAN
SINGKAT TIAP ELEMEN DALAM PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
1. Judul Penelitian
Judul penelitian hendaknya menyatakan dengan
akurat dan padat permasalahan serta bentuk tindakan yang dilakukan peneliti
sebagai upaya pemecahan masalah. Formulasi judul hendaknya singkat dan jelas
serta menampilkan sosok penelitian tindakan kelas (PTK), bukan sosok penelitian
yang lain.
2. Halaman Pengesahan
Halaman ini bersisi persetujuan komisi
pembimbing/konsultan tentang proposal penelitian yang diajukan. Persetujuan
tersebut diberikan dalam bentuk tanda tangan dari komisi pembimbing/konsultan
tersebut.
3. Daftar Isi
Daftar isi ditulis dalam spasi tunggal dengan
format sebagaimana struktur penulisan proposal di atas. Masing-masing
butir/elemen dalam daftar isi diikuti nomor halaman.
4. Latar Belakang Masalah
Dalam bagian ini diuraikan pentingnya penanganan
permasalahan yang diajukan. Sehubungan dengan hal itu, perlu ditunjukkan
fakta-fakta yang mendorong munculnya permasalahan tersebut, baik yang berupa
hasil pengamatan, wawancara, tes, atau teknik-teknik yang lain. Dukungan dari
hasil penelitian lain yang relevan akan lebih memperkokoh argumentasi dan
signifikansi tentang pemecahan masalah yang diusulkan. Ciri khas PTK yang
berbeda dari penelitian-penelitian lain hendaknya juga tercermin dalam uraian
bagian ini.
5. Rumusan Masalah
Masalah hendaknya diangkat dari masalah
keseharian di sekolah yang memang layak dan perlu diselesaikan melalui PTK.
Uraian masalah hendaknya didahului dengan identifikasi masalah, yang
dilanjutkan dengan analisis dan diikuti dengan refleksi awal sehingga gambaran
permasalahan yang perlu ditangani tampak menjadi jelas. Perumusan masalah
hendaknya disertai dengan penyebab munculnya masalah tersebut. Perumusan masalah itu sendiri berbentuk
pertanyaan.
6. Tujuan Penelitian
Seperti pada jenis penelitian lainnya, tujuan
penelitian pada penelitian tindakan (kelas) pada umumnya merupakan parafrase
dari rumusan masalah. Namun demikian, tidak jarang bahwa bagian tujuan ini
menjadi tempat elaborasi dari apa yang secara umum dikemukakan dalam rumusan
masalah. Indikator-indikator suatu konsep/konstruk dapat dipaparkan dalam
bagian ini sehingga konstelasi permasalahan yang akan dikaji menjadi lebih
jelas
7. Manfaat Penelitian
Dalam bagian ini dikemukakan manfaat yang dapat
dipetik apabila penelitian telah terlaksana. Uraian tentang manfaat tersebut
hendaknya bersifat spesifik, yang terkait langsung dengan topik penelitian.
Hendaknya dihindarkan uraian tentang manfaat penelitian yang terlalu umum dan
bombastis.
8. Kajian Teoretis dan Hipotesis Tindakan
Dalam bagian ini dipaparkan teori-teori yang
mengarah pada pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian. Di samping itu,
kajian teoretis hendaknya mengarah pada pencarian alternatif pemecahan masalah
yang diajukan. Argumentasi teoretik yang logis diperlukan guna menyusun
kerangka konseptual. Atas dasar kerangka konseptual tersebut, hipotesis
tindakan dirumuskan.
9. Setting Penelitian
Setting
penelitian mengacu pada tempat dan waktu penelitian. Dalam kaitannya dengan
tempat penelitian, peneliti perlu menjelaskan tidak hanya deskripsi fisik
tempat, tetapi juga deskripsi sosiologis, psikologis, kultural, dan lain
sebagainya. Deskripsi tersebut sekaligus dapat berfungsi sebagai konteks
pemaknaan hasil penelitian.
10. Subjek Penelitian
Subjek penelitian mengacu pada subjek yang akan
dikenai perlakuan, seperti siswa kelas tertentu di sekolah tertentu. Uraian
tentang masalah ini tidak hanya menyangkut jumlah melainkan juga karakteristik
subjek tersebut yang relevan dengan dilakukannya PTK.
11. Metode Penelitian
Dalam bagian ini dijelaskan bahwa jenis
penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas, yang
karakteristinya berbeda dari jenis-jenis penelitian lainnya. Oleh karena itu
peneliti perlu mengemukakan sejumlah ciri yang melekat pada PTK tersebut.
12. Rencana Tindakan
Rencana tindakan
mengacu pada rencana tindakan untuk mengatasi permasalahan yang diajukan.
Secara substansial rencana tersebut telah tercermin dari uraian pada Kajian
Teoretis dan Hipotesis Tindakan. Bagian ini lebih mengelaborasikan rencana tersebut.
Oleh karena itu berbagai tindakan lain yang mengarah pada terlaksananya
pemecahan masalah tersebut (seperti pembuatan bahan ajar, penyiapan evaluasi,
pengadaan alat-alat pembelajaran) perlu dijelaskan dalam bagian ini.
13. Implementasi Tindakan
Bagian ini berisi deskripsi skenario tindakan
pemecahan masalah, yang sifatnya lebih konkret daripada sekedar rencana
tindakan.
14. Pengamatan
Pada bagian ini peneliti menguraikan cara-cara yang akan dilakukan untuk
mengetahui efek dari tindakan yang dilakukan, termasuk di dalamnya
sarana-sarana yang diperlukan untuk merekam hasil pengamatan tersebut.
15. Refleksi
Hasil
pengamatan di atas selanjutnya dianalisis, dan atas dasar hasil analisis
tersebut peneliti melakukan refleksi atas apa yang sejauh ini dilakukan. Pada
fase ini akan ditentukan apakah peneliti perlu melangkah ke siklus berikutnya
atau tidak. Apabila ya, maka langkah-langkah sebagaimana diuraikan di atas
diulangi dengan pengembangan seperlunya.
16. Data dan Cara Pengumpulannya
Dalam
bagian ini peneliti mengemukakan jenis data yang diperlukan dalam penelitian
dan teknik-teknik yang akan digunakan untuk memperoleh data tersebut, sejak
dari langkah identifikasi masalah hingga pemantauan akhir. Boleh jadi data
penelitian merupakan kombinasi antara data kuantitatif dan data kualitatif.
Semuanya perlu dijelaskan.
17. Teknis Analisis Data
Sehubungan
dengan data penelitian di atas, peneliti perlu menjelaskan teknik-teknik
analisis data yang akan digunakan. Tidak jarang peneliti menggunakan lebih dari
satu teknik analisis. Sudah barang pasti,jenis teknik analisis disesuaikan
dengan jenis datanya. Oleh karena itu peneliti perlu menjelaskan hal ini.
18. Daftar Pustaka
Dalam
bagian ini dituliskan seluruh referensi yang dijadikan acuan dalam penelitian
dan yang disebut langsung dalam tubuh proposal. Rujukan yang tidak disebut
tidak perlu ditulis. Penulisan daftar pustaka disesuaikan dengan aturan yang
ada.
19. Lampiran
Dalam
bagian ini dilampirkan berkas-berkas penting yang terkait langsung dengan
pelaksanaan PTK berikut hasilnya. Instrumen monitoring yang mengawali
dilakukannya PTK seperti pedoman pengamatan, protokol wawancara, tes, angket, dan/atau analisis dokumen perlu
dilampirkan. Demikian pula hasil monitoring tersebut, seperti data-data hasil
prestasi belajar dan deskripsi perilaku/kinerja siswa juga dilampirkan. Hal itu
dapat membantu pembimbing/konsultan melihat dan menilai akurasi pengajuan
masalah penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
berlatih kreatif melaui pembuatan komentar