BAGIAN SINOPSIS NOVEL BIOGRAFIKU Oleh Maskatno Giri
Hidup dalam kesulitan masa lalu bukan untuk disesali, justru harus
disyukuri, Kesulitan di masa lalu bisa sebagai trigger dan sumber energi
yang tak akan pernah habis untuk menatap masa depan.
Sekitar
dua puluh tahun yang lalu, seperti baru dua hari yang lalu. Aku
tinggal di asrama Surakarta. banyak certia lucu , mengecewakan dan
kadang menyenangkan. Benar, aku dan kawan-kawan semuanya pemuda bujangan
yang rata-rata anaknya orang yang kurang mampu ( istilah halus dari
melarat). Namun, kalau dihitung-hitung banyak cerita yang menyedihkan
tapi mengasyikkan. Hal-hal yang menyedihkakan sebetulnya bukan karena
beratnya permasalahan, tapi saat itu aku masih bodoh dalam menyikapi
penderitaan. Ditambah lagi, saat itu aku kesulitan mendapat guru yang
mencerahkan dan menghibur.
Tidak percaya diri, penuh
kekuatiran, keragu-raguan itulah indikasi orang-orang yang salah
pendidikan. Salah didikan ini disebabkan oleh minimnya sumber belajar
dan minimnya jumlah guru yang berkualitas. Dan itu suatu kenyataan yang
kualami. Saking tidak percaya diri, merasa berat dalam menjalani
kehidupan, aku sering mengeluh dan sering terlintas menyimpulkan bahwa
Allah itu tidak adil terhadapku. Secara kebetulan, aku merasa paling
malang hidupnya di antara yang lain dalam banyak hal. Mohon maaf,
kemalanganku tidak usah kuceritakan secara detail di blogku ini. Biar
kemalanganku kupendam dalam-dalam.
Apakah anda ingin tahu apa
yang membuat sedih, gembira, menyakitkan hati dll. Tulisan ini bukan
untuk mengekploitasi mas lalu atau juga bukan tujuan negatif. Tapi, aku
ingin berlatih menulis kilas balik, aku mengingatkan aku sendiri
SIAPAKAH AKU INI? Aku tidak layak untuk sombong, Karena aku sendiri
yang lebih tahu banyak tentang latar belakang diriku sendiri. Modal
hidupnya cuma modal nekat.
Tahukah kamu, bahwa setelah lulus
SMP aku pergi ke Solo untuk HUNTING, hunting dalam artian yang sangat
luas: mendapat kenyamanan, uang, ilmu, harga diri , kesuksesan hidup
dll.
Kalau diambil hikmahnya ada banyak, tentu diambil yang
positif-positif saja. Di masa usia sekitar enam belasan tahun, aku
tinggal di asrama semacam Islamic boarding house, semua penghuni
adalah laki-laki yang berjumlah sekitar 20 orang, kami dituntut saling
kerja sama baik dalam suka dan duka. Rata-rata kami mampu memasak
dengan berbagai menu. Karena, kami sering tanya kepada penjual sayur
tentang bumbu-bumbu.
Sering, kami kehabisan uang untuk membeli
sayur atau beras terkadang keliling kota Solo untuk mencari beras yang
paling murah alias beras jatahnya PNS. Sedangkan untuk lauk cukup
membeli sayur beberapa bungkus saja lalu ditambahi garam, salah satu
sahabat yang sering menambahi garam adalah Mas Taufiq Triwdodo. Kabar
terakhir, Mas Taufiq sekarang sudah sukses. hidup dalam kecukupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
berlatih kreatif melaui pembuatan komentar