Puluhan tahun yang lalu. Aku telah
mendengar dan melihat secara langsung, beberapa temanku direndahkan oleh
guruku dengan suara lantang: "Kamu anak bodoh!".
Walau
bukan aku yang direndahkan, namun kalimat itu kurasakan sangat
menyakitkan. Bahkan kejadian itu kupastikan tak pernah terlupakan sampai
aku tua.
Sebenarnya,
kesimpulanku juga menyatakan bahwa aku termasuk kategori bodoh.
Karena aku merasakan kemampuan akademikku di saat sekolah tidak
sebagus yang kuharapkan. Walau aku bukan di rangking terakhir, tapi
kebodohanku kututupi dengan rajin belajar saja. Aku bisa malu dan
stress bila aku dimaki-maki oleh guru karena kebodohanku.
Aku
sering membaca tentang teori kecerdasan. Ternyata menurut para ahli
kecerdasan manusia sangat komplek dan bervariasi . Sering kita mendengar
tbahwa manusia memiliki MULTIPLE INTELLIGENCE ( kecerdasn
majemuk). Kita terkadang menyimpulkan diri bahwa kita bodoh, sebenarnya
itu tidak benar. Kita mungkin bukan bodoh tetapi salah kesimpulan dan
salah urus.
Terinpirasi dari tulisan motivator Sucihida bahwa semua manusia sebenarnya memiliki Nur Allah didalam dirinya. Hanya
saja kesalahan dalam sitem pendidikan, sosial, budaya dan lingkungan
telah menciptakan tabir-tabir yang menutupi cahaya ketuhanan tersebut.
Pendidikan harusnya berperan mencabut tabir yang mengotori hati
tersebut.
Sering kali kita mendengar seorang guru atau orang tua yang mengecap
seorang anak bodoh seperti kisah temanku di atas. Mengapa Si Bodoh seringkali dibenci dan dikucilkan oleh
lingkungan? Siapa sebenarnya yang mereka anggap bodoh itu? tepatkah
julukan itu tertuju pada mereka?
Anak dikatakan bodoh apabila kurang minat dalam belajar akademik,
sering gaduh, malas, bertanya yang nyleneh-nyleneh, ramai dan tidak taat
pada aturan. Biasanya seringkali diikuti dengan nilai akademik yang
relatif rendah. Sebalinya anak dikatakan pandai atau pintar jika nilai
akademiknya bagus khususnya nilai pelajaran IPA dan matematika, berjalan
sesuai aturan, diam dan sering mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan
pada mereka. Tapi pernahkah para ortu dan guru berpikir?
Tono memiliki nilai matematika dan IPA dengan rata-rata 4 namun dia
mahir memainkan musik, sedangkan Ioni memiliki nilai
matematika dan IPA dengan rata-rata 8,5 tapi dia tidak bisa memegang
apalagi memainkan musik dengan baik. Saya yakin pasti guru menilai Tono
adalah anak yang bodoh dan Toni anak yang pandai. Karena ukuran pandai
dan bodoh hanya berorientasi pada niali akademik dan nilai IQ saja.
“Di Indonesia ini ada 4 orang Rudi yang cerdas dan pandai (1). Rudi
B.J Habibi yang ahli dalam rancang bangun pesawat, (2). Rudi Hartono
yang mahir dalam bermain bulu tangkis, (3). Rudi Khairuddin yang ahli
dalam membuat resep masakan dan (4). Rudi Hadisuwarno yang ahli dalam
tata rias” unggkap Kak Seto selaku pemerhati pendidikan anak. Jika para
orang tua dan guru tahu bahwa setiap anak adalah unik dan cerdas maka
mereka akan merasa malu saat mengecap seorang anak dengan sebutan Si
Bodoh.
Yang paling penting bagi para pendidik saat ini bagaimana cara kita
melakukan pendekatan personal pada si anak yang dianggap bodoh atau jika
lebih beruntung si anak disebut bermasalah agar belajar itu menjadi
asyik dan bermakna bagi mereka. Memandaikan satu dua anak pandai sudah
biasa, tapi memandaikan anak yang dianggap bermasalah meskipun satu anak
begitu berat. Mudah-mudahan kita adalah pengajar dan pendidik yang
peduli dan adil pada semua anak didik kita. Tidak ada kata pandai dan
tidak ada kata bodoh karena semua anak pada dasarnya adalah Fitrah. Allahu a'lamu bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
berlatih kreatif melaui pembuatan komentar