DAFTAR LABELKU (klik saja jangan ragu-ragu)

Minggu, 23 Juni 2013

Hati Bersih, Lurus, Ikhlas dan Mulia

Hidup mulia dengan hati mulia. Betapa luar biasanya Anda, karena Anda memiliki hati yang mulia. kemuliaan hati tak ternilai harganya. Walau Anda barangkali hidup dalam kemiskinan tetapi berkat kemuliaan hati Anda, Anda tetap sabar dan bertawakal tanpa bersangka buruk kepada Allah dan makhluqnya. 

Kita bisa belajar ke banyak orang, barangkaki mereka  yang terlihat keren dengan wajahnya yang tampan atau mungkin sangat  nampak pisik prima karena didukung modal  melimpahnya harta. Namun, banyak manusia  jenis yang  disebutkan tadi justru merusak diri sendiri dan orang lain. Kerusakannya nampak seperti kerakusannya, kesombongannya, dan  ketidakpeduliaanya kepada orang lain. Inilah bukti orang yang sebenarnya jauh dari hidup mulia karena hatinya yang jauh dari kemuliaan .

Kemuliaan, keselamatan, kelurusan, kebersihan,dan  keikhlasan hati dalam  bahasa agama Islam  lazim dikenal sebagai  qolbun salim  Kata ini  berasal dari dua kata bahasa Arab, yaitu qolbun (hati) dan salim (mulia, bersih, suci dan lurus). Jika kedua kata ini digabungkan, maka akan membentuk arti ‘hati yang lurus, bersih, suci dan ikhlas dalam segala gerak, pikiran, perasaan, perbuatan dan lain sebagainya hanya kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut istilah qolbun salim sebanyak dua kali. Dan keduanya menggambarkan tentang hatinya nabi Ibrahim as. :

1. Dalam QS. Asy Syu'ara : 87 – 89

“Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
2. Dalam QS. Ash-shaffaat : 83 – 85

“Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh). (Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci. (Ingatlah) ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Apakah yang kamu sembah itu?”

Jika kita renungkan, sebenarnya Allah SWT menginginkan agar seluruh hamba-hamba-Nya dapat memiliki hati yang mulia/selamat/ bersih, yang dapat mengantarkan mereka pada surga Allah SWT, sekaligus untuk menyempurnakan segala kenikmatan yang diberikan kepada seluruh hamba-hamba-Nya. Dan untuk menyucikan hati manusia, Allah menurunkan Al-Qur’an (agama Islam), guna dijadikan pedoman hidup manusia: (QS. Al maaidah : 6)

“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”

Hati mulia adalah hati yang penuh kesyukuran. Namun untuk memiliki hati yang bersih, kita terlebih dahulu harus mengetahui seluk beluk hati manusia, sifat-sifatnya dan juga godaan-godaan yang dapat menghanyutkannya. Hati ini merupakan pusat jiwa manusia, yang apabila hatinya baik, maka insya Allah akan baik pula seluruh tubuhnya, dan jika hatinya buruk, maka akan buruk pula seluruh tubuhnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Nu’man ra, Rasulullah SAW bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
“…ketahuilah bahwa dalam jasad itu terdapat sekerat darah, yang apabila ia baik maka baik pula seluruh jasadnya. Dan apabila ia rusak, maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa sekerat darah tersebut adalah hati. (HR. Bukhari Muslim)

Dari hadits di atas kita dapat memetik satu kesimpulan, yaitu bahwa hati ternyata laksana nahkoda sebuah bahtera. Dimana arah tujuan dari bahtera tersebut sangat ditentukan oleh sang nahkoda. Jika nahkodanya memiliki niatan dan tujuan yang baik, insya Allah akan membawa bahtera tersebut ke arah yang baik. Sebaliknya, jika ia memiliki tujuan yang jahat, maka secara otomatis kapal tersebut sedang berjalan ke arah yang negatif. Oleh karena itulah sangat penting bagi kita memiliki hati yang bersih guna menjadikan kehidupan kita benar-benar sedang melaju ke arah yang baik, yaitu keridhaan Allah SWT.

Imam al-Ghazali mengungkapkan, “bahwa hati merupakan sesuatu yang paling berharga dalam diri manusia. Karena dengan hatilah, seseorang mampu mengenal Allah, beramal untuk mengharapkan ridha-Nya dan juga guna mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan jasad pada hakekatnya hanyalah menjadi pelayan dan pengikut hati, sebagaimana seorang pelayan terhadap tuannya.”


Namun ternyata banyak rintangan untuk mendekatkan hati kepada Sang Pencipta. Karena godaan syaitan sangat luar biasa terhadap diri manusia. Imam Al-Ghazali menggambarkannya dengan sebuah benteng yang dikepung oleh musuh yang berambisi memasuki dan menguasainya. Benteng tersebut sudah barang tentu harus dijaga pintu-pintunya, guna menghindari desakan musuh yang bergerak menyerbunya. Namun orang yang tidak mengetahui pintu-pintunya sudah barang tentu tidak dapat menjaganya. Maka demikian juga halnya dengan hati. Seseorang tidak mungkin dapat menjaganya bahkan juga mengusir syaitan yang menyerangnya melainkan dengan mengetahui pintu-pintu yang terdapat dalam hatinya tersebut. Pintu-pintu yang dapat dimasuki syaitan diantaranya adalah:
  • Iri hati
  • Dengki
  • Terlalu ambisi
  • Emosi
  • Hawa nafsu (kemaksiatan)
  • Kemegahan (bermewah-mewah)
  • Cinta (lawan jenis)
  • Kesombongan
  • Ketergesaan, dsb.

 Rasulullah SAW sering mengungkapkan doa yang cukup masyhur;
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِكَ، وَيَا مُصَرِّفَ الْقُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
“Wahai Pembolak balik hati, tetapkanlah hati kami dalam agama-Mu. Wahai Pemutar balik hati, tetapkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.”

Beliau yang telah di jamin dapat menapakkan kakinya dalam surga, masih dengan khusyu’nya memanjatkan  doa yang indah. Maka sebagai umat dan pengikutnya, memanjatkan doa guna kelurusan hati merupakan hal yang seyogyanya mendapatkan prioritas. Marilah sejenak kita meninggalkan berbagai keegoisan hati dalam diri kita, baik politik, golongan, jabatan, kekayaan dan sebagainya. Guna memasrahkan jiwa dan raga yang ternyata sangat kecil dan tiada memiliki daya apapun juga di hadapan Yang Maha Perkasa.
Sebagai hamba Allah, hendaknya kita memohon dan memasrahkan hati kita kepada Allah, agar hati ini terhindar dari noda-noda. Sehingga kita memiliki hati yang mulia/  menuju keikhlasan-Nya yang abadi.