Tiga hari lagi masuk kerja berarti mengajar di sekolah. Tantangan menghadang pasti. Rasa bingung, bahagia dan sedih. Kenapa demikian ? Bingung, karena kita harus mengajar anak-anak yang miskin motivasi. Bahagia karena pekerjaan kita bertemu dangan anak-anak ceria, sedih karena libur kok ya tidak lama.
Hidup adalah perjuangan, apapun kondisinya kita mesti bersyukur. Kita telah diberi pekerjaan sebagai amanat mulia pencetak generasi muda tangguh. Maka aku harus sungguh-sungguh. Ketika kita melakukan pekerjaan mulia sedangkan hati kita tidak ada keikhlasan sungguh patut disayangkan. Namun kita kalau berusaha ikhlas, tentu menjadi hal yang luar biasa. Kerja sudah mendapat gaji dan lagi mendapat pahala dari Allah yang Maha Kuasa.
Mas Guru berbagi motivasi terutama untuk siswanya di SMAN 1 Girimarto
Rabu, 22 Agustus 2012
Selasa, 21 Agustus 2012
Hari raya Idul fitri dinanti akhirnya hadir juga.Hari ini Selasa 21 Agustus 2012. MasKatnoGiri merenung bahwa hari berganti hari, bulan berganti bulan tahun berganti tahun, akhirnya muncul peetanyaan, "APA YANG AKAN KITA KEJAR SEBENARNYA?" waktu memang berjalan. Kalau waktu tidak berjalan pasti sangat membosankan. Sebelas bulan kita menanti, dan kini sudah berklimak.Klimaknya sebenarnya hanya ditutup dengan takbir dan dilengkapi dengan sholat sunnat 'Iedul Fitri.
Ahad: sholat ied , saling berkunjung ke tempat saudara-saudara dan kumpul-kumpul bersama-sama karib kerabat, Senin: lebaran ke 2 dan kumpul-kumpul lagi. Sebenarnya senang campur bosan kita bertemu dengan akrib kerabat dan saudara-saudara walau kita sudah lama tak berjumpa. Karena jarak dan waktu yang memisahkan. Perayaan lebaran lambat laun sudah kehilangan gaungnya dan rasanya, maksudnya dari waktu ke waktu dan hari kini berganti cuma begini-begini saja. Memang jika hidup tidak dimaknai pasti membosankan. Namun bila dimaknai secara luar biasa pasti bisa luar biasa dampaknya. Yang jelas kita telah dididik di kawah condrodimukanya Allah yakni hadirnya bulan puasa.Tinggal menunggu, hasil dari puasa kita: apakah menjadi manusia yang berhasil atas puasanya apa tidak. Targetnya adalah TAQWA.
Kembali membicarakan masalah makna Idul Fitri. Idul Fitri bila dimaknai lebaran yang harus nglebar sembarng tanpa pengendalian bisa berdampak serius. Sering juga kita temukan baik anak-anak atau bapak/ibunyanya anak-anak mereka membeli sesuatu yang tidak memberikan manfaat secara serius. Akhirnya barang, uang, energi terbuang secara sia-sia. Padahal kesia-siaa adalh temanya setan.
Ahad: sholat ied , saling berkunjung ke tempat saudara-saudara dan kumpul-kumpul bersama-sama karib kerabat, Senin: lebaran ke 2 dan kumpul-kumpul lagi. Sebenarnya senang campur bosan kita bertemu dengan akrib kerabat dan saudara-saudara walau kita sudah lama tak berjumpa. Karena jarak dan waktu yang memisahkan. Perayaan lebaran lambat laun sudah kehilangan gaungnya dan rasanya, maksudnya dari waktu ke waktu dan hari kini berganti cuma begini-begini saja. Memang jika hidup tidak dimaknai pasti membosankan. Namun bila dimaknai secara luar biasa pasti bisa luar biasa dampaknya. Yang jelas kita telah dididik di kawah condrodimukanya Allah yakni hadirnya bulan puasa.Tinggal menunggu, hasil dari puasa kita: apakah menjadi manusia yang berhasil atas puasanya apa tidak. Targetnya adalah TAQWA.
Kembali membicarakan masalah makna Idul Fitri. Idul Fitri bila dimaknai lebaran yang harus nglebar sembarng tanpa pengendalian bisa berdampak serius. Sering juga kita temukan baik anak-anak atau bapak/ibunyanya anak-anak mereka membeli sesuatu yang tidak memberikan manfaat secara serius. Akhirnya barang, uang, energi terbuang secara sia-sia. Padahal kesia-siaa adalh temanya setan.
Senin, 20 Agustus 2012
MENJADI SEHAT BERKAT JIWA POSITIFOleh MasKatnoGiriDimuat di Majalah Respon edisi Juli 2012
MENJADI SEHAT BERKAT JIWA POSITIF Oleh MasKatnoGiriDimuat di Majalah Respon edisi Juli 2012
Adakah hubungan antara kesehatan jiwa dengan kebugaran fisik?. Jelas
ada. Jiwa yang sehat sangat berpengaruh terhadap kesehatan badan atau fisik. Menurut para peneliti kesehatan jiwa menyatakan bahwa vitalitas emosi (baca: emosi positif) yang
mencakup rasa antusias, berpengharapan dan berprasangka baik (khusnudzan), kegairahan dalam hidup (optimisme)
dan kemampuan menghadapi tekanan kehidupan (ketangguhan) terbukti menurunnya
risiko penyakit jantung koroner. Efek protektifnya amat nyata dan dapat diukur,
kendati sudah memperhitungkan variabel perilaku, seperti tidak merokok dan
melakukan olah raga secara teratur.
Demikian
juga jiwa negatif memancarkan emosi negatif. Ciri-ciri seseorang yang memiliki emosi
negatif antara lain bersemayamnya perasaan iri, dengki, dendam, minder, kemarahan,
ketakutan, kekerasan, ketidaksabaran, kecemasan, kesedihan, prasangka buruk,
kesombongan dsb. Perasaan-perasaan dari emosi negatif akan mempengaruhi kerja
organ-organ tubuh. Ahli kesehatan Michael Blumenfield
(2006) yang disampaikan ulang oleh
psikiater sosial dr. Nalini Muhdi SPKJ dari Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, (kompas.com 2 Februari 2011), menyatakan bahwa sudah banyak kepustakaan dan publikasi ilmiah tentang
kaitan antara emosi negatif dan kesehatan.
Masih
menurut Michael Blumenfield bahwa stress dapat meningkatkan kadar C-reactive protein (CRP) dalam aliran
darah yang berkiatan dengan inflamasi atau penggumpalan atau koagulasi darah.
Amarah selain meningkatkan tekanan darah juga diidentifikasi sebagai salah satu
pemicu yang paling lazim dan paling menentukan bagi munculnya myocardial ischemia (berkurangnya suplai
darah ke otot jantung) dalam aktivitas harian.
Demikian
juga rasa waswas yang kronis dapat memengaruhi sistem biologi dalam tubuh
sehingga menjadi pemicu banyak penyakit
seperti, stroke, maag, diabetes dsb. Seseorang yang mengalami was-was serius terbukti cenderung mengalami peningkatan kadar
kolesterol dan gula darah. Bukti ilmiah yang disampaikan dr Nalini menyatakan
bahwa pasien yang menghadapi operasi
besar yang tegang dan cemas membawa
dampak munculnya penyakit yang lain.
Pengolahan Jiwa
Jiwa
laksana otot, maksudnya jiwa bisa dilatih agar lentur dan teratur menuju jiwa
sehat. Beberapa teknik pengolahan
jiwa dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara kesehatan
jiwa dan kesehatan fisik. Intinya seseorang yang menginginkan lebih sehat
jiwanya, seharusnya lebih aktif bermunajad dengan yang di atas (Allah
S.W.T) juga lebih aktif bersosialisasi
dengan sesama manusia dalam batas yang positif, misalnya lebih aktif kegiatan
keagamaan juga aktif dalam kegiatan sosial. Dari kegiatan tersebut seseorang akan terhibur dan terkurangi kecemasannya dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Tidak
kalah penting pengendalian diri pribadi harus diperhatikan, misalnya berusaha menghibur diri dengan selalu
berfikir positif, menurunkan harapan
yang terlalu tinggi dan yang tak realistis, berorientasi pada saat ini bukan
terpaku pada kehidupan masa lalu, menjadi diri sendiri, lebih teratur dalam
hidup, menyukai humor dan tidak keberatan untuk menebar senyum dan tawa.
Senyuman
dan tawa merupakan ungkapan dari kenetralan jiwa, para ahli menyatakan bahwa humor, senyum dan tawa
terbukti dapat meningkatkan antibodi Immunoglobulin A (IgA) yang membantu
melawan infeksi, meningkatkan jumlah sel-sel T yang berguna untuk melawan
penyakit, dan dapat menurunkan tekanan darah.
Nabi
Muhammad s.a.w. berabad-abad yang lalu telah menekankan betapa pentingnya
senyum, seperti dalam hadisnya. Dari Jabir ra., ia berkata, “Sejak aku masuk Islam,
Rasulullah saw tidak pernah menghindar dariku. Dan beliau tidak melihatku
kecuali beliau pasti tersenyum kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim). Beliau menambahkan, “Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.”
Hadits Riwayat At Tirmidzi dalam sahihnya. Tentunya
senyum seperti yang dicontohkan rasulullah s.a.w. adalah senyuman yang sesuai
dengan situasi dan kondisi yang pas, bukan banyak tersenyum pada saat
sendirian.
Modal Menuju Jiwa Sehat
Setelah
mengetahui peranan kesehatan jiwa
terhadap kesehatan fisik, setiap muslim harus memiliki modal untuk menjadi
pribadi-pribadi yang sehat lahir dan
batin. Modal yang dibahas di sini adalah modal gratis yang bersifat non materi. Dipastikan setiap manusia mampu
untuk memilikinya. Modal tersebut adalah
TAQWA, ini merupakan akronim dari Taqarrub, Qona’ah, dan Wara’.
Taqarrub. Istilah taqarrub
berasal dari nash-nash syara' yang membicarakan upaya pendekatan diri kepada
Allah S.W.T. Ada hadis qudsi dari Nabi
sholallohu 'alaihi wasallam bahwa Allah berfirman,"Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang
lebih aku cintai daripada melaksanakan apa yang Aku wajibkan kepadanya, dan
tidaklah hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan nafilah-nafilah
(nawafil) hingga aku mencintainya." (HR Bukhari & Muslim). Dari
frase "mendekatkan diri kepada-Ku"
inilah kemudian lahir istilah taqarrub. Doa dan dzikir merupakan upaya
dekat dengan Allah S.W.T., prasangka baik kita kepadaNya akan menghantarkan
kita unuk memiliki jiwa yang bersih yang senantiasa diberi cahaya dari Allah
S.W.T.
QANA’AH. Istilah
Qana’ah mengandung pengertian merasa
cukup dengan yang ada dan cukup atas pemberian rizki atau nikmat
dari Allah s.w.t. Lawan dari Qana,ah
adalah Tamak. Hendaknya setiap muslim selalu menghiasi diri dengan
sikap qana’ah (menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah Ta’ala).
Mengenai
sikap qana’ah, dalam Shahih Muslim
dan yang lainnya, dari Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Beruntunglah orang yang memasrahkan
diri, dilimpahi rizki yang sekedar mencukupi dan diberi kepuasan oleh Allah
terhadap apa yang diberikan kepadanya.” (Diriwayatkan Muslim, At
Tirmidzi,
dan Ahmad ).
Dengan memiliki sifat qana’ah akan mendidik jiwa manusia
senantiasa tenteram dan syukur atas
pemberian Allah s.w.t.
WARA’. Istilah wara’ mengandung pengertian menjaga diri atau sikap hati-hati dari hal yang
syubhat dan meninggalkan yang haram. Lawan dari Wara’ adalah syubhat yg berarti tidak jelas apakah hal tersebut
halal atau haram.
"Sesungguhnya yang halal itu jelas & yg haram
itu jelas. Di antara keduanya ada yg syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yg menjaga dari syubhat, maka
selamatlah agama & kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat,
maka jatuh pada yg haram." (HR Bukhari & Muslim). "Sesungguhnya
yang halal itu jelas & yg haram itu jelas. Di antara keduanya ada yg
syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yang menjaga dari syubhat, maka selamatlah agama &
kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yg
haram." (HR Bukhari & Muslim).
Dengan memiliki sifat wara’, manusia dididik untuk selalu
berhati-hati dalam segala aspek kehidupan.
Uraian sederhana
mengenai kesehatan jiwa di atas setidak-tidaknya berperan membantu kita
menuju kehidupan yang lebih bermakna, sejahtera, sehat lahir batin. Allahu a'lamu bishawaf.
20 M MAGAL (MANUSIA GAGAL) DI BULAN RAMADLAN-SYAWAL
Menjadi manusia gatal tidak masalah, menjadi manusia gagal jangan donk. Setiap manusia punya hak yang sama menjadi manusia sukses baik ruhani maupun jasmani, baik dunia dan akherat. Menjadi manusia sukses jauh lebih bahagia, maka jangan biarkan kita hidup sengsara.
Bulan ramadlan adalah kesempatan awal untuk meraih kesuksesan jangka panjang. Ramadaln berarti kesempatan untuk menjdai brilian. karena ramadlan adalah bulan pembelajaran, agar kita menjadi manusia tangguh, sungguh -sungguh jujur,amanat, peduli, hati-hati, bijak, dan kosisiten dll.. Memang untuk sukses dunia akherat tidak perlu modal uang besar cukup modal yang tertulis tadi.
Untuk menjadi suskses pra atau pasca ramadlan perlu memiliki pemahaman. 20M sangat berpengaruh terhadap ketidakberhasilan seseorang :
20 M tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memiliki motivasi rendah dalam menyambut ramadlan
Bulan ramadlan adalah kesempatan awal untuk meraih kesuksesan jangka panjang. Ramadaln berarti kesempatan untuk menjdai brilian. karena ramadlan adalah bulan pembelajaran, agar kita menjadi manusia tangguh, sungguh -sungguh jujur,amanat, peduli, hati-hati, bijak, dan kosisiten dll.. Memang untuk sukses dunia akherat tidak perlu modal uang besar cukup modal yang tertulis tadi.
Untuk menjadi suskses pra atau pasca ramadlan perlu memiliki pemahaman. 20M sangat berpengaruh terhadap ketidakberhasilan seseorang :
20 M tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memiliki motivasi rendah dalam menyambut ramadlan
Misalnya
tidak tumbuh keinginan melatih bangun malam dengan shalat tahajjud. Begitupun
tidak melakukan puasa sunnah Syaban, sebagaimana telah disunnahkan Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa sallam. Dalam hadits Bukhari dan Muslim, dari Aisyah
Radhiallaahu anha berkata, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa
sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat beliau
banyak berpuasa selain di bulan Syaban.”
2. Mengulur-ulur shalat fardhu.
“Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan kecuali
orang-orang yang bertaubat dan beramal shalih” (Maryam: 59).
Menurut Said
bin Musayyab, yang dimaksud dengan tarkush-shalat (meninggalkan shalat) ialah
tidak segera mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya menjalankan shalat
zhuhur menjelang waktu ashar, ashar menjelang maghrib, shalat maghrib menjelang
isya, shalat isya menjelang waktu subuh serta tidak segera shalat subuh hingga
terbit matahari. Orang yang bershiyam Ramadhan sangat disiplin menjaga waktu
shalat, karena nilainya setara dengan 70 kali shalat fardhu di bulan lain.
3. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.
Termasuk di
dalamnya menjalankan ibadah shalatul-lail. Mendekatkan diri kepada Allah dengan
melaksanakan ibadah-ibadah sunnah merupakan ciri orang yang shalih.
“Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan
baik dan mereka berdoa
kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu
kepada Kami” (Al-Anbiya:90).
Dan hamba-Ku
masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku
mencintainya. (Hadits Qudsi)
4. Mencintai
gemerlapnya dunia tanpa pertimbangan akhirat.
Cinta
dunia dampaknya terlalu kikir.Takut rugi
jika mengeluarkan banyak infaq dan shadaqah adalah tandanya. Salah satu sasaran
utama shiyam agar manusia mampu mengendalikan sifat rakus pada makan minum
maupun pada harta benda, karena ia termasuk sifat kehewanan (Bahimiyah). Cinta
dunia serta gelimang kemewahan hidup sering membuat manusia
lupa akan tujuan hidup sesungguhnya.
5. Malas membaca Al-Qur’an.
Ramadhan juga disebut Syahrul Qur’an, bulan yang di dalamnya diturunkan
Al-Qur’an. Orang-orang shalih di masa lalu menghabiskan waktunya baik siang
maupun malam Ramadhan untuk membaca Al-Qur’an. Ibadah ummatku yang paling utama
adalah pembacaan Al-Qur’an (HR Baihaqi).
Ramadhan
adalah saat yang tepat untuk menimba dan menggali sebanyak mungkin kemuliaan
Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini harus nampak berlanjut
setelah Ramadhan pergi, sebagai tanda keberhasilan latihan di bulan suci.
6. Mudah mengumbar amarah.
Ramadhan adalah bulan kekuatan. Nabi Saw bersabda : “Orang kuat bukanlah
orang yang selalu menang ketika berkelahi. Tapi orang yang kuat adalah orang
yang bisa menguasai diri ketika marah.”
Dalam hadits
lain beliau bersabda : “Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu
berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada
seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya
sedang berpuasa” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
7. Melakukan dusta dan berkata sia-sia
“Barangsiapa
tidak meninggalkan perkataan dusta perbuatan Az-Zur, maka Allah tidak
membutuhkan perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka tiada hajat bagi
Allah padahal dia meninggalkan makan dan minumnya”
(HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Kesempatan Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk mengatur dan melatih
lidah supaya senantiasa berkata yang baik-baik. Umar ibn Khattab Ra
berkata : Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan
tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan tutur kata yang sia-sia
(Al Muhalla VI: 178).
8. Memutuskan tali silaturrahim.
Ketika
menyambut datangnya Ramadhan Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa menyambung
tali persaudaraan (silaturrahim) di bulan ini,
Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan
kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia
berjumpa dengan-Nya”. Puasa mendidik pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan tali cinta.
Pelaku shiyam jiwanya dibersihkan dari kekerasan hati dan kesombongan,
diganti dengan perangai yang lembut, halus dan tawadhu. Apabila ada atau tidak
adanya Ramadhan tidak memperkuat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan, itu tanda kegagalan.
9. Menyia-nyiakan waktu.
Al-Qur’an mendokumentasikan dialog Allah SWT dengan orang-orang yang menghabiskan
waktu mereka untuk bermain-main. Allah bertanya : “Berapa tahunkan
lamanya kamu tinggal di bumi ?.” Mereka menjawab : “Kami tinggal di bumi sehari
atau setengah hari. Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” Allah
berfirman : “Kamu tidak tingal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu
sesungguhnya mengetahui. “Maka apakah kamu mengira sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan kamu tidak akan dikembalikan
kepada Kami ?. Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak ada Tuhan
yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang mempunyai Arsy yang mulia”
(Al-Mu’minun: 112-116).
Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai atas karunia waktu
dengan melakukan perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu
selama Ramadhan semestinya membekas kuat dalam bentuk cinta ketertiban dan keteraturan.
10. Menjalani hidup dengan keraguan
Labil alias
perasaan gamang, khawatir, risau, serta gelisah dalam menjalani hidup juga
tanda gagal Ramadhan. Pesan Rasulullah SAW : ‘Sesungguhnya telah datang bulan
Ramadhan yang penuh berkah. Allah telah memfardhukan atas kamu berpuasa di
dalamnya. Dibuka semua pintu surga, dikunci semua pintu neraka dan dibelenggu
segala syetan. Di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Barangsiapa tiada diberikan kebajikan malam itu, maka sungguh tidak diberikan
kebajikan atasnya’ (HR Ahmad, Nasa’i, Baihaqi dari Abu Hurairah)
Bila
seseorang meraih berkah bulan suci ini, jiwanya mantap, hatinya tenteram,
perasaannya tenang dalam menghadapi keadaan apapun.
11. Mensyiarkan Islam dengan kemalasan
Salah satu
ciri utama alumnus Ramadhan yang berhasil ialah tingkat taqwa yang meroket. Dan
setiap orang yang ketaqwaannya semakin kuat ialah semangat mensyiarkan Islam.
Berbagai kegiatan amar ma’ruf nahiy munkar dilakukannya, karena ia ingin sebanyak
mungkin orang merasakan kelezatan iman sebagaimana dirinya. Jika semangat ini
tak ada, gagal lah Ramadhan seseorang.
12. Mengkhianati amanah.
Shiyam
adalah amanah Allah yang harus dipelihara (dikerjakan) dan selanjutnya
dipertanggung-jawabkan di hadapan-Nya kelak. Shiyam itu ibarat utang yang harus
ditunaikan secara rahasia kepada Allah.
Orang yang
terbiasa memenuhi amanah dalam ibadah sir (rahasia) tentu akan lebih menepati
amanahnya terhadap orang lain, baik yang bersifat rahasia maupun yang nyata.
Sebaliknya orang yang gagal Ramadhan mudah mengkhianati amanah, baik dari Allah
maupun dari manusia.
13. Motivasi hidup rendah dalam
berjama’ah
Frekuensi shalat berjama’ah di masjid meningkat tajam selama Ramadhan.
Selain itu, lapar dan haus menajamkan jiwa sosial dan empati terhadap kesusahan
sesama manusia, khususnya sesama Muslim. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang
berjuang secara berjama’ah, yang saling menguatkan.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam
saatu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun
kokoh” (Ash-Shaf: 4). Ramadhan seharusnya menguatkan
motivasi untuk hidup berjama’ah.
14. Mengandalkan
makhluk dengan pertimbangan nafsu
Hawa nafsu
dan syahwat yang digembleng habis-habisan selama bulan Ramadhan merupakan pintu
utama ketergantungan manusia pada sesama makhluk. Jika jiwa seseorang berhasil
merdeka dari kedua mitra syetan itu setelah Ramadhan, maka yang mengendalikan dirinya
adalah fikrah dan akhlaq. Orang yang tunduk dan taat kepada Allah lebih mulia
dari mereka yang tunduk kepada makhluk.
15. Malas membela dan menegakkan kebenaran.
Sejumlah
peperangan dilakukan kaum Muslimin melawan tentara-tentara kafir berlangsung di
bulan Ramadhan. Kemenangan Badar yang spektakuler itu dan penaklukan Makkah
(Futuh Makkah) terjadi di bulan Ramadhan. Di tengah gelombang kebathilan dan
kemungkaran yang semakin berani unjuk gigi, para alumni akademi Ramadhan
seharusnya semakin gigih dan strategis dalam membela dan menegakkan kebenaran.
Jika bulan suci ini tidak memberi bekal perjuangan baru yang bernilai
spektakuler, maka kemungkinan besar ia telah meninggalkan kita sebagai
pecundang.
16. Menjauhi kaum dluafa’
Kasih sayang
teradap kaum miskin adalh pribadi rasulullah. Ramadlan adalh syahru Rahmah,
Bulan Kasih Sayang adalah nama lain Ramadhan, karena di bulan ini Allah
melimpahi hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Shiyam Ramadhan menanam
benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di kalangan
masyarakat. Faqir miskin, anak-anak yatim dan mereka yang hidup dalam
kemelaratan. Rasa cinta kita terhadap mereka seharusnya bertambah.
17. Memaknai akhir Ramadhan tanpa evaluasi diri dan
mohon ampun kepada Allah s.w.t
Khalifah
Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan seluruh rakyatnya supaya mengakhiri puasa
dengan evaluasi diri, memperbanyak
istighfar dan memberikan sadaqah, karena istighfar dan sadaqah dapat menambal
yang robek-robek atau yang pecah-pecah dari puasa. Menginjak hari-hari
berlalunya Ramadhan, mestinya kita semakin sering melakukan muhasabah
(introspeksi) diri.
“Wahai
orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
(Al-Hasyr: 18).
18. Menyibukkan
diri pada fokus Lebaran.
Kebanyakan
orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan logistik menjelang Iedul Fitri.
Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting yang
menentukan nilai akhir kita di mata Allah dalam bulan mulia ini. Menjadi
pemenang sejati atau pecundang sejati.
Konsentrasi
pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan
merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih
akan berpisah dengan bulan mulia ini.
19. Menganggap
Idul Fitri sebagai hari kebebasan.
Secara
harfiah makna Iedul Fitri berarti ‘hari kembali ke fitrah’. Namun kebanyakan
orang memandang Iedul Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari penjara
Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah Ramadhan meninggalkannya,
ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi
diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul Fitri seharusnya menjadi
hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi
Allah secara lebih profesional.
20. Melakukan banyak kesia-siaan.
Banyak oeang
menghabiskan Lebaran justru untuk kesia-siaan, uang untuk sia-sia, waktu habis tanpa makna,
ibadah di sepelekan hanya untuk sia-sia
STANDAR KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH
STANDAR KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO
NO. | DIMENSI KOMPETENSI | KOMPETENSI | |
1 | Kepribadian | 1.1 | Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhalak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah. |
1.2 | Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin. | ||
1.3 | Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah. | ||
1.4 | Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi. | ||
1.5 | Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah. | ||
1.6 | Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan. | ||
2 | Manajerial | 2.1 | Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan. |
2.2 | Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan. | ||
2.3 | Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal. | ||
2.4 | Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif. | ||
2.5 | Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik. | ||
2.6 | Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal. | ||
2.7 | Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal. | ||
2.8 | Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah. | ||
2.9 | Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaa peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik. | ||
2.10 | Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional. | ||
2.11 | Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien. | ||
2.12 | Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah. | ||
2.13 | Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah. | ||
2.14 | Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan. | ||
2.15 | Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah. | ||
2.16 | Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya. | ||
3 | Kewirausahaan | 3.1 | Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah. |
3.2 | Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif. | ||
3.3 | Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah. | ||
3.4 | Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah. | ||
3.5 | Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik. | ||
4 | Supervisi | 4.1 | Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. |
4.2 | Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat. | ||
4.3 | Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. | ||
5 | Sosial | 5.1 | Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah. |
5.2 | Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. | ||
5.3 | Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain. |
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO
Minggu, 19 Agustus 2012
MENUJU SEHAT KARENA BERIMAN KEPADA ALLAH
WONOGIRI, VOICE OF WONOGIRI. (VOW). Apakah anda ingin sehat? Jika iya maka berimanlah kepada Allah s.w.t. Orang yang beriman disayang Allah s.w.t, mungkin
itulah sebabnya kemudian orang yang beriman juga memiliki kondisi
kesehatan yang baik demikian salah satu pernyataanj yang ditulis oleh detik health. Nyatanya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa
orang-orang yang memiliki keyakinan dan keimanan yang teguh juga
memiliki kondisi fisik yang lebih prima.
"Keyakinan terhadap agama bisa mengurangi stres, depresi, dan meningkatkan kualitas hidup," kata Dr Harold G. Koenig, profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Duke University Medical Center seperti dilansir Medpagetoday.com, Minggu (19/8/2012).
Data sebuah penelitian yang dimuat American Journal of Health Promotion tahun 2005 menyimpulkan bahwa orang yang banyak berdoa lebih banyak mendapat manfaat kesehatan dengan cara menerapkan perilaku yang sehat, menjalankan antisipasi terhadap penyakit dan lebih puas terhadap pelayanan kesehatan.
Sebuah penelitian tahun 2006 yang dimuat British Medical Journal juga menemukan bahwa kehadiran dalam sebuah acara keagamaan ternyata berkaitan dengan penurunan risiko penyakit menular.
Menurut Koenig, adanya keyakinan beragama dan kegiatan spiritual berhubungan dengan risiko penyakit atau gangguan kesehatan yang lebih rendah, misalnya stres, penyakit kardiovaskular, tekanan darah, reaktivitas kardiovaskular, gangguan metabolisme serta dapat menjamin keberhasilan operasi jantung. Namun di sisi lain, Koenig juga memperingatkan bahwa cara kerja Tuhan ini tidak dapat diukur dengan cara dan metode apapun.
"Saya percaya bahwa doa efektif, tapi tidak berfungsi secara ilmiah dan tidak dapat diprediksi. Tidak ada alasan ilmiah atau teologis atas setiap efek dari keyakinan yang dapat dipelajari atau didokumentasi, seolah-olah Tuhan adalah bagian dari alam semesta yang dapat diprediksi. Ilmu pengetahuan tidak dirancang untuk membuktikan hal-hal yang supranatural," kata Koenig.
Selain itu, keyakinan terhadap agama juga telah dikaitkan dengan umur panjang, perkembangan penyakit kognitif yang lebih lambat dan penuaan yang sehat. Senada dengan Koenig, dr Robert A. Hummer, profesor sosiologi di University of Texas di Austin yang berfokus pada hubungan antara agama dan rendahnya risiko kematian juga memiliki pendapat yang sama.
Hummer merujuk sebuah penelitian yang melacak beberapa orang berusia 51 - 61 tahun selama 8 tahun untuk mendokumentasikan tingkat ketahanan hidupnya. Penelitian tersebut menemukan bahwa peserta yang tidak menghadiri acara keagamaan sama sekali memiliki kemungkinan 64 persen lebih tinggi mengalami kematian dibandingkan orang yang sering beribadah.
Yang terakhir, kenapa kita-ragu-ragu terhadap Allah s.w.t. Padahal jelas IMAN KUNCI AMAN
"Keyakinan terhadap agama bisa mengurangi stres, depresi, dan meningkatkan kualitas hidup," kata Dr Harold G. Koenig, profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Duke University Medical Center seperti dilansir Medpagetoday.com, Minggu (19/8/2012).
Data sebuah penelitian yang dimuat American Journal of Health Promotion tahun 2005 menyimpulkan bahwa orang yang banyak berdoa lebih banyak mendapat manfaat kesehatan dengan cara menerapkan perilaku yang sehat, menjalankan antisipasi terhadap penyakit dan lebih puas terhadap pelayanan kesehatan.
Sebuah penelitian tahun 2006 yang dimuat British Medical Journal juga menemukan bahwa kehadiran dalam sebuah acara keagamaan ternyata berkaitan dengan penurunan risiko penyakit menular.
Menurut Koenig, adanya keyakinan beragama dan kegiatan spiritual berhubungan dengan risiko penyakit atau gangguan kesehatan yang lebih rendah, misalnya stres, penyakit kardiovaskular, tekanan darah, reaktivitas kardiovaskular, gangguan metabolisme serta dapat menjamin keberhasilan operasi jantung. Namun di sisi lain, Koenig juga memperingatkan bahwa cara kerja Tuhan ini tidak dapat diukur dengan cara dan metode apapun.
"Saya percaya bahwa doa efektif, tapi tidak berfungsi secara ilmiah dan tidak dapat diprediksi. Tidak ada alasan ilmiah atau teologis atas setiap efek dari keyakinan yang dapat dipelajari atau didokumentasi, seolah-olah Tuhan adalah bagian dari alam semesta yang dapat diprediksi. Ilmu pengetahuan tidak dirancang untuk membuktikan hal-hal yang supranatural," kata Koenig.
Selain itu, keyakinan terhadap agama juga telah dikaitkan dengan umur panjang, perkembangan penyakit kognitif yang lebih lambat dan penuaan yang sehat. Senada dengan Koenig, dr Robert A. Hummer, profesor sosiologi di University of Texas di Austin yang berfokus pada hubungan antara agama dan rendahnya risiko kematian juga memiliki pendapat yang sama.
Hummer merujuk sebuah penelitian yang melacak beberapa orang berusia 51 - 61 tahun selama 8 tahun untuk mendokumentasikan tingkat ketahanan hidupnya. Penelitian tersebut menemukan bahwa peserta yang tidak menghadiri acara keagamaan sama sekali memiliki kemungkinan 64 persen lebih tinggi mengalami kematian dibandingkan orang yang sering beribadah.
Yang terakhir, kenapa kita-ragu-ragu terhadap Allah s.w.t. Padahal jelas IMAN KUNCI AMAN
SIKAP KITA SETELAH RAMADHAN BERLALU Penulis: Muhammad Al-Jabiri
SIKAP KITA SETELAH RAMADHAN BERLALU
Penulis: Muhammad Al-Jabiri
Terjemah :
Muhammad Iqbal
Ghazali
Editor : Eko
Abu Ziyad
SIKAP KITA SETELAH RAMADHAN BERLALU
Wahai saudaraku, berikut ini adalah bebderapa sikap setelah
Ramadhan berlalu
Sikap pertama:
Hari-hari Ramadhan telah berlalu dan
malam-malamnya telah pergi
Ramadhan telah
selesai dan pergi untuk kembali lagi di tahun depan. Ramadhan telah berlalu, bulan puasa dan shalat malam, bulan
ampunan dan rahmat.
Ramadhan telah berlalu, seolah-olah ia
tidak ada.
Wahai Ramadhan, apakah amal ibadah yang
kusimpan padamu, apakah yang telah kutulis padamu dari rahmat (kasih sayang).
Ramadhan telah
berlalu, di hati orang-orang shalih terasa kepedihan yang mendalam dan di dalam
jiwa orang-orang abrar bagaikan terbakar.
Bagaimana tidak demikian, pintu-pintu
surga ditutup kembali dan pintu-pintu neraka dibuka kembali, serta jin-jin yang
nakal dilepas kembali setelah Ramadhan.
Ramadhan telah berlalu, andaikan aku
tahu siapakah yang diterima (amal ibadahnya) maka kami memberikan ucapan
selamat kepadanya, dan siapakah yang ditolak (amal ibadahnya) maka kami
mengucapkan ta'ziyah kepadanya.
Ramadhan telah berlalu, bagaimana
setelah Ramadhan?
Salafus shahih dari umat ini menjalani
kehidupan di antara rasa takut dan harap.
Mereka bersungguh-sungguh dalam
beribadah, maka apabila (Ramadhan) telah berlalu, salah seorang dari mereka
merasakan kesedihan: Apakah Allah I menerima hal itu
darinya ataukah menolaknya. Inilah keadaan salafus shalih, bagaimanakah keadaan
kita?
Demi Allah, sesungguhnya keadaan kita
sangat aneh dan mengherankan.
Maka demi Allah, shalat kita tidak
seperti shalat mereka, puasa kita tidak seperti puasa mereka, sedakah kita
tidak seperti sedakah mereka, dan zikir kita tidak seperti zikir mereka?
Sungguh mereka bersungguh-sungguh
dalam beramal, sempurna dan sangat baik. Kemudian setelah (Ramadhan) berlalu,
salah seorang dari mereka merasa khawatir Allah I tidak menerima amal
ibadahnya.
Dan salah seorang dari kita sedikit
beribadah, tidak mantap dan tidak sempurna. Kemudian ia berlalu dan kondisinya
seolah-olah ia sudah mendapat jaminan diterima dan masuk surga.
Wahai saudaraku, kamu harus hidup di
antara rasa khauf (khawatir/takut) dan raja` (berharap). Apabila
engkau teringat kekuranganmu dalam puasa dan shalat, engkau merasa khawatir
Allah I tidak menerima amal ibadahmu.
Dan apabila engkau memandang keluasan rahmat Allah I, dan sesungguhnya
Allah I menerima sedikit dan memberi
yang banyak atasnya, engkau berharap bahwa Allah I menerimamu bersama
orang-orang yang diterima.
Sikap kedua:
Sesungguhnya bagi segala sesuatu ada
tandanya, dan para ulama menyebutkan bahwa di antara tanda diterimanya amal
kebaikan bahwa hamba meneruskannya dengan amal kebaikan lainnya. Maka bagaimana
keadaanmu setelah Ramadhan? Apakah engkau telah lulus dari sekolah taqwa di
bulan Ramadhan lalu jadilah engkau termasuk orang-orang yang bertaqwa. Apakah
engkau telah lulus dari bulan Ramadhan, sedangkan engkau tetap punya semangat
untuk terus bertaubat dan istiqamah?
Apakah kondisimu menjadi lebih baik
setelah Ramadhan dari pada sebelum Ramadhan?
Jika engkau seperti itu, maka pujilah
Allah I. Dan jika tidak demikian, maka
tangisilah dirimu wahai si miskin, kemungkinan amal ibadahmu tidak diterima,
dan bisa jadi engkau termasuk orang-orang terhalang (dari rahmat), sedangkan engkau
tidak mengetahui.
Pendirian yang
ketiga:
Pembagian manusia
setelah Ramadhan:
Setelah Ramadhan, manusia terbagi
menjadi beberapa golongan:
Pertama: golongan yang
tetap berada di atas kebaikan dan taat, maka tatkala bulan Ramadhan tiba,
mereka menyingsingkan lengan baju mereka, melipat gandakan kesungguhan mereka,
dan menjadikan Ramadhan sebagai ghanimah Rabbaniyah (harta rampasan
perang karunia Allah I) dan pemberian
ilahiyah, memperbanyak kebaikan, menyongsong rahmat, menyusul yang terlewati, semoga
ia mendapatkan anugerah. Maka tidaklah Ramadhan berlalu kecuali mereka telah
memperoleh bekal yang besar, kedudukan mereka menjadi tinggi di sisi Allah I, kedudukan mereka
bertambah tinggi di surga dan semakin jauh dari neraka.
Mereka menyadari bahwa tidak ada acara
santai bagi mereka kecuali di bahwa pohon thuba (surga), maka mereka
mengerahkan jiwa ini di dalam taat.
Mereka menyadari sesungguhnya amal shalih tidak hanya terbatas
di bulan Ramadhan, maka kamu tidak melihat mereka kecuali puasa satu kaum. Mereka selalu puasa enam hari di bulan
Syawal, puasa hari Kamis dan Senin serta pada hari-hari putih. Air mata selalu
membasahi pipi mereka di tengah malam, dan di waktu sahur istighfar mereka
melebihi orang-orang yang penuh dosa. Mereka hidup di antara rasa khauf
(khawatir/takut) dan raja` (mengharap), dan kondisi mereka adalah
seperti yang difirmankan Allah I:
وَالَّذِيْنَ
يُؤْتُوْنَ مَا آتوا وَقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ
رَاجِعُوْنَ
(Dan orang-orang yang memberikan apa yang mereka …dan hati mereka selalu merasa takut bahwa
mereka akan kembali kepada Rabb-mereka).
Dan di dalam
as-Sunan, dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: 'Rasulullah r membaca ayat ini,
lalu aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah mereka orang-orang yang mencuri,
berzinah, meminum arak, dan mereka takut kepada Allah I.' Rasulullah r bersabda:
لاَ يَابْنَةَ
الصَّدِّيْقِ, وَلكِنَّهُمْ قَوْمٌ يُصَلُّوْنَ وَيَصُوْمُوْنَ وَيَتَصَدَّقُوْنَ
وَيَخَافُوْنَ أَنْ يَرُدَّ اللهُ عَلَيْهِمْ ذلِكَ.
'Tidak wahai putri
ash-Shiddiq, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang selalu puasa, shalat,
bersedakah, dan merasa takut Allah I tidak menerima
semua itu.'
Merekalah
orang-orang yang diterima. Merekalah orang-orang yang terdahulu (Sabiquun).
Merekalah orang-orang yang memerdekakan jiwa mereka dan putih catatan amal
ibadah mereka. Maka sangatlah beruntung, kemudian sangat beruntung bagi mereka.
Kedua: golongan kedua:
Golongan yang sebelum Ramadhan berada dalam kelalaian, lupa, dan bermain. Maka
tatkala tiba bulan Ramadhan, mereka tekun beribadah, puasa dan shalat, membaca
al-Qur`an, bersedekah, air mata mereka berlinang, dan hati mereka khusyu', akan
tetapi setelah Ramadhan berlalu mereka kembali seperti semula, kembali kepada
kelupaan mereka, kembali kepada dosa mereka.
Maka kita katakan
kepada mereka:
Barangsiapa yang
menyembah Ramadhan maka Ramadhan lebih mati dan barangsiapa yang menyembah
Allah I maka sesungguhnya Allah I Maha Hidup dan
tidak pernah mati. Sesungguhnya Yang menyuruhmu beribadah di bulan Ramadhan
Dia-lah yang menyuruhmu beribadah di luar bulan Ramadhan.
Wahai hamba Allah:
Wahai orang yang kembali kepada
dosa-dosamu, maksiatmu, dan kelalaianmu: perlahanlah sebentar, berfirlah
sejenak.
Bagaimana engkau
kembali kepada keburukan, dan bisa jadi Allah I telah membersihkan
engkau darinya.
Bagaimana engkau
kembali kepada perbuatan maksiat, kemungkinan Allah I telah menghapusnya
dari catatan amal perbuatanmu.
Wahai hamba Allah:
Apakah Allah I memerdekakan engkau
dari neraka lalu engkau kembali kepadanya. apakah Allah I memutihkan catatan amalmu dari segala dosa dan engkau
kembali menodainya?
Wahai hamba Allah:
Aaah, andaikan engkau mengetahui,
maksiat apakah yang engkau terjerumus di dalamnya. Aaah, andaikan engkau
mengetahui, bala apakah yang menimpamu. Sungguh telah mengganti kedekatakan
menjadi jauh, kecintaan menjadi kebencian.
Wahai hamba Allah:
Hati-hatilah, janganlah engkau menjadi
seperti wanita yang menghancurkan tenunannya setelah menjadi kuat.
Janganlah engkau menghancurkan sesuatu
yang telah engkau bangun. Janganlah engkau menodai sesuatu yang telah engkau
putihkan. Janganlah engkau kembali kepada kelupaan dan maksiat. Demi Allah,
sesungguhnya engkau tidak membahayakan kecuali kepada dirimu sendiri.
Wahai hamba Allah, sesungguhnya engkau
tidak mengetahui kapan engkau meninggal dunia, engkau tidak mengetahui kapan
engkau meninggalkan dunia.
Maka hati-hatilah bahwa kematian
mendatangimu, sedangkan engkau telah kembali kepada perbuatan dosa dan maksiat.
Ingatlah:
إِنَّ اللهَ
لاَيُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتىَّ يُغَيِّرُوْا مَا بِأَنْفِسِهِمْ
(Sesungguhnya Allah I tidak merubah suatu
kaum sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka).
Maka rubahlah
keadaanmu, tinggalkanlah dosa-dosamu, menghadaplah kepada Rabb-mu I sehingga Allah I menghadap kepadamu.
Ketiga: golongan ketiga:
golongan yang datang dan perginya Ramadhan, kondisi mereka sama seperti keadaan
mereka sebelumnya. Tidak ada sesuatu pun yang berubah dari mereka. Tidak ada
perkara yang berganti. Bahkan, kemungkinan dosa mereka bertambah, kesalahan
mereka menjadi lebih besar, catatan amal mereka bertambah hitam, dan leher
mereka bertambah menyala ke neraka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar
merugi. Mereka hidup seperti kehidupan
binatang. Mereka tidak mengenal untuk apa mereka diciptakan, terlebih-lebih
mengenal kebesaran dan kehormatan Ramadhan. Sungguh, aku mendengar –demi Allah-
salah seorang dari mereka bersenang-senang dan terang-terangan tidak puasa di
siang hari bulan Ramadhan. Untuk golongan seperti ini tidak ada daya kecuali
mendoakan mereka agar bertaubat yang nashuh, taubat yang tulus, dan
barangsiapa yang bertaubat niscaya Allah I menerima taubatnya.
Wahai saudaraku, berikut ini beberapa
ungkapan salafus shalih dari umat ini, demi Allah, sesungguhnya ucapan mereka
sedikit akan tetapi menghidupkan hati. Abu Darda` t berkata: 'Jika
salah seorang darimu ingin melakukan safar, bukanlah ia mencari bekal yang
cukup untuknya? Mereka menjawab: Tentu. Ia berkata: 'Safar di hari kiamat lebih
jauh, maka ambillah yang pantas untukmu. Berhajilah untuk perkara-perkara
besar. Berpuasalah di satu hari yang panasnya yang luar biasa untuk panasnya di
hari dikumpulkan (hari kiamat). Shalatlah dua rekaat di kegelapan malam untuk
bekal di kegelapan kubur. Sedakahlah secara rahasia untuk hari yang berat.'
Al-Hasanul Bashri
berkata: Sesungguhnya Allah I menjadikan Ramadhan
sebagai arena pertandingan untuk makhluk-Nya, mereka saling berlomba padanya
untuk taat kepadanya, maka satu kaum mendahului maka mereka menang, dan yang
lain ketinggalan maka mereka rugi. Maka sangat mengherankan pemain yang tertawa
di hari yang menang padanya orang-orang yang berbuat baik dan merugi
orang-orang yang berbuat batil.'
Ya Allah, jadikanlah
apa yang kami katakan sebagai hujjah untuk kami, bukan sebagai malapetaka atas
kami.
Langganan:
Postingan (Atom)