DAFTAR LABELKU (klik saja jangan ragu-ragu)

Rabu, 16 Januari 2013

ORANG TUA DAN PENDIDIKAN KARAKTER (telah dimuat di Majalah RESPON edisi Januari 2013) Oleh: Maskatno Giri mas guru SMAN 1 Girimarto

            Kata kunci dari  Undang-undang Sisdiknas Pasal 3 No 20 Tahun 2003 adalah iman, taqwa dan berbudi luhur. Modal inilah yang ditekankan di berbagai lembaga pendikan dalam penerapan pendidikan karakter. Namun, peserta didik  ditekankan pula untuk memiliki modal yang lain: sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta bertanggung jawab. Ditambahkan, dalam  UU tersebut dinyatakan  bahwa fungsi pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
            Kemudian sipakah yang paling bertanggung jawab atas keberhasilan pendidikan karakter? Jelas, orang tua adalah salah satu pemegang kuncinya.
            Orang tua  adalah  tokoh penting,  mereka  merupakan  salah satu stake holder (pemangku kepentingan) dalam dunia pendidikan. Para orang tua  seharusnya berperan aktif, saling bekerja sama dalam memotivasi, mengawasi,  bersama pengurus komite dan  para pendidik  di lembaga pendidikan tersebut  lalu membentuk kesepakatan guna meraih keberhasilan pendidikan.
            Bukti dari keberhasilan pendidikaan adalah terbentuknya karakter (akhlaq mulia) dari para peserta didik.  Mengenai  pembentukan karakter  dalam program  pendidikan karakter telah menjadi perhatian pemerintah secara serius. Kemendiknas  telah menerbitkan  panduan pelaksanan pendidikan karakter. Pendidikan karakter tersebut adalah mencakup pada  penanaman kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasar nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik (moral feeling) dan perilaku baik (moral action). Kebiasaan yang baik yang dimiliki oleh peserta didik  tidak begitu saja mudah diraih kalau hanya mengandalkan pelaksanaan pendidikan di lembaga pendidikan (baca: sekolah). Pendidikan di keluarga adalah tempat yang krusial sebagai  pondasi awal meraih suksesnya pendidikan formal.
Awal Pembentukan  Karakter
            Tempat terbentuk karakter  pertama seseorang  anak adalah di keluarga, pembentuknya adalah orang tuanya.  Modeling (keteladanan) adalah proses pendidikan dalam penanaman karakter atau  budi pekerti . Guru terbaik pertama sebelum anak memasuki usia sekolah adalah kedua orang tuanya. Untuk meraih  kesuksesan pendidikan,  idealnya orang tua harus sanggup sebagai teladan (uswatun hasanah),  dan memiliki kemauan untuk  belajar menjadi tokoh pendidikan di keluarga masing-masing.  Orang tua harus memiliki budi pekerti luhur dulu sebelum menuntut kepada anak-anaknya memiliki keluhuran budi. Setelah anak-anak memiliki teladan, mereka telah memiliki  pondasi pendidikan yang lebih lengkap lagi. Keberhasilan pendidikan di keluarga  menentukan pendidikan di jenjang  pendidikan formal (sekolah), sehingga peran  pendidik di sekolah merasa terbantu dalam mengarahkan peserta didik.
            Ada beberapa alasan mengapa orang tua dianggap tokoh penting dalam pembentukan karakter seseorang antara lain: Pertama, seseorang lahir disusui ibunya, dan pada hakekatnya sang anak telah menyusu karakter orang tuanya. Kedua, pendidikan terjadi asli dan alami (tanpa rekayasa) terjadi dalam keluarga. secara alami  dan asli, anak-anak meniru kebiasaan kedua orang tuanya. Ketiga, kehidupan rumah tangga  merupakan unit pendidikan pertama sebelum anak mendapatkan pengaruh dari masyarakat dan lembaga pendidikan.
            Ada  sebagian anak yang mengalami proses pendidikan  di  suatu keluarga seperti di atas tidak berlangsung normal, terutama bagi sebagian orang tua yang terlalu sibuk, orang tua  terjebak pada rutinitas yang padat sehingga tidak sempat memperhatikan anaknya dengan cermat.  Proses pendidikan keluarga  tidak  berjalan secara lancar, anak-anak tidak memperoleh serapan  pendidikan yang baik dari kedua orang tuanya. Akhirnya anak-anak  meniru kebiasaan pengasuhnya  ( salah satunya  meniru perilaku pembantunya).
Bekal Orang Tua Berkarakter
            Sering dijumpai dalam berbagai kasus, para orang tua  menyalahkan guru bahkan menuntut tanggung jawab guru di sekolah karena orang tua merasa bahwa anaknya baik-baik saja dalam keluarga. Anak mereka merasa  didzalimi, juga mendapat sanksi dari sekolah karena dianggap berperilaku negatif di sekolah.  Para orang tua merasa sudah mendidik dengan baik, dan  mereka mengira kesalahan ada di pendidikan sekolah. Jika komunikasi antara pihak sekolah dan orang tua tidak berjalan semestinya, akhirnya mereka merasa sudah pada jalur yang benar (on the right tract). Dampaknya bisa serius. Kepercayaan ke lembaga sekolah semakin menurun.
            Maka diperlukan pemahaman bahwa orang tua perlu memilki bekal  dalam membentuk anak memilki karakter baik (akhlaqul Karimah).  Kemudian  bekal apakah yang harus dimiliki  orang tua sebagai pendidik berkarakter d dalam keluarga? Orang tua setidak-tidaknya memiliki  sembilan bekal yakni:  Kejujuran dan Konsiten, Aktif, Motivasi, Peduli, Refleksi dan Evaluasi diri , Tekun, danTaqwa.
            Kejujuran dan konsisten adalah modal kemujuran. Keberhasilan jangka panjang adalah  kemampuan menjaga kejujuran secara konsisten (istiqomah). Untuk menjaga keistiqomaan anak dalam menjaga nilai-nilai kebaikan  dan kejujuran, orang tua harus memiliki bekal  aktif dalam memantau  perkembangan anak, baik secara  perkembangan spiritualnya, intelektualnya maupun  emosi dan sosial anak. Berikutnya orang tua harus memiliki bekal motivasi, sebagai orang tua harus memiliki motivasi tinggi untuk mencetak  generasi yang berbudi berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
            Peduli  (care) adalah modal orang tua berupa bentuk perhatian terhadap diri sendiri dan  di luar diri sendiri. Salah satu penyebab kegagalan pendidikan  di dalam keluarga adalah karena  kurang  adanya  kepedulian terhadap anak.  Tidak ada pendidik yang sempurna, para orang tuapun memiliki kekurangan dan kelemahan. Maka orang tua yang sukses adalah orang tua yang memiliki modal mulat sariro hangroso wani (berani refleksi dan evaluasi diri), maksudnya adalah kemauan mengoreksi diri sendiri. Kalau mereka bersalah harus mengakui diri bahwa mereka bersalah, dan bertekat untuk menjad lebih baik melalui proses belajar.
            Berikutnya adalah bekal tekun, orang tua yang tekun/ sungguh-sungguh dalam mendidik anak akan menuju kesuksesan sebagaimana kata bijak  man jadda wa jadda (barangsiapa yang sungguh-sungguh akan berhasil). Dan yang terakhir, bekal yang merupakan paling vital adalah  bekal taqwa. Orang  tua  yang benar-benar taqwa adalah orang tua unggul, mereka memang layak menjadi orang tua sejati yang sanggup diteladani.
            Demikian  uraian singkat, semoga bermanfaat guna menuju bangsa bermartabat. Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang peduli tentang pendidikan.
       Wallahu a’lam bishshawab