Kalau kita menuruti hawa nafsu untuk tidak bersyukur, pasti banyak alasan. Mungkin kita merasa belum kaya, banyak cita-cita tetapi baru sedikit yang tercapai, belum ini dan belum itu. Pokoknya kalau nuruti nafsu, tentu banyak alasan kita semakin tidak bersyukur.
Nikmat Allah SWT yang dilimpahkan kepada kita sangat luar biasa jumlahnya. Dan saat ini kita mendapat kenikmatan kesempatan untuk hidup. Kini aku ingin berkisah, dalam seminggu di awal bulan puasa ini, banyak saudara dan para tetanggaku sudah menghadap ke sang pencipta.
Kisah pertama, tetanggaku, suami istri, keduanya kepala sekolah SD. Mereka adalah Mas Joko dan mbak Yayuk harus tinggal di RS dr Oen Solo Baru beberapa hari. Mbak Yayuk menderita sakit tekanan darah tinggi. Sedangkan suaminya sakit maag dan paru-paru. Rabu 24/06/2015 mbak Yayuk telah dipanngil oleh Allah S WT.
Kisah kedua tetanggku yang lain, pak Rohman sebelum bulan puasa sudah beberapa hari tinggal di ICU dr Oen Solo Baru ginjalnya sakit. Saat di ICU setengah sadar dia merasa banyak hal buruk telah dilakukan sebelum sakit. Dia berdoa dan mau bertobat. Akhirnya pak Rohman bisa sembuh dan deperbolehkan pulang.
Setelah pak Rohman pulang, dia mau pergi ke masjid untuk sholat sebagi pertanda awal pertobatan seperti yang dijanjikan. Padahal pak Rohman sudah puluhan tahun tidak mau sholat, apalagi pergi kemasjid. Seperti di sampaikan ke Mas Joko, saudarku, dia mau berubah.
Kurang lebih empat kali dalam empat hari pak Rohman pergi ke masj id, dia sakit lagi dan dia menghadap ke sang pencipta di hari jum'at kemarin
Kisah ketiga, di hari yang sama kepergian pak Rohman, mas Jumadi teman dekat pak Rohman juga harus tnggal di RS dr Oen Solo Baru. Karena penyakit gula yang telah diderita lama. Akhirnya dia juga menyusul menghadap sang pencipta. Jadi dalam satu hari dalam satu desa telah dikubur dua jenazah dari sepasang sahabat dekat.
Di awal bulan puasa ini, memang banyak orang berkabung karena mereka telah kehilangan orang-orang yang dicintai. Berbagai kisah akhirnya berpengaruh terhadap sikap hidup. Ada di antara kita ada yang merasa biasa saja. Ada juga yang merasa termotivasi menjadi lebih baik.
Tadi siang, rumahku kedatangan tamu, namanya mbah S. Mbah S memang sering berkunjung ke rumahku, terkadang dia menawarkan buah pisang ke keluargaku, terkadang dia minta sayuran di kebunku.
"Mbah usia panjenengan berapa? Tanyaku
"Wis 60 lebih! Aku isih wedi mati mas!"
"Lha kenapa wedi mati mbah?, Tanyaku
"Pokoke aku wedi, aku peningi yen mati yen wis tua"
Mbah S, beliau sudah tua, secara kasat mata, tidak ada hal yang bernilai plus untuk mbah S. Mbah S hidup dalam kemiskinan, penampilan tidak menarik, anak-anaknya pun juga hidup dalam kemiskinan. Kita mestinya harus banyak bersyukur saat-saat melihat mbah S. Walau mbah S hidup dalam kekurangan,tapi beliau masih bersemangat dalm hidup. Beliau takut mati karena salah satunya belum siap bekal untuk mati.
Selanjutnya, terserah kita sendiri bagaimana bersikap. Yang jelas kita semua akan meninggalkan dunia yang penuh dengan hingar bingar. Entah kita berani mati apa takut mati, kita pasti akan menghadap kepada sang pencipta. Semua perbuatan kita akan dimintai tanggung jawab. Lalu, kalau kita bisa mengisi hidup dengan kebaikan kenapa kita harus mengisi hidup ini dengan keburukan?