Dulu sengsara, sekarang aku bahagia. Ingin tahu kenapa? Modalnya cuma doa dan mantera. "Sing
penting urip, terus nekat sajalah". Inilah manteraku dalam mengarungi
kehidupan ini. Kenapa aku memiliki mantera kok agak aneh? "sing penting urip
terus nekat saja?" Bagiku kata itu pantas untuk orang selemah aku.
Tapi walau lemah aku harus menatap masa depan dengan"nekat dan kuat".
Setiap
orang punya sejarah sendiri-sendiri. Ada orang yang lahir dari
keluarga miskin tapi dianugerahi oleh Allah swt kecerdasan luar biasa.
Ada juga yang dilahirkan dari keluarga kaya dianugerahi kecerdasan
yang luar biasa pula. Tapi kalau aku, ini agak beda. Sudah dilahirkan
dari keluarga miskin yang anaknya banyak, ditambah lagi kecerdasan, postur tubuh dan
wajahnya pun pas-pasan.
Sabar-sabar-sabar.
Allah pasti Maha Adil. Tidak mungkin aku PRODUK GAGAL. Pasti Allah swt memilki sekenario hidup yang luar biasa. Walau terus terang saja, aku di waktu remaja
meragukan keadilan Tuhan. Aku pernah mengatakan bahwa "Allah itu tidak adil terutama kepadaku". Ini mungkin karena aku tercipta dengan
banyak keterbatasan dan kelemahan. Aku sering mengeluh sudah miskin,
kurang cerdas wajahpun tidak ganteng juga, maksudku walau aku tidak
cacat tapi wajahnya pas-pasan saja.
Masa
lalu yang tak terlupakan. Inilah kisah nyata masa lalu sebagai bahan
curhatku. Perjalananku yang berliku dari kecil sampai menjadi guru.
Saya
dulu tidak hanya miskin tapi sangat miskin. Salah satu penyebab kemiskinan ortuku adalah memiliki banyak anak. Ini bukan bohongan.
Pokoknya sejak aku usia SD sampai kuliah, aku bisa merasakan sangat jauh
dari kata pas-pasan. Serba kekurangan di berbagai bidang, tidak hanya
untuk kebutuhan makan.
Aku
dari kecil memang kurang gizi. Aku adalah anak terakhir dari 7
bersaudara kandung. Dilahirkan dari pasangan petani dan buruh. Kedua
ortu tidak mengenyam pendidikan formal. Kala itu ibu melahirkanku di
usia mendekati menopause. Sedang kakak-kakakku sudah memiliki banyak anak. Ada juga kakakku yang memiliki 10 anak. Wajar saja aku " kurang kopen" dan kurang gizi.
Kini usia ibuku sekitar 90 tahun.
Di
kala SD sampai SMP, aku termasuk paling kecil alias "bengkring" tubuhnya "memel" alias memelas. Kurang
lebih seperti orang Ethiopia saat kelaparan. Karena usia SD ortu sudah
tua. Kata orang, ortuku pantas menjadi kakek- nenekku. Mereka kurang
peduli mau sekolah ke mana?SMP atau apa?, karena mereka tidak mampu
membiayaiku. Ortuku menyerahkan kepada kakakku.
Namun,
kakakku laki-laki ada satu yang belum menikah sanggup membiayaiku
untuk melanjutkan ke SMP. Akhirnya aku sekolah di SMP paling favorit di
kota kecilku SMPN1 Baturetno Wonogiri. Oh
ya, saat aku di kelas satu SMP prestasiku hancur karena tidak pernah
belajar. Sudah tidak cerdas malas belajar. Aku masih ingat aku pernah
di rangking 20.
Sungguh
malu aku. Sudah miskin bodoh lagi. Di suatu saat bulan ramadlan
setelah kenaikan kelas ke kelas 2 aku diajak ikut semacam training
spiritual di Solo. Luar biasa hasilnya! Sangat beda, Aku yang merasa
tidak cerdas dan memang kenyataanya begitu. Setelah pulang ke
Baturetno, aku sangat bersemangat dalam belajar dan beribadah.
Ternyata motivasi spiritual di Solo sangat membawa efek positif.
Aku
berubah total, aku menjadi remaja yang sangat rajin. Hasilnya aku mendapat juara 2 di saat kelas 2. Sampai di kelas 3 aku termasuk berprestasi karena
sangat rajin dalam belajar. Aku sadar kok kalau nilaiku lumayan karena
nekat sekali dalam belajar. Bahkan, ketika aku menggembala kambing banyak buku yang kubawa dan kubaca.
"Sabar
sik, aku tidak punya biaya untuk meneruskan ke SMA, kamu berhenti saja
setahun dulu. Uangku untuk nyaur utang, karena keluarga kita baru
kena musibah". Itulah kurang lebih kata-kata kakakku yang membiayaiku
selama di SMP. Memang keluargaku miskin, masih ditambah lagi kakaku (yang menjadi sopir)
sakit berbulan-bulan di rumah sakit, karena tabrakan. Sudah miskin semakin miskin, terjatuh dan tertimpa tangga beserta temboknya.
Setahun
berlalu. Janji kakaku tidak ditepati, karena kondisi ekonomi belum juga membaik. Aku akhirnya tidak langsung bersekolah
ke SMA seperti harapanku. Aku diajak merantau ke Solo. Akhirnya aku cuma dikursuskan di bengkel/
reparasi radio TV. Padahal aku tidak begitu merasa berbakat dan berminat dibidang teknik. Namun, aku juga pernah dipercaya menjadi teknisi oleh pengusaha Cina dalam pembuatan interkom saat itu.
Aku masih menyimpan dendam positif. Aku
bertekat aku harus sekolah. Singkat cerita aku menjadi penjual koran
dan loper koran sambil sekolah di salah satu SMA suasta favorite di Solo, tepatnya SMA MTA1 Surakarta. Sebelum subuh aku sudah trbiasa bangun, lalu keliling kota Solo. Sampai di asrama sekitar pukul 6.45. Ooh ya ketika di SMA aku tinggal di asrama gratis, tapi kalau untuk makan tentu harus usaha sendiri. Hasil pendapatan dari koran sudah terlampau cukup untuk membayar SPP. Jadi dari
mendaftar sekolah sampai lulus SMA aku belum pernah minta uang ke orang
tua atau kakakku. Bukan ortuku kikir. Memang mereka hidup dalam
kemiskinan.
Oh
ya aku ditempatkan dijurusan A1 (atau ipa fisika) ketika SMA. Walau aku tidak
begitu berbakat dibidang ilmu pasti, tapi aku nekat dan yakin pasti bisa
mengikuti. Walau nilai pas-pasan, nilaiku tak begitu jelek dalam bidang
ilmu exact. Mungkin salah satu penyebabnya aku pelajar yang paling sibuk. Bahkan samapi mandi pagi pun cuma kadang-kadang. Setelah loper koran langsung ke sekolah.
Setelah
lulus aku ingin kuliah. Aku sudah menabung. Terkumpul sekitar 150 ribu.
Kata temanku untuk membayar kuliah pertama di PTN sekitar 200 ribu cukup. Tapi
aku memastikan diri harus diterima di PTN. Nekat saja aku mendaftar
lewat jalur UMPTN dengan uang sendiri pasti bisa. EEEEh ! aku lolos
UMPTN, aku diterima di jurusan Pend Bahasa Inggris UNS Solo.Aku juga mendaftar di PGSD UNS juga diterima.
Singkat
cerita aku kuliah di FKIP pend B Inggris. Aku sempoyongan kuliah sambil kerja, prestasi sangat pas-pasan.
Alhamdulillah Dosenku (yang terhormat Ibu Dra,Dewi R, M Ed. Phd) tahu
beban hidupku. Kuliah cari makan sendiri, biaya SPP sendiri sangat
berat. Beliau membantuku mencarikan bea siswa TID/ Ikatan Dinas.
Alhamdulillah aku menerima bea siswa TID. Kupastikan aku harus cepat lulus walau IPK jauh dari ideal. Karena masa depanku sudah menjanjikan: setelah lulus pasti sbg guru PNS.
Tahun
1998 aku lulus dari FKIP B Inggris dengan nilai pas-pasan. Namun aku
bangga juga karena selama kuliah aku belum pernah minta uang kepada
ortuku dan kakak2ku. Aku tercatat sebagi daftarpenerima TID terakhir
yang diakui dan tahun 2000 aku ditempatkan di SMAN 1 Girimarto.
Alhamdulllah.
manteraku " SING PENTING URIP DAN NEKAT SAJA" membawa pembelajaran
positif. Mohon maaf bagi pembaca. Ini cuma curhat menulis dan NEKAT
MENULIS.
CERITANYA MASIH AKAN BERLANJUT................... Akhirnya bisa juga aku kuliah di S2 Pend bhs Inggris UNS......
Haaaaaa,hhhaaaaa dulu sengsara sekarang bahagiaaa. Alhamdulillah.