DAFTAR LABELKU (klik saja jangan ragu-ragu)

Senin, 23 Juni 2014

Pengalaman Pertamaku Mengurusi Mayat

Agak takut! Itu awalnya. Setelahnya... biasa saja. Pengalamanku di hari Minggu kemarin masih terasa nyata di depan mata. Mungkin pembaca bertanya-tanya ada  apa to?

Ya,  ini beneran. Ini pengalaman pertama kali aku mengangkat, memandikan dan sampai mensholatkan jenazah. Jenazah  dari almarhun bp Suparman.  Dia adalah  tetangga dekatku. 

Sebetulnya  orang-orang terdekatku juga sudah meninggal,  tapi kebetulan yang mengurusi  jenazahnya bukan aku. Aku cuma kebagian mensholatkannya.

Ketika  ayahku  meninggal di usia 95 th, saat aku datang ternyata sudah dimandikan. Yang kedua anakku tercinta Lili Khoirul Amaliah meninggal di usia 10 tahun. Jenazahnya dimandikan istriku sendiri .  Saat menulis  ini aku menangis teringat orang-orang terdekatku sudah menghadap kepadaNya. Istriku ternyata kuat, dan bersedia memandikan sendiri putri tercintanya. 

Kemarin, tetangga dekatku Alm. Bp Suparman meninggal di usia 80 thn, karena penyakit komplikasi akut. P. Man kebetulan tidak dikaruniai putra sama sekali. Sedangkan saudaranya empat  sudah meninggal, juga tidak punya putra sama sekali. Maka pak Man tidak punya keponakan. Pak Man  hampir tidak memiliki saudara dekat. Tapi dia memiliki  dua anak  angkat,  satu putra dan  satu putri.

Putra angkat   pak Man yang pertama termasuk  anak yang kurang tahu  baik budi  dan kurang berbakti. Dia jarang sekali menjenguk pak Man. Padahal  pak   Man  sering sakit-sakitan.  Waktu pak Man masih muda, dai  telah membiayai  sekolah dan menikahkannya. Ternyata putra angkatnya tidak peduli dengan jasa pak Man.

Waktu jenazah p Man harus diurus, putranya belum datang. baru setelah akan diberangkatkan, dia baru nongol.

Sudah terdengar adzan dluhur, jenazah belum dimandikan. Sesepuh kampung tengak-tengok, ternyata  baru sedikit para bapak. Dan cuma segelintir orang yang siap menjadi sukarelawan dalam  mengurusi jenazah. Alasan malas dalam mengurusi jenazah tentu bervariasi ada yang belum biasa, tidak tahu ilmunya, jijik, takut dll.  Kalau ibu-ibu lumayan banyak, namun jenazah dari seorang bapak seharusnya dimandikan oleh bapak-bapak juga.

"Maskatno bagian yang mangku jenazah ya? Sesepuh kampung menanyaiku.
"Aduuh aku belum pernah mangku jenazah itu pak!" ... "begini saja Pak! Aku yang  menuangkan air dan membersihkan saja ya pak ? Kujawab mantap, padahal aku belum pernah  sama sekali menggosok-gosok mayat.

Bismilah kujalani dengan mantap, aku teringat suatu saat aku juga akan seperti ini. Inilah amal baktiku sebagai teangga dekat.

Awalnya memang akak grogi. Karena dorongan keimanan kepada Allah, aku rela berkurban. Sehingga dengan mantap kugosok-gosok mayat dengan  tangan kosong yang kuberi sabun dari ujung rambut sampai ujung kaki. Alhamdulillah aku kuat, semangat sampai  akhirnya aku mengeringkan dengan handuk. Alhamdulillah aku mampu.

Aku semakin termotivasi, bahwa suatu saat nanti aku mampu dan bersedia  menjadi relawan  dalam mengurusi jenazah. Sekali lagi motivasi pahala menjadikan aku kuat.

Ternyata, memang awalnya harus rela memaksakan diri kini aku semakin berani. Terus terang  kemauan dalam memandikan   jenasah untuk yang bukan  ikatan saudara menjadikan "iren-irenan".

Mayat setelah selesai dimandikan, aku  bersama tiga bapak-bapak  mengangkatnya di atas kain kafan yang telah disediakan.

Setelah dikafani, aku pulang sebentar untuk berganti baju  yang basah dan sholat dluhur dulu.

 "Sudah disholatkan belum jenazahnya?
"Belum mas!"

EEeh ternyata, setelah kutinggal pulang belum ada yang mensholatkan. Jadi kami adalah giliran pertama dalam mensholatkannya.

"Ini kesempatan kita mendapat pahala,  setelah sholat dluhur ayo kita bersama mensholatkan  alm pak Man." Aku menagajak istri dan kedua anakku.

Alhamdulillah aku, istri , kedua anakku yang masih belum baligh dan dua pelayat mensholatkan jenazah. Ya Allah berilah kami khusnul khotimah!