Seperti diberitakan di beberapa media ternyata korban di LP Sleman berkasus besar. Salah satu media tersebut adalah detik.com
Menurut detik com bahwa dua dari empat korban penyerangan di LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta ternyata memiliki catatan kriminal. Satu tersangka kasus pembunuhan dan pemerkosaan, sedangkan satunya lagi terkena kasus narkoba.
Hendrik Benyamin Angel Sahetapy alias Diky/Deki (37) pernah ditahan di Polresta Yogyakarta dalam kasus pembunuhan mahasiswa Papua tahun 2002 dan kasus pemerkosaan.
"Diky memang pernah ditangkap Polresta Yogyakarta dalam kasus pembunuhan mahasiswa tahun 2002 dan pemerkosaan tahun 2007," kata Kasatreskrim Polresta Yogya Kompol Dodo Hendro Kusuma SIK.
Berdasarkan penelusuran detikcom, Diky yang sering dipanggil dengan nama Diky Ambon itu juga pernah bergabung dengan ormas pimpinan Hercules. Namun entah kenapa dia kemudian mundur dan tidak aktif lagi. Dia juga menjadi tenaga keamanan di Hugo's Cafe yang terletak depan halaman Hotel Sheraton Mustika di Jl Solo Km 10 Maguwoharjo, Sleman.
Nama Diky Ambon mulai muncul sejak Kota Yogyakarta tidak memperbolehkan adanya tempat hiburan malam pada 2011. Sejumlah kafe-kafe yang menjual minuman keras mulai bermunculan di Kabupaten Sleman. Kafe-kafe itu banyak berdiri di Jl Magelang, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati dan Kecamatan Depok Sleman.
Nama Diky dengan kelompoknya mulai banyak dikenal di wilayah Sleman. Mereka mulai menguasai beberapa pertokoan/ruko yang ada di sekitar Tambakbayan, Babarsari. Karena itulah di wilayah tersebut sering terjadi keributan dengan mahasiswa asal Indonesia Timur dan sering melibatkan kelompok ini.
Nama Diky semakin berkibar dengan dukungan kelompoknya di Jakarta yang berafiliasi dengan salah satu ormas. Diky pelan-pelan mulai menancapkan kekuasaannya. Di kalangan preman, nama Diky sering dipanggil dengan sebutan Diky Ambon. Dia dikenal sering menimbulkan keributan di tempat-tempat hiburan malam.
Masuknya Diky di jaringan preman di Yogyakarta juga melalui beberapa preman kelompok tua yang lebih dulu menguasai pusat kota Yogyakarta. Awalnya dia hanya bergabung agar bisa ikut menikmati saja. Mereka tidak bisa masuk ke dalam kota untuk menguasai wilayah Malioboro, Tugu, Pasar Kembang, Beringharjo hingga kawasan titik nol kilometer dan sekitarnya. Kelompok ini mulai bermain dan menguasai wilayah utara atau Sleman yang ada tempat-tempat hiburan malam.
Kawasan Jl Laksda Adisutjipto mulai dari Ambarrukmo Plaza (Amplaz) ke timur hingga Simpang Tiga ringroad Maguwoharjo Sleman merupakan lahan baru yang empuk untuk dikuasai. Tidak heran kalau kemudian Diky dan kawan-kawan bisa menjadi 'tenaga keamanan'di Hugo's Cafe. Tidak puas dengan itu, mereka bersama kelompok lain juga berusaha menguasai wilayah Jl Magelang yang juga penuh dengan kafe-kafe.
Kelompok ini juga sering nongkrong di kawasan sekitar Ruko Babarsari. Akibatnya di wilayah itu sering terjadi pertikaian dengan kelompok lain terutama dengan mahasiswa asal Indonesia Timur pula. Pemicu pertikaian bisa macam-macam, mabuk minuman keras, rebutan lahan, urusan debt colector, hingga rebutan cewek.
Sedangkan Yohanes Juan Manbait (38) juga pernah menjalani hukuman 2,8 tahun karena kasus sabu-sabu. Juan divonis hukuman 2,8 tahun dan menjalani perawatan di RS Grhasia khusus narkoba. Saat menjalani masa bebas bersyarat, Juan ikut menjadi tersangka kasus tewasnya Sertu Heru Santoso. Diapun lantas desersi dari kepolisian. Saat ini hingga Juan tewas di Lapas masih menunggu proses pemecatan.
Catatan lain, tiga dari keempat tersangka bukan lagi berstatus mahasiswa, Gameliel Yermiayanto Rohi Riwu alias Adi (23), Hendrik Benyamin Angel Sahetapy alias Diky Ambon (37) dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi (33). Mereka sebagian besar Drop Out (DO) atau tidak selesai kuliahnya.
Namun saat ditangkap dan diperiksa oleh petugas semuanya mengaku beralamat di Asrama Mahasiswa NTT di Kampung Tegal Panggung Kecamatan Danurejan Kota Yogyakarta. Karena DO itu mereka malu untuk pulang kembali ke kampung halamannya.
Terkait dengan warga dan mahasiswa NTT di Yogyakarta, Sultan menyatakan menjamin rasa aman dan nyaman dan meminta tidak perlu ada kekuatiran untuk tetap belajar di Yogya. Sultan berharap, agar mereka juga tetap berkomunikasi dengan baik dengan warga lokal maupun dengan etnik-etnik lain yang ada di Yogyakarta.
"Saya telah berkoordinasi dengan Pemda NTT sejak kejadian itu. Saya menjamin keamanan warga mereka di Yogya," kata Sultan di Komplek Kepatihan, Yogyakarta, Selasa(26/3/2013) lalu.
Sultan merasa prihatin dengan penyerangan yang terjadi di Lapas. Kekerasan yang muncul hampir secara beruntun di Yogya seolah tidak ada lagi ruang dialog. Padahal Yogya yang dikenal kota pendidikan, budaya, mahasiswa, harusnya dalam menyelesaikan masalah dengan dialog bukan kekerasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
berlatih kreatif melaui pembuatan komentar