DAFTAR LABELKU (klik saja jangan ragu-ragu)

Rabu, 11 Januari 2012

ROBOHNYA KEJUJURAN DI DUNIA PENDIDIKAN Oleh: Sukatno Wonogiri Pernah dimuat di Majalah RESPON

Modelling  (keteladanan) merupakan hal yang sangat  penting di dunia pendidikan. Namun di negeri ini, harga kejujuran terasa semakin mahal. Bisa kita saksikan secara terang benderang melalui berbagai media perilaku  tokoh penting negeri ini bertindak, penuh  percaya diri mengumbar kata-kata yang berbeda dengan fakta alias bohong. Padahal, tokoh  diibaratkan sebagai guru, mereka akan digugu dan ditiru oleh masyarakatnya, sungguh benar pepatah yang  mengatakan guru kencing berdiri murid kencing berlari.
            Beberapa bulan yang lalu telah diberitakan melalui  berbagai media, ujian nasional Sekolah Dasar tercoreng dari kecurangan di salah satu SD di Surabaya, tepatnya SDN Gadel II. Salah satu murid diajari gurunya yang didukung oleh kepala sekolah untuk berbuat curang dengan memberi contekan ke teman-temannya. Demikian juga berapa bulan yang lalu terungkap pula di berbagai kota ada beberapa guru menggunakan dokumen palsu untuk mendapat  gelar “guru profesional”.
            Benteng moral negeri ini bisa runtuh karena perilaku  pendidik yang semestinya sebagai pelopor dalam menjaga nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan  rasa tanggung jawab. Jika pendidik tidak jujur dan bahkan mengingkari tanggung jawab profesional dan moral, ke mana lagi para anggota masyarakat dan siswa mesti bercermin dan menemukan sosok keteladanan?
            Ada berbagai macam sebab, mengapa ketidakjujuran itu merambah ke mana-mana. Ketidakjujuran  khususnya di dunia pendidikan bisa berasal dari faktor individu, sosial, dan struktural. Ternyata ketiga faktor ini saling mempengaruhi satu sama lain.
Budaya
curang  menjadi  hal biasa.    Untuk mengubah budaya tersebut, dibutuhkan kerja sama lintas sektoral. Ketiadaan aturan sosial yang tegas bisa memberi kesempatan pada individu untuk berbuat tidak jujur. Ketika tidak ada kontrol dan hukuman sosial bagi perilaku tidak jujur, perilaku tersebut lantas dianggap sebagai budaya yang normal dalam lingkup kehidupan. Perilaku ini akan semakin merajalela ketika kelemahan moral individual ini mendapat dukungan dari lingkungan, dan terstruktur dalam sebuah kultur yang didukung oleh pemangku kepentingan.
            Maka dari itu pendekatan komprehensif di perlukan untuk mengatasi situasi ini. Pendekatan komprehensif dalam hal ini adalah pendekatan yang melibatkan keseluruhan komponen baik antar individu maupun lingkungan pendidikan, di mana tanggung jawab dan kejujuran pelan-pelan harus  dipraktikkan secara bersama-sama, mulai dari hal yang kecil-kecil.

Strategi  Penanaman Kejujuran di Lembga Pendidikan
            Untuk menanamkan nilai kejujuran dibutuhkan strategi efektif. Beberapa strategi di lembaga pendidikan (baca:sekolah) merupakan ujung tombak untuk menumbuhkan nilai-nilai kejujuran. Pertama, dalam pembelajaran di kelas. Sejak awal guru mesti memberikan keteladan yang pantas digugu dan ditiru, lalu menjelaskan pentingnya nilai-nilai kejujuran yang telah diterapkan di lembaga sekolah tersebut. Lembaga tersebut perlu mempunyai motto  orang jujur pasti mujur, tidak jujur pasti kujur (celaka). Bahwa pelaku kejujuran seharusnya mendapatkan penghargaan atau apresiasi. Apresisai tidak harus berupa materi, namun bagi pelaku kecurangan seharusnya mendapatkan hukuman secara proporsional.
            Kedua, dengan membuat kesepakatan bersama bahwa nilai ujian  dan tugas dikatakan syah bila dikerjakan dengan jujur. Kesepakatan ini tidak hanya melibatkan  antara guru dengan siswa, namun perlu dilembagakan dalam sebuah tata tertib sekolah dengan mengundang partisipasi siswa dan para stake holder  atau pemangku kepentingan melalui dialog terbuka. Harapan dari hasil dialog ini menyangkut tentang perilaku apa saja yang termasuk sebagai realisasi nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab, agar semakin bertumbuh dalam menghayati nilai-nilai kejujuran yang berawal dari lingkungan pendidikan.
            Ketiga, dengan memberikan pemahaman secara terus menerus kepasa siswa bahwa kejujuran adalah sarana kunci meraih keberhasilan  untuk jangka panjang.      Keempat, siswa diberi kesempatan untuk menanyakan kepada guru dalam pemberian nilai bila terjadi kesalahan. Kesalahan pemberian nilai sangat mungkin terjadi karena ada perbedaan pendapat antara siswa dan guru. Kesemapatan siswa untuk menanyakan langsung tentang penilaian dari guru akan membentuk rasa percaya diri dan rasa kejujuran siswa.
            Kelima, penekanan kualitas pembelajaran kepada  guru, guru  seharusnya berjiwa maikem menggembrot (membelajarkan aktif kreatif, inovatif menyenangkan/menggembirakan dan berbobot dalam  menanamkan nilai-nilai kejujuran dan kebenaran.
            Keenam, dengan melakukan refleksi atas  kemajuan pembelajaran dalam menanamkan kejujuran. Baik guru maupun siswa memiliki hak yang sama untuk dievaluasi. Tahapan ini bisa dilakukan secara rutin, misalnya di akhir tiap-tiap semester. Sehingga dapat diketahui tingkat kemajuan masing-masing pihak dalam penanaman nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawabnya.     Siswa diberi kesempatan untuk mengkritisi  kinerja atau performa guru dalam mengolah kelas, demikian juga guru memberikan masukan kepada siswa untuk meningkatkan nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab. Kegiatan refleksi bisa dilakukan secara tertulis sehingga lebih terjaga kerahasiaanya. Refleksi secara serentak untuk menanamka mengapa guru dan siswa harus jujur, apakah mereka selama semester ini masih berbuat curang dalam ulangan? Berapa kali mereka menyontek? Pelajaran apa saja mereka biasanya menyontek? Lalu hasilnya didokumentasikan untuk keperluan evaluasi bersama yang melibatkan seluruh  komunitas pendidikan di sekolah. Hasilnya  dibandingkan dari semester ini dengan semester sebelumnya. Hasil refleksi untuk melihat tingkat kemajuan siswa baik secara moral dan akademik.
            Sebetulnya masih banyak cara untuk menumbuhkan tanggung jawab dan nilai-nilai   kejujuran di kalangan siswa. Yang pasti lembaga pendidikan (baca:sekolah) merupakan benteng pertama dalam mencetak  generasi jujur. Tujuan tersebut harus didukung semua pihak. Dukungan dan penghargaan terhadap nilai-nilai kejujuran, akan membuat sekolah itu menjadi sebuah lingkungan belajar yang bisa dihandalkan sebagai ajang  pembentuk kepribadian luhur.
            Jika lembaga pendidikan tidak dapat mendidik pribadi-pribadi  menjadi lebih jujur dan penuh tanggung jawab, bisa dipastikan bahwa  tatanan masyarakat dan negara akan semakin rusak. Mestinya  menumbuhkan kejujuran menjadi salah satu agenda krusial setiap lembaga pendidikan.
*(Penulis Guru bahasa Inggris SMANI Girimarto Wonogiri sebagai pengurus PGRI kec. Girimarto Wonogiri)