DAFTAR LABELKU (klik saja jangan ragu-ragu)

Jumat, 01 Agustus 2014

Tanpa Pacaran, Akhirnya Menikah, dan Bahagia

 Mengenang masa mudaku, belasan tahun yang lalu. Aku  belum pernah sama sekali mempunyai pacar. Belum pernah juga menyatakan cinta kepada seorang wanita baik lewat lisan maupun lewat surat cinta  Bagiku pacaran, no way!. Jadi aku belum pernah  tahu rasanya seperti apa kalau bertemu   pacar, pergi bersama pacar dll.
Mungkin bagi pembaca berpendapat bahwa hidupku tidak ASYIK. Jangan begitu sobat!. Hidupku lebih asyik dari yang engkau duga. Hidupku penuh liku-liku, terlebih lagi saat ini. Hidupku terasa indah dan membikin bahagia saat-saat dikenang.

Kala itu, masa muda semakin   mendekati akhir, karena kuliahku di  S1 di Pend B. Inggris UNS  hampir kelar.  September 1998  aku diwisuda tanpa didampingi pacar atau calon istri. Aku menyelesaikan  study di semester 9 dengan IPK pas-pasan saja. Pikiranku aku harus segera lulus dan bekerja dengan  penghasilan yang cukup. Aku menghibur diri, biar nilaiku pas-pasan yang penting lulus cepat sesuai rencana, karena aku kuliah dengan 100% biaya sendiri.

Benar memang,  hidupku di usia muda banyak beban pikiran. Bahkan di saat SMA pun aku sudah bekerja.  Aku harus  memikirkan masalah biaya kuliah,  biaya makan dan kos. Itu semua sudah membikin pikiran pusing. Jujur saja aku tidak secerdas, sesabar, dan sekuat yang  kuidealkan, jadi  rasanya untuk meraih prestasi akademik sangat berat. Bisa makan dan bisa sekolah saja sudah Alhamdulillah. Pacaran? bagiku itu tidak mungkin. Aku tidak setuju "Pacaran",  dan aku tidak mau tambah beban dengan  soal "PACAR"..

Sejak kuliah di semester 3 aku sudah menjadi guru  privat Matematika dan b Inggris untuk para siswa SD dan SMP, juga aku memiliki usaha loper koran. Jadi aku punya keyakinan setelah lulus pasti aku akan mudah mencari kerja walau dengan nilai pas-pasan.  Karena aku  sudah memiliki jaringan  kerja dan  peta pekerjaan khususnya di Solo.

Setelah lulus  aku merasa sangat lega. Perasaan yang sungguh belum pernah kurasakan sepanjang hidup.  Beban pikiran tentu semakin berkurang.

Setelah merasa PLONG. Tiba saatnya  aku  menguatkan tekat dan berdoa. "Ya Allah  dua atau tiga tahun lagi, aku ingin  menikah, aku belum pernah punya pacar atau calon istri. Ya Allah karuniakanlah kepadaku seorang istri nantinya istri yang shalihah, istri yang sanggup menjadi istri setia bersedia dalam keikhlasan dalam duka dan bahagia. Dan pasti istriku harus menerima apa adanya aku.

Sebulan setelah wisuda  ibuku sakit. Semua  kakakku sudah sibuk dengan urusannya. Sehingga  tidak maksimal dalam mengurusi ibuku. Karena mereka sudah memiliki anak semua. Bahkan ada di antara kakaku memiliki   sepuluh anak.  Aku yang diandalkan sebagi pengurus ibuku yang sakit.

Tidak hanya berhari-hari, tapi lebih dari dua minggu ibuku sakit. Dan sempat juga dirawat di RSU Solo. Ada salah satu dari kakakku punya ide bahwa aku  sebaiknya dinikahkan supaya ada teman untuk mengurusi ibuku yang sakit. Oh ya kakakku sebagai  guru ngaji memiliki  beberapa murid gadis. 

Di suatu malam kakakku mendekati aku  berbicara banyak  tentang masa depan, keluarga dll. Akhirnya  ujung dari pembicaraannya bahwa bagaimana kalau aku mau menikahi salah satu dari pilihan kakakku yaitu muridnya yang paling baik, paling cantik menurut   ukuran kakakku.

Aku bingung. Belum pernah punya pacar. belum pernah ditawari pacar dan atau calon istri. Eeeh tahu-tahu aku ditawari untuk menikah. Namun, kakakku meyakinkanku  bahwa salah satu yang ditawarkan kepadaku itu orang baik, cantik dan dari keluarga baik-baik,  teman bergaulnya juga orang-orang baik.

Setealah sholat istiharoh, dalam hatiku menjawan"pokoknya nikah saja demi kebaikan keluarga dan kesehatan ibuku".

Singkat cerita. September 1998 aku diwisuda. 25 Desember 1998 aku melangsungkan pernikahan dengan seorang wanita yang belum pernah kukenal sama sekali.

Setelah menikah, beberapa minggu kemudian ibuku  sembuh dari sakitnya. Sampai saat ini pun ibuku sehat wal afiat da jarang sakit. Kini  ibuku usianya sekitar 90 tahun   tinggal dalam satu atap dengan keluargaku dan  keempat anakku.

Hidup kami sekeluarga Insya Allah  hidup yang sakinah, mawadah dan warrahmah.

Menurutku kisahku membawa hikmah,  pertama pacaran cenderung mendekati KEHARAMAN. Untuk bahagia dalam berkeluarga tidak harus melalui jalur pacaran. Kalau  kita ingin tahu siapakah calan suami atau istri cukup dengan investigasi siapakah sebenarnya  sobat dekatnya dan siapa  keluarganya .  Kedua jika kita ingin hidup lebih baik dari pada sebelumnya, kita  butuh pengorbanan, daya tahan, ketabahan,  kekuatan dll. Walau kita  tidak sabaran dan tabah  ya disabar-sabarkan. Walau kita sebenarnya lemah ya pasti harus dikuat-kuatkan. Walau kita miskin ya dinekat-nekatkan supaya semakin baik ekonominya.

Yang terakhir, tentu tepat untuk diriku sendiri. Hidup dengan wajah pas-pasan, fisik pas-pasan, cerdas pas-pasan,  dari keluarga di bawah pas-pasan ternyata membawa jutaan hikmah di kemudian hari. Maksudku, karena  aku merasa serba pas-pasan bahkan kekurangan menjadikan aku harus nekat dan  "NGRUMANGSANI, APA YANG AKAN DIBANGGAKAN". Mau hidup "sing-sing" tentu tidak pantas. Akhirnya, "sing penting urip dan nekat saja".