DAFTAR LABELKU (klik saja jangan ragu-ragu)

Senin, 18 Juni 2012


Si Gadis Penjual Gorengan
Karya L.Ikhlasul Amaliah (12th) binti MasKatnoGiri
            Pagi ini sangat cerah, matahari baru saja muncul dari singgasananya. Rencananya di pagi yang cerah ini aku akan membuat kue, dan kue itu akan kubawakan khusus untuk eyang tercintaku, sore nanti. Dan aku pun mulai bersiap-siap untuk membuat kue. “Bun, kita siap-siap buat kue, yuk!”seruku pada bunda yang sedang memasak nasi goreng, “yuk, tapi siapin dulu bahan-bahannya” ucap bunda yang masih sibuk. “Ya, deh tapi, apa aja sih bahan-bahannya?” tanyaku pada bunda. Setelah bunda menjelaskan semua bahan-bahannya aku pun mulai mencatatnya dan akan membelanjakannya bersama Kak Arka, kakakku.               Dan aku pun menghampiri Kak Arka yang sedang bersantai ria di balkon rumah. “Kak anterin aku ke Cake’s yuk!” ajakku pada Kak Arka. “Kesana mau ngapain?” tanya Kak Arka. “Ya mau beli, bahan-bahan kue lah, emang kesana mau beli apa, beli buku? Norak banget nama tokonya aja Cake’s” kataku kesal karena Kak Arka mempermainkan kata-kataku. “Gitu aja marah, ya udah deh, yuk”seru Kak Arka. Dan setelah itu aku dan Kak Arka pergi ke toko kue Cake’s, lalu aku pun berbelanja bahan-bahan kue di sana.                   Beberapa waktu berlalu, aku sudah siap dengan belanjaanku, lalu aku pun pulang dan mulai membuat kue. “Bahan-bahannya udah siap nih Bun, kita buat kuenya sekarang aja, Kiela udah enggak sabar” ajakku pada bunda, “Iya, yuk, eh, Kakak bantuin juga lho, nanti kalau nggak bantuin nggak dikasih kue” ajak bunda pada Kak Arka, “ya, deh” kata Kak Arka kurang bersemangat. 40 menit berlalu, kami pun selesai membuat adonan kue dan adonan kue pun siap untuk dimasukkan ke oven. “Adonan kuenya udah siap nih, Kiela masukin ke oven ya, bun” tanyaku pada bunda seraya memakai kaos tangan. “Masukin aja,tapi hati-hati ya, puter pengatur waktunya 35 menit aja” jelas bunda. “Beres, deh” kataku dengan mantap.
                        35 menit berlalu..........
“Yes, kuenya udah matang” sorakku bersemangat. Dan kue itu memang sudah matang, aku dan bunda pun mulai menghiasnya. “Wah, kuenya cantik ya, Kak?” tanyaku pada Kak Arka, “hmm.........” jawab Kak Arka singkat. “Eh, bun katanya mau ke rumah eyang, jadi enggak, sih?” tanyaku pada bunda, “jadi, dong” jawab bunda, “Kalau jadi, kiela mau ganti baju dulu ah” aku mulai berjalan menuju kamar. Setelah beberapa lama aku, ayah, bunda dan Kak Arka pun siap untuk pergi ke rumah eyang.
                   Setelah sampai di rumah eyang..........
“Assalamualaikum” salam kami, “Waalaikumsalam, eh, cucu-cucu eyang udah pada gede nih,ya?” tanya eyang sembari meletakkan sapu di lantai, “iya dong eyang, masak dari dulu kecil terus” jawabku sambil mencium punggung tangan eyang. Setelah kami berbincang-bincang, kami pun mulai duduk di serambi rumah eyang.
      Tiba-tiba..........{ada suara penjual gorengan}
            Gorengan............gorengan, pastel, tahu isi, bakwan, tempe mendohan.“Eh, ada gorengan tuh, kalian mau enggak?, gorengannya enak, lho” eyang menawarkan gorengan. “Mau, dong eyang” Kak Arka menerima tawaran eyang. “Tapi eyang, kalau yang jual anak kecil sih, nggak meyakinkan” ucapku sembari melirik anak penjual gorengan itu memasuki gang rumah eyang”. “Eits, jangan salah, walaupun yang jual anak kecil tapi, rasanya nggak kalah enaknya tuh, sama yang dijual di restoran-restoran” jelas eyang panjang-lebar. “Ih, eyang bisa aja” tanggapku pada perkataan eyang yang terlalu berlebihan.
            Dan anak itu pun mulai mendekati rumah eyang. “Isri........Isri eyang mau beli gorengannya” panggil eyang pada anak yang sepertinya bernama Isri itu. “Iya, eyang” Isri mulai menurunkan dagangannya. “Isri, eyang mau beli 10 ribu” ujar eyang. “Belinya apa aja eyang?” tanya Isri pada eyang. “Eyang mau dikomplitin aja, deh” jawab eyang.                         Sambil menunggu eyang mengambil uang, aku pun me-mulai pembicaraan pada Isri. “Eh, dik, kamu kok jualan, emang ayah sama ibu kamu kemana?” tanyaku pada Isri penasaran. “Ayah saya sudah meninggal 2tahun lalu, karena sakit jantung, dan ibu saya sakit-sakitan di rumah, ibu saya hanya bisa berbaring di tempat tidur, karena, ibu saya lumpuh, tapi, kata orang-orang, ibu saya itu, masih punya penyakit lain, jadi saya yang harus jual gorengan” jawab Isri miris. “Ya Allah, jadi kalau kamu sekolah, gimana?” tanyaku pada Isri lagi. “saya sekolah seperti anak-anak sekolah biasa tapi, bedannya kadang kalau tugas dari bu guru sudah selesai saya pulang lebih dulu dari teman-teman karena,saya harus menggoreng gorengan dan harus masak dulu buat ibu” jelas Isri panjang-lebar. “O...oo....” anggukku sesaat.
            Sekarang aku tahu, kita itu harus bersyukur atas apa yang udah dikasih sama Allah, kita nggak boleh kufur sama harta, justru, kita harus bersyukur karena kita udah dikasih kecukupan sama Allah azza’ wajalla, karena masih banyak orang yang kurang berkecukupan, namun tidak menyesali takdirnya. “Isri, ibu kamu sakitnya udah agak mendingan, belum?” tanya eyang sambil menyerahkan dua lembar lima ribuan pada Isri. “Belum eyang, malahan, sakitnya tambah parah” jawab Isri enteng namun, sambil terisak-isak. “Kalau gitu, ibu kamu dibawa ke rumah sakit aja, nanti biar eyang aja deh, yang ngurus administrasinya” eyang menawarkan pada Isri. “Nggak usah repot-repot eyang, nanti kalau Allah menghendaki, pasti ibu bisa sembuh” tolak Isri. “Eyang enggak merasa repot, kok” eyang berkata, untuk meyakinkan Isri agar mau menerima tawarannya. “Ya udah,deh” akhirnya Isri pun mau. “Eh, kapan bawa ibu kamu ke rumah sakit sekarang aja,ya?” tanya eyang pada Isri. “Sekarang juga boleh, eyang” Isri mulai memasukkan gorengannya ke nampan, lalu dia pun pamit pulang dan eyang mengikutinya dari belakang {karena, eyang akan membawa ibu Isri ke rumah sakit}, eh satu lagi, aku juga ikut lho.
            Tapi setelah kami tiba di rumah Isri, tiba-tiba Isri meneteskan air mata. “Isri, kamu kenapa?” tanyaku pada Isri. “Hiks..eyang hiks..ibu hiks..Isri hiks..bangunin hiks..ibu hiks.. tapi hiks..ibu hiks.. nggak ada hiks..respon hiks..hiks” jawab Isri sambil menahan tangis. “Coba dulu pegang urat nadinya!” ujar eyang panik. “Iya, eyang” Isri mulai memegang tangan ibunya. “Urat nadinya bergetar?” tanya eyang. “Enggak, urat nadinya nggak bergetar, diam eyang” jawab Isri sambil menyeka air matanya. “Ya udah, cepat bawa ke rumah sakit terdekat!” suruh eyang pada Mang Adit, sopir pribadi eyang, yang juga adik dari ibunya Isri. “Siap,nyonya” Mang Adit mulai membawa ibu Isri ke mobil, untuk dibawa menuju rumah sakit.
                        Setelah tiba di rumah sakit.................
“Dok, cepat bawa ibu ini ke ruang UGD, keadaannya sudah sangat kritis” suruh eyang pada dokter. “Iya,iya Bu” dokter itu pun menyuruh suster untuk menyiapkan tempat tidur dorong untuk ibu Isri. 1jam berlalu, Isri masih saja belum bisa membendung air matanya, dia masih saja memfikirkan nasib ibunya. “Eyang, Isri kasihan, ya?” kataku pada eyang, untuk mengubah suasana haru ini. “Iya, makanya kamu harus bersyukur sama Allah, karena orang tua kamu masih lengkap” eyang menasehatiku. “Iya eyang, eh gimana kalau Isri diangkat jadi cucu eyang, maksudnya, adik Kiela gitu, ya eyang, ya?” bujukku pada eyang. “Kamu harus tanya bunda sama ayah kamu dulu, dong” jelas eyang. “Ya udah, deh Kiela mau telfon bunda dulu” aku mulai mengambil handphone di tas selempang kecilku.
            45 menit berlalu............
“Bunda..........” panggilku pada bunda yang baru saja tiba di rumah sakit.“Dik Kiel, ruang perawatan ibunya Isri dimana, sih?” tanya bunda padaku. “Di situ lho, bun” tunjukku pada satu ruangan yang di depannya tertulis UGD.
            “Mah,emang ibunya Isri sakit apa,sih?” tanya bunda pada eyang. “Kayaknya sakit lumpuh, tapi kata orang-orang masih punya penyakit lagi, selain lumpuh, eh, Nis, tadi sebelum ibunya Isri dibawa ke rumah sakit, di rumah thu dia udah kritis banget kita semua panik karena,urat nadinya nggak bisa bergetar, hmmmm gimana kalau Isri kamu angkat jadi anak kamu?” usul eyang. “Boleh juga mah, tapi Nisa harus tanya dulu sama ayahnya anak-anak” bunda menerima usul eyang. “Yaaa.....” eyang kurang puas.
            45 menit berlalu, dokter pun keluar dari ruang UGD, tempat perawatan ibunya Isri.
“Dok, gimana keadaan ibu saya” tanya Isri pada dokter yang cantik itu. “Sebelumnya, kami minta maaf jikalau perawatan disini kurang memuaskan, tapi dengan berat hati saya menyatakan bahwa ibu Saltun Munawaroh telah meninggal dunia” jelas dokter. “Nggak mungkin dok, ibu nggak mungkin meninggal dok, pasti dokter salah orang, ibu nggak mungkin meninggal dok, hiks..hiks” Isri menangis histeris. “Isri ini beneran, kamu nggak boleh nyalahin kehendak dari Allah” peluk bunda erat.
                        Besok harinya.........
“Yah, kita harus berbela sungkawa ke rumah Isri, nih” ajak bunda pada ayah yang masih sibuk. “Iya, eh bun gimana kalau kita angkat Isri jadi anak kita?” usul ayah. “Baru aja bunda mau tanya, ayah udah tanya duluan, boleh, yah” bunda pun setuju.
Setelah tiba di rumah Isri...........
“Isri, kita turut berbela sungkawa, ya” ujarku pada Isri yang masih saja sedih. “Hiks makasih ya hiks..kak” ucap Isri.
            “Isri, Isri mau nggak tinggal di rumah tante, Isri nanti jadi adiknya Kak Kiela sama Kak Arka” kata bunda lembut. “Mau Tante” Isri bersedia.                                                    
            Setelah kejadian itu, Isri tinggal di rumahku dan dia menjadi adik angkatku dan kita bahagia, selalu bersama, selamanya.


Biodata Penulis :
Nama    : Lucky Ikhlasul Amaliah
No.Hp   : 085 642 463 449
Alamat  :  Nglawu, Rt 04, Rw 02, Telukan, Grogol,Sukoharjo Kode pos 57552, Solo, Jawa Tengah
Sekolah : SDIT Darul Falah
Kls         : VI