DAFTAR LABELKU (klik saja jangan ragu-ragu)

Kamis, 06 Februari 2014

Mantera Ajaibku "Sing penting urip, terus nekat sajalah"

Dulu sengsara, sekarang aku bahagia. Ingin tahu kenapa? Modalnya cuma doa dan mantera. "Sing penting urip, terus nekat sajalah". Inilah manteraku dalam mengarungi kehidupan ini. Kenapa aku memiliki mantera kok agak aneh? "sing penting urip terus nekat saja?" Bagiku kata itu pantas untuk orang selemah aku. Tapi walau lemah aku harus menatap masa depan dengan"nekat dan kuat".

Setiap orang punya sejarah sendiri-sendiri. Ada orang yang lahir dari keluarga miskin tapi dianugerahi  oleh Allah swt kecerdasan luar biasa. Ada juga yang dilahirkan dari keluarga kaya  dianugerahi kecerdasan yang luar biasa pula. Tapi kalau aku, ini agak beda. Sudah dilahirkan dari keluarga miskin yang anaknya banyak, ditambah lagi kecerdasan, postur tubuh dan  wajahnya pun  pas-pasan.

Sabar-sabar-sabar. Allah pasti Maha Adil. Tidak mungkin aku PRODUK GAGAL. Pasti Allah swt memilki sekenario hidup yang luar biasa. Walau terus terang saja,  aku di waktu remaja meragukan keadilan Tuhan. Aku pernah mengatakan bahwa "Allah itu tidak adil terutama kepadaku".  Ini mungkin karena aku tercipta dengan  banyak keterbatasan dan kelemahan. Aku sering mengeluh sudah miskin, kurang cerdas wajahpun tidak ganteng juga, maksudku walau aku tidak cacat tapi wajahnya pas-pasan saja.

Masa lalu yang tak terlupakan. Inilah kisah nyata masa lalu sebagai bahan curhatku. Perjalananku yang berliku dari kecil sampai menjadi guru.

Saya dulu tidak hanya miskin tapi sangat miskin. Salah satu penyebab kemiskinan ortuku adalah memiliki banyak anak. Ini bukan bohongan. Pokoknya sejak aku usia SD sampai kuliah, aku bisa merasakan sangat jauh dari kata pas-pasan. Serba kekurangan di berbagai bidang, tidak hanya  untuk kebutuhan makan.

Aku dari kecil memang kurang gizi. Aku  adalah  anak terakhir dari 7 bersaudara kandung. Dilahirkan  dari pasangan petani dan buruh. Kedua ortu tidak mengenyam pendidikan formal. Kala itu ibu melahirkanku di usia mendekati menopause. Sedang  kakak-kakakku sudah memiliki banyak anak. Ada juga kakakku yang memiliki 10 anak. Wajar saja aku " kurang kopen" dan kurang gizi. Kini usia ibuku sekitar 90 tahun.

Di kala SD sampai SMP, aku termasuk paling kecil  alias "bengkring" tubuhnya "memel" alias memelas. Kurang lebih seperti orang Ethiopia saat kelaparan. Karena usia SD ortu sudah tua. Kata orang,  ortuku  pantas menjadi kakek- nenekku. Mereka  kurang peduli mau sekolah ke mana?SMP  atau apa?, karena mereka tidak mampu membiayaiku. Ortuku menyerahkan kepada kakakku.

Namun, kakakku laki-laki ada satu yang belum menikah sanggup membiayaiku untuk melanjutkan ke SMP. Akhirnya aku sekolah di SMP paling favorit di kota kecilku SMPN1 Baturetno Wonogiri. Oh ya, saat aku di kelas satu SMP prestasiku hancur karena tidak pernah belajar. Sudah tidak cerdas malas belajar.  Aku masih ingat aku pernah di rangking 20.

Sungguh malu aku. Sudah miskin bodoh lagi. Di suatu saat bulan ramadlan setelah kenaikan kelas ke kelas 2 aku diajak  ikut semacam training spiritual di Solo. Luar biasa hasilnya! Sangat beda, Aku yang merasa  tidak cerdas dan memang kenyataanya begitu. Setelah pulang ke  Baturetno, aku  sangat bersemangat dalam belajar dan beribadah. Ternyata motivasi spiritual di Solo  sangat membawa efek positif.

Aku berubah  total, aku menjadi remaja yang sangat rajin. Hasilnya aku mendapat juara 2 di saat kelas 2. Sampai di kelas 3 aku termasuk berprestasi karena sangat rajin dalam belajar. Aku sadar kok kalau nilaiku lumayan karena nekat sekali dalam belajar. Bahkan, ketika aku menggembala kambing banyak buku yang kubawa dan kubaca.

"Sabar sik, aku tidak punya biaya untuk meneruskan ke SMA, kamu berhenti saja setahun dulu. Uangku untuk nyaur utang,  karena keluarga kita baru kena musibah". Itulah kurang lebih kata-kata kakakku yang membiayaiku selama di SMP.  Memang  keluargaku miskin, masih ditambah lagi kakaku (yang menjadi sopir) sakit berbulan-bulan di rumah sakit,  karena tabrakan. Sudah miskin semakin miskin, terjatuh dan tertimpa  tangga beserta  temboknya.

Setahun berlalu. Janji kakaku tidak ditepati, karena kondisi ekonomi belum juga membaik. Aku akhirnya tidak  langsung bersekolah  ke SMA seperti harapanku. Aku diajak merantau ke Solo. Akhirnya aku cuma dikursuskan di bengkel/ reparasi radio TV. Padahal aku tidak begitu merasa berbakat dan berminat dibidang teknik. Namun, aku juga pernah dipercaya menjadi teknisi oleh pengusaha Cina dalam pembuatan interkom saat itu. 

Aku masih menyimpan dendam positif. Aku bertekat aku harus sekolah. Singkat cerita aku menjadi penjual koran dan loper koran sambil sekolah di salah satu SMA suasta favorite di Solo, tepatnya SMA MTA1 Surakarta. Sebelum subuh aku sudah trbiasa bangun, lalu keliling kota Solo. Sampai di asrama sekitar pukul 6.45. Ooh ya ketika di SMA aku tinggal di asrama gratis, tapi kalau untuk makan tentu harus usaha sendiri.  Hasil pendapatan dari koran sudah terlampau cukup untuk membayar SPP. Jadi dari mendaftar sekolah sampai lulus SMA aku  belum pernah minta uang ke orang tua atau kakakku. Bukan ortuku kikir. Memang mereka hidup dalam kemiskinan.

Oh ya aku ditempatkan dijurusan A1 (atau ipa fisika) ketika SMA. Walau aku tidak begitu berbakat dibidang ilmu pasti, tapi aku nekat dan yakin pasti bisa mengikuti. Walau nilai pas-pasan, nilaiku tak  begitu jelek dalam bidang ilmu exact. Mungkin salah satu penyebabnya aku pelajar yang paling sibuk. Bahkan samapi mandi  pagi  pun cuma kadang-kadang. Setelah loper koran langsung  ke sekolah.

Setelah lulus aku ingin kuliah. Aku sudah menabung. Terkumpul sekitar 150 ribu. Kata temanku untuk membayar kuliah pertama di PTN sekitar 200 ribu cukup. Tapi aku memastikan diri harus diterima di PTN. Nekat saja  aku mendaftar lewat jalur UMPTN dengan uang sendiri pasti bisa. EEEEh ! aku lolos UMPTN, aku diterima di jurusan Pend Bahasa Inggris UNS Solo.Aku juga mendaftar di PGSD UNS juga diterima.

Singkat cerita aku kuliah di FKIP pend B Inggris. Aku sempoyongan kuliah sambil kerja, prestasi sangat pas-pasan. Alhamdulillah Dosenku  (yang terhormat  Ibu Dra,Dewi R, M Ed. Phd)  tahu beban hidupku. Kuliah cari makan sendiri, biaya SPP sendiri  sangat berat.  Beliau membantuku  mencarikan bea siswa TID/ Ikatan Dinas. Alhamdulillah aku menerima  bea siswa TID. Kupastikan aku harus cepat lulus walau IPK jauh dari ideal. Karena  masa depanku sudah menjanjikan: setelah lulus pasti sbg guru PNS.

Tahun 1998 aku lulus dari FKIP B Inggris dengan nilai pas-pasan. Namun aku bangga juga karena selama kuliah aku  belum pernah minta uang kepada ortuku dan kakak2ku. Aku tercatat sebagi daftarpenerima TID terakhir yang diakui dan tahun 2000 aku ditempatkan di SMAN 1 Girimarto.

Alhamdulllah. manteraku " SING PENTING URIP DAN NEKAT SAJA" membawa pembelajaran positif. Mohon maaf bagi pembaca.  Ini cuma curhat menulis dan NEKAT  MENULIS.

CERITANYA MASIH  AKAN  BERLANJUT................... Akhirnya bisa juga aku kuliah di S2 Pend bhs Inggris UNS......

Haaaaaa,hhhaaaaa dulu sengsara sekarang bahagiaaa. Alhamdulillah.