Menjadi Ibu
Pendidik yang Sukses
Wanita mempunyai kedudukan yang amat besar dalam
masyarakat dan memainkan peranan yang penting didalamnya. Dia menjadi istri
kaum laki-laki dan menjadi ibu bagi anak-anaknya. Di pundaknya diletakkan
tanggung jawab dan dibahunya ada amanah pendidikan. Wanita menggambarkan bagian
yang besar dari proses pendidikan, karena ia telah diberi bekal fitrah untuk
tugas tersebut. Disamping itu Allah Ta’ala telah memberikan rasa cinta, kasih
sayang, kesabaran, pengorbanan dan keikhlasan pada seorang ibu.
Seorang ibu mengasuh anak-anaknya dengan
limpahan kasih sayang, membimbing mereka dengan sebenar-benarnya, mengarahkan
mereka dengan penuh kesadaran, mengajari mereka dengan ruh seorang ibu
yang senantiasa mengasihi dan menyayangi. Perkataan-perkataannya bagaikan air
yang dingin tatkala haus menyengat tenggorokan, bagaikan cahaya yang bersinar
di kegelapan malam, dan perkataannya yang lembut bisa mengobati luka,
menghilangkan kekhawatiran dan kesusahan.
Mengingat wanita menggambarkan peranan yang besar
dalam proses pendidikan seperti ini, maka Islam sangat menaruh perhatian
terhadap masalah ini dan menjelaskan dampak positifnya di dalam masyarakat jika
wanita mengikuti manhaj Islam dan dasar-dasarnya dalam mendidik
anak-anaknya. Islam juga menjelaskan dampak negatifnya terhadap keluarga atau
masyarakat, jika wanita tidak mau mengikuti manhaj Islam atau mengikuti
cara yang tidak benar dalam mendidik anak-anaknya.
Wanita muslimah dituntut untuk mengetahui
peranannya sebagai ibu dan harus membekali dirinya sebaik mungkin dengan
bekal yang bisa membantunya dalam memainkan peranan yang amat penting ini, agar
dia mampu mengasuh makhluk-makhluk baru yang dilahirkan berdasarkan fitrah
dengan suatu pengasuhan yang bisa menjaga mereka dari keburukan. Seorang ibu
yang tidak mempersiapkan dirinya untuk memainkan peranan yang amat penting ini,
tidak akan mampu berperan di hadapan anak-anaknya, karena ia tidak bisa
memahami fitrah yang baik secara menyeluruh di sekitarnya, tidak tahu apa yang
harus diperankannya dalam memperlakukan fitrah yang telah diciptakan Allah ini.
Seorang ibu dibebani tugas yang besar, yaitu mendidik
anak-anaknya berdasarkan fitrah yang diciptakan pada diri mereka. Tugas ini
tidak sedikit, banyaknya tindakan yang bisa merubah fitrah, menyebarkan
kerusakan dan kefasikan di kalangan anak-anak, akan bisa menyita perhatian
kedua orang tua jika keduanya tidak baik dalam mendidik anak-anaknya dan
tidak membimbingnya dengan bimbingan yang benar serta tidak mengalihkan dari
cara-cara yang salah. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Setiap anak dilahirkan berdasarkan fitrah lalu kedua
orang tuanyalah yang membuatnya memeluk agama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (Diriwayatkan Al-Bukhary)
Subhanallah, wahai ummu dari hadist
tersebut tersirat suatu tanggung jawab besar dalam mendidik, mengarahkan dan
membimbing anak-anak kita agar jangan sampai salah asuhan
sehingga menjadikan anak-anak kita jauh dari pendidikan Islam agama yang mulia
ini.
Karena itu, seorang ibu yang tidak ingin salah
asuhan harus mencurahkan perhatiannya dalam mengasuh, membimbing dan
mengarahkan anak-anaknya secara langsung dari dirinya didalam rumahnya, sebab
anak-anak memang sudah lumrah jika mendapatkan ketenangan dan
perlindungan di dalam rengkuhan dada ibunya. Anak-anak tentunya akan langsung
lari kepada ibunya ketika merasa ada sesuatu yang mengancamnya. Perasaan anak
akan merasa nyaman dan tenang didalam pelukan ibunya, sehingga ibunya pun akan
mampu menanamkan akidah dan perkara-perkara yang baik pada diri anaknya dengan
cinta, kasih sayang dan kelembutan. Hal tersebut tidak mungkin didapatkan jika
anak-anak diasuh oleh pembantu, jika ibunya bekerja di luar rumah. Karena
seorang pendidik akan mampu membentuk anak menurut pola yang
dikehendakinya, sebagaimana orang selain pendidik juga bisa
melakukannya, hanya saja dia tidak akan mampu membentuk pribadi yang sesuai
dengan apa yang diharapkan orang tua kandung yaitu pribadi berakhlak mulia yang
benar-benar bermaslahat bagi kehidupannya kelak. Anak yang menghabiskan
sebagian besar waktunya diasuh oleh pembantu atau dititipkan kepada kerabat
lain, tidak akan mendapatkan curahan kasih sayang dan perhatian dari orang
tuanya, sehingga anak tumbuh apa adanya dan kepribadiannya akan
berkembang sesuai pola pengajaran pengasuhnya, anak terlihat murung layaknya
kehilangan orang tua, meskipun orang tuanya masih hidup, tetapi karena
kesibukannya di luar rumah terutama ibu, maka hati anak akan merasa kesepian,
meskipun dari raut wajahnya dia nampak biasa saja.
Wahai ummu, di dalam rumah lingkup
keluarganyalah anak-anak memungkinkan mendapatkan orang-orang yang
mencintai dan mengasihinya secara ikhlas, tulus tanpa mengharap imbalan (upah)
apapun, kecuali sebuah harapan dan keinginan mulia. Bahkan berangkat dari
relung sanubari yang paling dalam, semua orang tua pasti menginginkan anaknya
kelak menjadi manusia yang berhasil dan berbuat baik kepada mereka (orang
tuanya), atau semua orang tua pasti berharap anaknya kelak mendapatkan status
yang mapan atau status yang lebih baik dari kedua orang tuanya. Karena itu
mereka berupaya agar harapannya tercapai dengan mendidik anak-anaknya agar
menjadi generasi yang baik. Jika orang tua tidak memiliki bekal (ilmu) yang
sesuai dengan manhaj Islam, akan seperti apa jadinya anak-anak mereka
???
Sungguh, cinta dan kasih sayang serta kelembutan
merupakan sumber mata air yang deras bagi keberhasilan suatu pendidikan,
insyaAllah pendidikan itu tidak akan ternodai bila tiga sumber mata
air tersebut dilakukan dengan ikhlas dan tulus sehingga pendidikan akan
mencapai tujuan yang benar yaitu kemaslahatan bagi yang dididik (anak-anak
mereka). Pendidikan yang yang diperoleh dari seorang ibu, tidak dapat
tergantikan oleh cara manapun yang bermaksud menggantikan peranan ibu dalam
pendidikan, perhatian dan bimbingan. Karena dari ibunyalah anak mempelajari
bahasa kaumnya, belajar bagaimana berbicara, bagaimana bergaul dengannya dan
orang lain. Seorang ibu adalah lembaga pendidikan yang didalamnya anak-anak
dididik sesuai dengan kurikulum yang telah dicanangkan didalam lembaga ini. “Ummuku
madhrosatul ulla” Ibu adalah sekolah yang awal atau pertama kali, hal ini
bermakna bahwa seorang ibu bertanggung jawab membentuk karakter dan kepribadian
anak, di lembaganya telah tersusun kurikulum pengajaran keseharian berupa
tingkah laku dan akhlak, karenanya seorang ibu harus memiliki ilmu pengajaran
yang sesuai dengan manhaj Islam agar tercapai hasil yang baik sebagai wujud
amanat yang diletakkan dibahunya yaitu amanat pengajaran kepada anak-anaknya.
Sebab ibu mempunyai peranan secara langsung dalam kehidupan anak-anaknya
yaitu mengandungnya, melahirkannya, menyusuinya dan mengasuhnya hingga besar.
Islam sangat memuliakan ibu, karena kedudukannya,
tanggung jawabnya yang besar, dan amanat yang dibebankan dipundaknya yaitu
pendidikan yang agung kepada anak-anaknya untuk membentuk pribadi-pribadi yang
tangguh, berakhlak mulia, yang terpatri didadanya iman yang kokoh. Sebab itu,
setiap ibu yang sadar akan fitrahnya akan menginginkan kedudukan yang mulia itu
dengan melaksanakan amanat pendidikan dengan sebaik-baiknya dan harus
mengeluarkan seluruh kemampuannya agar bisa mendapatkan hasil yang baik, agar
mampu menumbuhkan anak-anak yang shalih-shalihah, agar bermanfaat bagi
kehidupannya kelak, agar menghadirkan pemuda-pemudi muslim yang berguna untuk
masyarakat. Memang sepertinya terlalu berat dan tidak gampang bagi seorang ibu,
tetapi dengan ilmu yang sesuai manhaj islam insyaAllah segalanya akan terasa
mudah dan indah, karena itu seorang ibu membutuhkan kesabaran, ketelatenan, dan
kesiapan mental untuk menyandang predikat ibu yang sukses dalam mendidik.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengurusi anak
ketika masih kecil.
Pertama, Anak membutuhkan curahan kasih
sayang dan perlindungan sejak pertama kelahirannya, maka tidaklah heran
tangisnya langsung berhenti tatkala dibopong atau direngkuh ibunya. Kebutuhan
ini semakin hari semakin meningkat apalagi ketika dia menangis karena merasa
lapar, dan kemudian ibunya menyusuinya dia akan merasa nyaman dan tentram
berada dalam pelukan ibunya ketika menetek. Kebutuhan anak terhadap
curahan kasih sayang dan rasa tentram ini bisa semakin bertambah pada
kondisi-kondisi tertentu, misalnya ketika anak sakit, marah, atau menangis dan
anak akan mulai mengerti jika orang tuanya menyayangi dan mengasihinya ketika
dia menginjak umur 1 tahun, karena itu seorang ibu terkadang kerepotan ketika
anaknya tidak mau ditinggal (menangis seketika) melihat ibunya beranjak dari
sisinya, meskipun dia belum bisa berbicara tetapi tangisannya tersebut
mengisyaratkan jika ibunya harus berada disampingnya, menemaninya. Hal ini,
seorang ibu harus bersabar dan berusaha memahami perasaan anak. Seorang ibu tidak
perlu cemas ketika anak kadang-kadang menangis, seperti tatkala merasa lapar.
Sebab tangis itu sendiri bermanfaat baginya yaitu melebarkan usus, melapangkan
dada, melancarkan otak, merangsang panas tubuhnya secara alami dan
menghilangkan pengendapan dalam tubuhnya.
Kedua, Jika anak sudah mulai menunjukkan
dia bisa berbicara, kenalkan kata-kata pendek Allah, Nabi Muhammad dan Islam.
Dan jika ia sudah benar-benar bisa berbicara, hendaklah diajari untuk
mengucapkan la ilaha illallah Muhammad Rasulullah kemudian usahakan yang
pertama menyentuh pendengarannya adalah pengetahuan tentang Allah dan
tauhid-Nya. Anak merupakan mutiara yang paling berharga, belahan hati, hatinya
masih suci, murni dan belum terbentuk. Dia siap dibentuk dan dibawa kemana
saja, dia bisa menerima segala bentuk yang diinginkan karena itu biasakan dan
bimbinglah dia kepada kebaikan, tancapkanlah keimanan didadanya, kenalkanlah
makhluk-makhluk ciptaan-Nya, kenalkanlah kisah para nabi dan rasul,
tumbuhkanlah kecintaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya agar tumbuh
menjadi orang yang beriman, berakhlak mulia.
Ketiga, Anak yang sudah mulai menunjukkan
aktivitas barunya seperti keinginannya untuk makan sendiri, memakai baju
sendiri berarti secara fisik dan intelektual sudah saatnya anak mendapatkan
pengajaran dan pengarahan, karena itu anak harus tetap ditolong, dibantu dan
didorong akan kemauannya tersebut, jangan langsung menolak kemauan anak karena
ketidaksabaran seorang ibu menunggui anaknya (yang baru belajar) biasanya
anak-anak tersebut lama ketika makan atau memakai baju sendiri. Karena itu
kesabaran seorang ibu sangat penting pada masa-masa ini dan pada masa ini anak
masih memerlukan pengarahan, misalnya saja makan dengan tangan kanan, membaca bismillah
ketika mau makan, kemudian memakai baju, celana, sandal dahulukan bagian kanan,
dan lain-lain. Seorang ibu sebaiknya memberikan pujian (penghargaan) jika sang
anak mampu melakukannya untuk memotivasi keinginannya “bisa melakukan
sendiri”. Cara ini akan mendorongnya untuk belajar mandiri..insyaAllah.
Keempat, Terkadang anak usia 1 tahun sampai 3 tahun akan
menunjukkan penentangan, misalnya ketika ibunya menyuruh keluar kamar (karena
kamarnya ingin dibersihkan) sang anak justru tetap berada didalam kamar, ketika
ibunya menyuruh mengumpulkan mainan karena berserakan anak justru
membiarkannya. Hal ini wajar, karena di usia ini anak mulai belajar melakukan
hal berbeda, dia mulai menyukai atau menyenangi sesuatu perbuatan sesuai
kemauan hatinya. Jadi seorang ibu jangan langsung memarahi ataupun memusuhi
jika sang anak menentang perintahnya.
Kelima, Jangan terlalu memanjakan anak
dengan meladeni setiap keinginannya, karena itu akan berpengaruh pada tabiat “mau
menang sendiri”, terlalu memanjakan juga akan menyulitkan anak, anak
cenderung “tidak mau berbagi” dengan saudaranya atau temannya. Yang
terbaik adalah sifat tengah-tengah, menuruti keinginan anak bila dirasa itu
bermanfaat baginya atau ketika anak belum mampu mengerjakan sendiri yaitu
dengan membantunya.
Keenam, Kasih sayang dan pemberian yang
adil diantara anak-anaknya, karena jika orang tua terlihat menyayangi salah
satu anaknya dan terlalu memperhatikan sekali terhadap salah satu anaknya akan
menyebabkan dampak yang buruk baik terhadap saudara-saudaranya dan begitu pula
pada anak yang disayang tersebut. Salah satu anak yang terlalu diperhatikan dan
dimanja akan membuat iri saudara-saudaranya dan dikhawatirkan timbul rasa
dengki, dan dampak bagi anak yang terlalu dimanja maka dia memiliki kelabilan
emosi (seperti cengeng, suka marah), tidak mengenal aturan dan larangan karena
dia terbiasa beranggapan “akulah” yang paling benar (dibela) ibunya
ketika berselisih dengan saudaranya dan seperti poin kelima anak cenderung mau
menang sendiri dan tidak mau berbagi.
Ketujuh, Terkadang anak usia 2 sampai 3
tahun cenderung melakukan tindakan yang merusak, seperti membuang atau
membanting barang yang dipegangnya, bisa berupa mainan atau tempat minum. Hal
ini dilakukan anak sebagai ekspresi pelampiasan emosinya dan sebagai bentuk
protes terhadap orang tuanya disebabkan tidak adanya kebebasan, pembekuan
terhadap potensi anak dan kekakuan atau terlalu banyak “larangan” oleh
orang tuanya. Maka, sebaiknya sebagai ibu jangan langsung menghukum, pahami
emosi anak, ketika sudah reda rangkul anak dalam pelukan kemudian ajaklah untuk
berdialaog dengan lemah lembut, sehingga kita mengetahui apa yang diinginkan
anak.
Kedelapan, Tatkala anak diberi hukuman
oleh salah seorang dari kedua orang tua, maka yang lain harus menyepakati hukuman
tersebut. Sebab anak cenderung akan mencari perlindungan dan anak usia dibawah
lima tahun (balita) masih belum bisa memahami perbedaan pendapat didalam
keluarganya, karena itu hukuman pun bukan bersifat menyakiti tetapi mendidik
dan mengarahkan, kalaupun terpaksa anak dipukul karena berkali-kali dinasehati
tidak menurut, pukullah pada bagian yang kulitnya tebal (pantat) dan memukulpun
harus pelan, tidak boleh menyakiti. Idealnya hukuman bagi anak adalah dengan
mendiamkannya (tidak diajak bicara) selama beberapa menit atau jam, insyaAllah
hukuman ini lebih efektif dan lebih tepat sasaran. Karena anak merasa tidak
dibutuhkan kemudian akan menanyakan kepada orang tuanya dengan meminta maaf dan
saat inilah merupakan saat yang tepat untuk menasehati anak.
Kesembilan, Biasakan dan ajari anak sejak
usia dini hal-hal yang baik baik berupa tingkah laku, akhlak dan bagaimana
bergaul, terutama dalam kesehariannya ajarkan akhlak yang berasal dari manhaj
Islam , apalagi ketika anak berusia 3 tahun. Karena di usia ini anak sudah
mampu memahami perintah, larangan dan nasehat dengan benar. Pada usia ini,
pengajaran atau pendidikan tentang Islam lebih ditingkatkan. Di Indonesia saat
ini, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sedang marak, tiap dusun didirikan
lembaga PAUD ini, jika orang tua ingin menyekolahkan anaknya di PAUD pilihlah
PAUD yang benar-benar memberikan maslahat bagi kehidupannya kelak, bisa juga
memilih Play Group atau Tarbiyatul Abna yang berlandaskan pada
Al-Qur’an dan Sunnah.
Kesepuluh, Seorang ibu tidak seharusnya
memaksakan segala aturan atau larangan kepada anak, larangan dan aturan harus
disesuaikan dengan nalar anak karena dikhawatirkan anak merasa dikekang dan
tidak bisa bersikap sehingga anak cenderung menjadi penakut. Perlunya juga
memberikan pengertian kepada anak ketika dia akan mempunyai adik, kehadiran
adik baru biasanya akan membuat dia merasa tersingkirkan dan membuat hatinya
cemburu. Karena seluruh anggota keluarganya dan juga kerabatnya terutama ibunya
akan terfokus mengurusi adik barunya, sehingga semakin membuat dia tidak
diperhatikan dan buntutnya dia menjadi iri dengan adiknya. Ketika ada
kesempatan dia berada didekat adiknya, biasanya dilampiaskan rasa kesal dan
irinya tersebut dengan memukul adiknya, terkadang pada kondisi seperti ini
justru ibunya kemudian melarang dia untuk mendekati adiknya dan memberikan
aturan-aturan yang belum bisa dimengerti sang anak sesuai nalarnya. Hal ini
mungkin dianggap biasa, tapi justru akan semakin memperburuk keadaan, anak
(kakak) akan semakin merasa dengki kepada adiknya. Tindakan yang bijaksana
adalah melibatkan kakaknya ketika seorang ibu mengganti popok, atau memakaikan
baju adik, sehingga sang kakak merasa dibutuhkan. Perlunya juga memberikan
kesempatan dia untuk bermain-main dengan adiknya dengan pengawasan dan yang
terpenting adalah sang bapak melibatkan diri dengan mengajak bercanda kakaknya,
dan lebih memperhatikan keinginannya yang sebelumnya dilakukan oleh ibunya.
Kesebelas, Pengajaran dan pendidikan anak
ketika masih kecil secara utuh berada di pundak keluarganya. Mereka bertanggung
jawab terhadap segala bentuk pengarahan dan bimbingan. Ketika ingin melakukan
hal yang mungkin membahayakan dirinya maka orang tua melarangnya dan juga harus
disertai dengan alasannya, sehingga anak akan terbiasa memahami sebab akibat.
Orang tua menjadi teladan anak di rumahnya, karena itu ajaklah anak ketika
sholat. Kecenderungan anak usia dibawah lima tahun adalah “meniru” perilaku
orang tuanya. Ketika ibunya sholat anak akan mengikuti gerakan sholat meski belum
sempurna, ketika membaca Al-Qur’an anak akan ikut-ikutan membuka
lembaran-lembaran mushaf seakan ingin berusaha membaca meskipun dia
belum mampu, begitu pula ketika seorang ibu membaca buku, maka sang anak dengan
tangan mungilnya akan ikut memegang atau menarik-narik buku seakan-seakan dia
ingin ikut menyimak. Teladan yang baik terhadap anak meliputi perkataan dan
perbuatan, seperti mengajari anak tentang adab-adab yang bersifat umum dan
berasal dari akhlak Islam yang terpuji agama yang hanif. Adab-adab ini
ditanamkan pada diri anak sejak kecil, yang meliputi : "Memberi maaf,
kasih sayang, jujur dan benar, memenuhi hak-hak orang tua, kerabat, tetangga,
orang yang lebih tua, sesama muslim, adab ketika tidur dan bangun tidur, adab
masuk kamar mandi dan keluar dari kamar mandi, adab tatkala makan dan minum,
adab mengucapkan salam, adab berkunjung, dan adab bercanda.
Tentunya pengajaran adab tersebut disesuaikan dengan
usia dan nalar anak, yang paling utama adalah teladan dari orang tuanya. Anak
yang terbiasa melihat kedua orang tuanya berbuat kebaikan, bergaul dengan baik,
bersopan santun maka dia pun akan terbiasa dengan hal-hal yang baik pula…insyaAllah.
Cara ideal dalam mendidik adalah dengan memahami
tabiat dan tuntutan-tuntutannya, dengan demikian akan mudah bagi ibu untuk
membimbing anak kepada tingkah laku yang diinginkannya, tidak terlepas juga
adanya sifat bijaksana, lemah lembut dan kasih sayang.
Seorang ibu memang harus banyak berkorban mencurahkan
segala kemampuannya, bersabar, dan tidak terlepas dari segala segala usahanya
itu adalah berdoa kepada Allah Ta’ala sebab hanya dengan taufik dan ridha-Nya
kita memohon agar dimudahkan dalam mendidik buah hati kita, maka insyaAllah predikat
ibu pendidik yang sukses akan disandang. Amien
Sumber : Diposting
oleh : Ummu Aisyah dalam Bagaimana Menjadi Istri Shalihah dan Ibu yang
Sukses oleh Ummu Ibrahim Ilham Muhammad Ibrahim, Pustaka Darul Falah dan Metode
Pendidikan Anak Muslim Usia Prasekolah oleh Abu Amr Ahmad Sulaiman
Wanita mempunyai kedudukan yang amat besar dalam
masyarakat dan memainkan peranan yang penting didalamnya. Dia menjadi istri
kaum laki-laki dan menjadi ibu bagi anak-anaknya. Di pundaknya diletakkan
tanggung jawab dan dibahunya ada amanah pendidikan. Wanita menggambarkan bagian
yang besar dari proses pendidikan, karena ia telah diberi bekal fitrah untuk
tugas tersebut. Disamping itu Allah Ta’ala telah memberikan rasa cinta, kasih
sayang, kesabaran, pengorbanan dan keikhlasan pada seorang ibu.
Seorang ibu mengasuh anak-anaknya dengan
limpahan kasih sayang, membimbing mereka dengan sebenar-benarnya, mengarahkan
mereka dengan penuh kesadaran, mengajari mereka dengan ruh seorang ibu
yang senantiasa mengasihi dan menyayangi. Perkataan-perkataannya bagaikan air
yang dingin tatkala haus menyengat tenggorokan, bagaikan cahaya yang bersinar
di kegelapan malam, dan perkataannya yang lembut bisa mengobati luka,
menghilangkan kekhawatiran dan kesusahan.
Mengingat wanita menggambarkan peranan yang besar
dalam proses pendidikan seperti ini, maka Islam sangat menaruh perhatian
terhadap masalah ini dan menjelaskan dampak positifnya di dalam masyarakat jika
wanita mengikuti manhaj Islam dan dasar-dasarnya dalam mendidik
anak-anaknya. Islam juga menjelaskan dampak negatifnya terhadap keluarga atau
masyarakat, jika wanita tidak mau mengikuti manhaj Islam atau mengikuti
cara yang tidak benar dalam mendidik anak-anaknya.
Wanita muslimah dituntut untuk mengetahui
peranannya sebagai ibu dan harus membekali dirinya sebaik mungkin dengan
bekal yang bisa membantunya dalam memainkan peranan yang amat penting ini, agar
dia mampu mengasuh makhluk-makhluk baru yang dilahirkan berdasarkan fitrah
dengan suatu pengasuhan yang bisa menjaga mereka dari keburukan. Seorang ibu
yang tidak mempersiapkan dirinya untuk memainkan peranan yang amat penting ini,
tidak akan mampu berperan di hadapan anak-anaknya, karena ia tidak bisa
memahami fitrah yang baik secara menyeluruh di sekitarnya, tidak tahu apa yang
harus diperankannya dalam memperlakukan fitrah yang telah diciptakan Allah ini.
Seorang ibu dibebani tugas yang besar, yaitu mendidik
anak-anaknya berdasarkan fitrah yang diciptakan pada diri mereka. Tugas ini
tidak sedikit, banyaknya tindakan yang bisa merubah fitrah, menyebarkan
kerusakan dan kefasikan di kalangan anak-anak, akan bisa menyita perhatian
kedua orang tua jika keduanya tidak baik dalam mendidik anak-anaknya dan
tidak membimbingnya dengan bimbingan yang benar serta tidak mengalihkan dari
cara-cara yang salah. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Setiap anak dilahirkan berdasarkan fitrah lalu kedua
orang tuanyalah yang membuatnya memeluk agama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (Diriwayatkan Al-Bukhary)
Subhanallah, wahai ummu dari hadist
tersebut tersirat suatu tanggung jawab besar dalam mendidik, mengarahkan dan
membimbing anak-anak kita agar jangan sampai salah asuhan
sehingga menjadikan anak-anak kita jauh dari pendidikan Islam agama yang mulia
ini.
Karena itu, seorang ibu yang tidak ingin salah
asuhan harus mencurahkan perhatiannya dalam mengasuh, membimbing dan
mengarahkan anak-anaknya secara langsung dari dirinya didalam rumahnya, sebab
anak-anak memang sudah lumrah jika mendapatkan ketenangan dan
perlindungan di dalam rengkuhan dada ibunya. Anak-anak tentunya akan langsung
lari kepada ibunya ketika merasa ada sesuatu yang mengancamnya. Perasaan anak
akan merasa nyaman dan tenang didalam pelukan ibunya, sehingga ibunya pun akan
mampu menanamkan akidah dan perkara-perkara yang baik pada diri anaknya dengan
cinta, kasih sayang dan kelembutan. Hal tersebut tidak mungkin didapatkan jika
anak-anak diasuh oleh pembantu, jika ibunya bekerja di luar rumah. Karena
seorang pendidik akan mampu membentuk anak menurut pola yang
dikehendakinya, sebagaimana orang selain pendidik juga bisa
melakukannya, hanya saja dia tidak akan mampu membentuk pribadi yang sesuai
dengan apa yang diharapkan orang tua kandung yaitu pribadi berakhlak mulia yang
benar-benar bermaslahat bagi kehidupannya kelak. Anak yang menghabiskan
sebagian besar waktunya diasuh oleh pembantu atau dititipkan kepada kerabat
lain, tidak akan mendapatkan curahan kasih sayang dan perhatian dari orang
tuanya, sehingga anak tumbuh apa adanya dan kepribadiannya akan
berkembang sesuai pola pengajaran pengasuhnya, anak terlihat murung layaknya
kehilangan orang tua, meskipun orang tuanya masih hidup, tetapi karena
kesibukannya di luar rumah terutama ibu, maka hati anak akan merasa kesepian,
meskipun dari raut wajahnya dia nampak biasa saja.
Wahai ummu, di dalam rumah lingkup
keluarganyalah anak-anak memungkinkan mendapatkan orang-orang yang
mencintai dan mengasihinya secara ikhlas, tulus tanpa mengharap imbalan (upah)
apapun, kecuali sebuah harapan dan keinginan mulia. Bahkan berangkat dari
relung sanubari yang paling dalam, semua orang tua pasti menginginkan anaknya
kelak menjadi manusia yang berhasil dan berbuat baik kepada mereka (orang
tuanya), atau semua orang tua pasti berharap anaknya kelak mendapatkan status
yang mapan atau status yang lebih baik dari kedua orang tuanya. Karena itu
mereka berupaya agar harapannya tercapai dengan mendidik anak-anaknya agar
menjadi generasi yang baik. Jika orang tua tidak memiliki bekal (ilmu) yang
sesuai dengan manhaj Islam, akan seperti apa jadinya anak-anak mereka
???
Sungguh, cinta dan kasih sayang serta kelembutan
merupakan sumber mata air yang deras bagi keberhasilan suatu pendidikan,
insyaAllah pendidikan itu tidak akan ternodai bila tiga sumber mata
air tersebut dilakukan dengan ikhlas dan tulus sehingga pendidikan akan
mencapai tujuan yang benar yaitu kemaslahatan bagi yang dididik (anak-anak
mereka). Pendidikan yang yang diperoleh dari seorang ibu, tidak dapat
tergantikan oleh cara manapun yang bermaksud menggantikan peranan ibu dalam
pendidikan, perhatian dan bimbingan. Karena dari ibunyalah anak mempelajari
bahasa kaumnya, belajar bagaimana berbicara, bagaimana bergaul dengannya dan
orang lain. Seorang ibu adalah lembaga pendidikan yang didalamnya anak-anak
dididik sesuai dengan kurikulum yang telah dicanangkan didalam lembaga ini. “Ummuku
madhrosatul ulla” Ibu adalah sekolah yang awal atau pertama kali, hal ini
bermakna bahwa seorang ibu bertanggung jawab membentuk karakter dan kepribadian
anak, di lembaganya telah tersusun kurikulum pengajaran keseharian berupa
tingkah laku dan akhlak, karenanya seorang ibu harus memiliki ilmu pengajaran
yang sesuai dengan manhaj Islam agar tercapai hasil yang baik sebagai wujud
amanat yang diletakkan dibahunya yaitu amanat pengajaran kepada anak-anaknya.
Sebab ibu mempunyai peranan secara langsung dalam kehidupan anak-anaknya
yaitu mengandungnya, melahirkannya, menyusuinya dan mengasuhnya hingga besar.
Islam sangat memuliakan ibu, karena kedudukannya,
tanggung jawabnya yang besar, dan amanat yang dibebankan dipundaknya yaitu
pendidikan yang agung kepada anak-anaknya untuk membentuk pribadi-pribadi yang
tangguh, berakhlak mulia, yang terpatri didadanya iman yang kokoh. Sebab itu,
setiap ibu yang sadar akan fitrahnya akan menginginkan kedudukan yang mulia itu
dengan melaksanakan amanat pendidikan dengan sebaik-baiknya dan harus
mengeluarkan seluruh kemampuannya agar bisa mendapatkan hasil yang baik, agar
mampu menumbuhkan anak-anak yang shalih-shalihah, agar bermanfaat bagi
kehidupannya kelak, agar menghadirkan pemuda-pemudi muslim yang berguna untuk
masyarakat. Memang sepertinya terlalu berat dan tidak gampang bagi seorang ibu,
tetapi dengan ilmu yang sesuai manhaj islam insyaAllah segalanya akan terasa
mudah dan indah, karena itu seorang ibu membutuhkan kesabaran, ketelatenan, dan
kesiapan mental untuk menyandang predikat ibu yang sukses dalam mendidik.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengurusi anak
ketika masih kecil.
Pertama, Anak membutuhkan curahan kasih
sayang dan perlindungan sejak pertama kelahirannya, maka tidaklah heran
tangisnya langsung berhenti tatkala dibopong atau direngkuh ibunya. Kebutuhan
ini semakin hari semakin meningkat apalagi ketika dia menangis karena merasa
lapar, dan kemudian ibunya menyusuinya dia akan merasa nyaman dan tentram
berada dalam pelukan ibunya ketika menetek. Kebutuhan anak terhadap
curahan kasih sayang dan rasa tentram ini bisa semakin bertambah pada
kondisi-kondisi tertentu, misalnya ketika anak sakit, marah, atau menangis dan
anak akan mulai mengerti jika orang tuanya menyayangi dan mengasihinya ketika
dia menginjak umur 1 tahun, karena itu seorang ibu terkadang kerepotan ketika
anaknya tidak mau ditinggal (menangis seketika) melihat ibunya beranjak dari
sisinya, meskipun dia belum bisa berbicara tetapi tangisannya tersebut
mengisyaratkan jika ibunya harus berada disampingnya, menemaninya. Hal ini,
seorang ibu harus bersabar dan berusaha memahami perasaan anak. Seorang ibu tidak
perlu cemas ketika anak kadang-kadang menangis, seperti tatkala merasa lapar.
Sebab tangis itu sendiri bermanfaat baginya yaitu melebarkan usus, melapangkan
dada, melancarkan otak, merangsang panas tubuhnya secara alami dan
menghilangkan pengendapan dalam tubuhnya.
Kedua, Jika anak sudah mulai menunjukkan
dia bisa berbicara, kenalkan kata-kata pendek Allah, Nabi Muhammad dan Islam.
Dan jika ia sudah benar-benar bisa berbicara, hendaklah diajari untuk
mengucapkan la ilaha illallah Muhammad Rasulullah kemudian usahakan yang
pertama menyentuh pendengarannya adalah pengetahuan tentang Allah dan
tauhid-Nya. Anak merupakan mutiara yang paling berharga, belahan hati, hatinya
masih suci, murni dan belum terbentuk. Dia siap dibentuk dan dibawa kemana
saja, dia bisa menerima segala bentuk yang diinginkan karena itu biasakan dan
bimbinglah dia kepada kebaikan, tancapkanlah keimanan didadanya, kenalkanlah
makhluk-makhluk ciptaan-Nya, kenalkanlah kisah para nabi dan rasul,
tumbuhkanlah kecintaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya agar tumbuh
menjadi orang yang beriman, berakhlak mulia.
Ketiga, Anak yang sudah mulai menunjukkan
aktivitas barunya seperti keinginannya untuk makan sendiri, memakai baju
sendiri berarti secara fisik dan intelektual sudah saatnya anak mendapatkan
pengajaran dan pengarahan, karena itu anak harus tetap ditolong, dibantu dan
didorong akan kemauannya tersebut, jangan langsung menolak kemauan anak karena
ketidaksabaran seorang ibu menunggui anaknya (yang baru belajar) biasanya
anak-anak tersebut lama ketika makan atau memakai baju sendiri. Karena itu
kesabaran seorang ibu sangat penting pada masa-masa ini dan pada masa ini anak
masih memerlukan pengarahan, misalnya saja makan dengan tangan kanan, membaca bismillah
ketika mau makan, kemudian memakai baju, celana, sandal dahulukan bagian kanan,
dan lain-lain. Seorang ibu sebaiknya memberikan pujian (penghargaan) jika sang
anak mampu melakukannya untuk memotivasi keinginannya “bisa melakukan
sendiri”. Cara ini akan mendorongnya untuk belajar mandiri..insyaAllah.
Keempat, Terkadang anak usia 1 tahun sampai 3 tahun akan
menunjukkan penentangan, misalnya ketika ibunya menyuruh keluar kamar (karena
kamarnya ingin dibersihkan) sang anak justru tetap berada didalam kamar, ketika
ibunya menyuruh mengumpulkan mainan karena berserakan anak justru
membiarkannya. Hal ini wajar, karena di usia ini anak mulai belajar melakukan
hal berbeda, dia mulai menyukai atau menyenangi sesuatu perbuatan sesuai
kemauan hatinya. Jadi seorang ibu jangan langsung memarahi ataupun memusuhi
jika sang anak menentang perintahnya.
Kelima, Jangan terlalu memanjakan anak
dengan meladeni setiap keinginannya, karena itu akan berpengaruh pada tabiat “mau
menang sendiri”, terlalu memanjakan juga akan menyulitkan anak, anak
cenderung “tidak mau berbagi” dengan saudaranya atau temannya. Yang
terbaik adalah sifat tengah-tengah, menuruti keinginan anak bila dirasa itu
bermanfaat baginya atau ketika anak belum mampu mengerjakan sendiri yaitu
dengan membantunya.
Keenam, Kasih sayang dan pemberian yang
adil diantara anak-anaknya, karena jika orang tua terlihat menyayangi salah
satu anaknya dan terlalu memperhatikan sekali terhadap salah satu anaknya akan
menyebabkan dampak yang buruk baik terhadap saudara-saudaranya dan begitu pula
pada anak yang disayang tersebut. Salah satu anak yang terlalu diperhatikan dan
dimanja akan membuat iri saudara-saudaranya dan dikhawatirkan timbul rasa
dengki, dan dampak bagi anak yang terlalu dimanja maka dia memiliki kelabilan
emosi (seperti cengeng, suka marah), tidak mengenal aturan dan larangan karena
dia terbiasa beranggapan “akulah” yang paling benar (dibela) ibunya
ketika berselisih dengan saudaranya dan seperti poin kelima anak cenderung mau
menang sendiri dan tidak mau berbagi.
Ketujuh, Terkadang anak usia 2 sampai 3
tahun cenderung melakukan tindakan yang merusak, seperti membuang atau
membanting barang yang dipegangnya, bisa berupa mainan atau tempat minum. Hal
ini dilakukan anak sebagai ekspresi pelampiasan emosinya dan sebagai bentuk
protes terhadap orang tuanya disebabkan tidak adanya kebebasan, pembekuan
terhadap potensi anak dan kekakuan atau terlalu banyak “larangan” oleh
orang tuanya. Maka, sebaiknya sebagai ibu jangan langsung menghukum, pahami
emosi anak, ketika sudah reda rangkul anak dalam pelukan kemudian ajaklah untuk
berdialaog dengan lemah lembut, sehingga kita mengetahui apa yang diinginkan
anak.
Kedelapan, Tatkala anak diberi hukuman
oleh salah seorang dari kedua orang tua, maka yang lain harus menyepakati hukuman
tersebut. Sebab anak cenderung akan mencari perlindungan dan anak usia dibawah
lima tahun (balita) masih belum bisa memahami perbedaan pendapat didalam
keluarganya, karena itu hukuman pun bukan bersifat menyakiti tetapi mendidik
dan mengarahkan, kalaupun terpaksa anak dipukul karena berkali-kali dinasehati
tidak menurut, pukullah pada bagian yang kulitnya tebal (pantat) dan memukulpun
harus pelan, tidak boleh menyakiti. Idealnya hukuman bagi anak adalah dengan
mendiamkannya (tidak diajak bicara) selama beberapa menit atau jam, insyaAllah
hukuman ini lebih efektif dan lebih tepat sasaran. Karena anak merasa tidak
dibutuhkan kemudian akan menanyakan kepada orang tuanya dengan meminta maaf dan
saat inilah merupakan saat yang tepat untuk menasehati anak.
Kesembilan, Biasakan dan ajari anak sejak
usia dini hal-hal yang baik baik berupa tingkah laku, akhlak dan bagaimana
bergaul, terutama dalam kesehariannya ajarkan akhlak yang berasal dari manhaj
Islam , apalagi ketika anak berusia 3 tahun. Karena di usia ini anak sudah
mampu memahami perintah, larangan dan nasehat dengan benar. Pada usia ini,
pengajaran atau pendidikan tentang Islam lebih ditingkatkan. Di Indonesia saat
ini, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sedang marak, tiap dusun didirikan
lembaga PAUD ini, jika orang tua ingin menyekolahkan anaknya di PAUD pilihlah
PAUD yang benar-benar memberikan maslahat bagi kehidupannya kelak, bisa juga
memilih Play Group atau Tarbiyatul Abna yang berlandaskan pada
Al-Qur’an dan Sunnah.
Kesepuluh, Seorang ibu tidak seharusnya
memaksakan segala aturan atau larangan kepada anak, larangan dan aturan harus
disesuaikan dengan nalar anak karena dikhawatirkan anak merasa dikekang dan
tidak bisa bersikap sehingga anak cenderung menjadi penakut. Perlunya juga
memberikan pengertian kepada anak ketika dia akan mempunyai adik, kehadiran
adik baru biasanya akan membuat dia merasa tersingkirkan dan membuat hatinya
cemburu. Karena seluruh anggota keluarganya dan juga kerabatnya terutama ibunya
akan terfokus mengurusi adik barunya, sehingga semakin membuat dia tidak
diperhatikan dan buntutnya dia menjadi iri dengan adiknya. Ketika ada
kesempatan dia berada didekat adiknya, biasanya dilampiaskan rasa kesal dan
irinya tersebut dengan memukul adiknya, terkadang pada kondisi seperti ini
justru ibunya kemudian melarang dia untuk mendekati adiknya dan memberikan
aturan-aturan yang belum bisa dimengerti sang anak sesuai nalarnya. Hal ini
mungkin dianggap biasa, tapi justru akan semakin memperburuk keadaan, anak
(kakak) akan semakin merasa dengki kepada adiknya. Tindakan yang bijaksana
adalah melibatkan kakaknya ketika seorang ibu mengganti popok, atau memakaikan
baju adik, sehingga sang kakak merasa dibutuhkan. Perlunya juga memberikan
kesempatan dia untuk bermain-main dengan adiknya dengan pengawasan dan yang
terpenting adalah sang bapak melibatkan diri dengan mengajak bercanda kakaknya,
dan lebih memperhatikan keinginannya yang sebelumnya dilakukan oleh ibunya.
Kesebelas, Pengajaran dan pendidikan anak
ketika masih kecil secara utuh berada di pundak keluarganya. Mereka bertanggung
jawab terhadap segala bentuk pengarahan dan bimbingan. Ketika ingin melakukan
hal yang mungkin membahayakan dirinya maka orang tua melarangnya dan juga harus
disertai dengan alasannya, sehingga anak akan terbiasa memahami sebab akibat.
Orang tua menjadi teladan anak di rumahnya, karena itu ajaklah anak ketika
sholat. Kecenderungan anak usia dibawah lima tahun adalah “meniru” perilaku
orang tuanya. Ketika ibunya sholat anak akan mengikuti gerakan sholat meski belum
sempurna, ketika membaca Al-Qur’an anak akan ikut-ikutan membuka
lembaran-lembaran mushaf seakan ingin berusaha membaca meskipun dia
belum mampu, begitu pula ketika seorang ibu membaca buku, maka sang anak dengan
tangan mungilnya akan ikut memegang atau menarik-narik buku seakan-seakan dia
ingin ikut menyimak. Teladan yang baik terhadap anak meliputi perkataan dan
perbuatan, seperti mengajari anak tentang adab-adab yang bersifat umum dan
berasal dari akhlak Islam yang terpuji agama yang hanif. Adab-adab ini
ditanamkan pada diri anak sejak kecil, yang meliputi : "Memberi maaf,
kasih sayang, jujur dan benar, memenuhi hak-hak orang tua, kerabat, tetangga,
orang yang lebih tua, sesama muslim, adab ketika tidur dan bangun tidur, adab
masuk kamar mandi dan keluar dari kamar mandi, adab tatkala makan dan minum,
adab mengucapkan salam, adab berkunjung, dan adab bercanda.
Tentunya pengajaran adab tersebut disesuaikan dengan
usia dan nalar anak, yang paling utama adalah teladan dari orang tuanya. Anak
yang terbiasa melihat kedua orang tuanya berbuat kebaikan, bergaul dengan baik,
bersopan santun maka dia pun akan terbiasa dengan hal-hal yang baik pula…insyaAllah.
Cara ideal dalam mendidik adalah dengan memahami
tabiat dan tuntutan-tuntutannya, dengan demikian akan mudah bagi ibu untuk
membimbing anak kepada tingkah laku yang diinginkannya, tidak terlepas juga
adanya sifat bijaksana, lemah lembut dan kasih sayang.
Seorang ibu memang harus banyak berkorban mencurahkan
segala kemampuannya, bersabar, dan tidak terlepas dari segala segala usahanya
itu adalah berdoa kepada Allah Ta’ala sebab hanya dengan taufik dan ridha-Nya
kita memohon agar dimudahkan dalam mendidik buah hati kita, maka insyaAllah predikat
ibu pendidik yang sukses akan disandang. Amien
Sumber : Diposting
oleh : Ummu Aisyah dalam Bagaimana Menjadi Istri Shalihah dan Ibu yang
Sukses oleh Ummu Ibrahim Ilham Muhammad Ibrahim, Pustaka Darul Falah dan Metode
Pendidikan Anak Muslim Usia Prasekolah oleh Abu Amr Ahmad Sulaiman