Beberapa Kesalahan Umum dalam
Penulisan Karya Ilmiah
BEBERAPA KESALAHAN UMUM DALAM
PENULISAN KARYA ILMIAH
Parlindungan pardede
Pendahuluan
As a skill, scientific writing
needs practices to master. During the practices, one’s own and other people’s
mistakes are very helpful guides in order not to commit similar mistakes. This
article deals with some common mistakes identified in the works of some
university students, including essays, reports, and “skripsi”. The mistakes
cover the areas of how to write effective paragraphs, how to make clear writing,
how to quote from various sources, and how to write reference list. By
recognizing the errors, readers will hopefully be able to produce better
scientific writings.
Keywords: karya-ilmiah, makalah, struktur,
proses penulisan
Pendahuluan
Ada satu kecenderungan buruk di dunia pendidikan,
yaitu menganggap kesalahan sebagi sesuatu yang buruk dan harus dihindari.
Selama dua puluh dua tahun pertama dalam hidupnya, setiap orang diajarkan bahwa
kesalahan adalah hal yang memalukan dan harus dihindari. Padahal, kesalahan
sebenarnya merupakan pedoman untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Winston Churchil, mantan Perdana Mentri Inggris, pernah berkata: “All men make
mistakes, but only wise men learn from their mistakes.” Pernyataan ini
mengungkapkan bahwa kesalahan merupakan kesempatan untuk membuat sesuatu yang
lebih baik. James Joyce, penulis kenamaan Irlandia, menegaskan: “Mistakes are
the portals of discovery.” Jadi, semakin banyak kesalahan yang bisa
diidentifikasi seseorang (termasuk kesalahan orang lain) semakin banyak dia
belajar dan semakin besar pula kesempatan baginya membuat sesuatu yang lebih
berkualitas pada kesempatan berikutnya.
Paradigma bahwa kesalahan adalah pedoman untuk
melakukan sesuatu lebih baik ini sangat bermanfaat untuk diterapkan dalam
penulisan karya ilmiah. Berdasarkan pengalaman penulis dalam membimbing
penulisan makalah, artikel, dan skripsi oleh mahasiswa dan dalam mengedit
tulisan ilmiah, terdapat empat kelompok kesalahan yang sering dilakukan para
penulis (pemula): bagaimana membuat alinea yang efektif, bagaimana membuat
tulisan mudah dipahami, bagaimana cara mengutip dengan benar, dan bagaimana
cara menuliskan referensi. Diharapkan, pemahaman kita akan keempat macam
kesalahan tersebut akan memampukan kita menghasilkan karya ilmiah yang lebih
baik.
A. Alinea Yang Efektif
Pada dasarnya setiap karya tulis merupakan sekumpulan
alinea yang membahas suatu permasalahan. Oleh karena itu, kemampuan menulis
alinea yang baik adalah persyaratan yang sangat penting dalam menulis karya
ilmiah. Berikut ini merupakan konsep-konsep mendasar yang perlu dikuasai dalam
rangka mengembangkan kemampuan menulis alinea yang efektif.
Alinea pada hakikatnya merupakan perpaduan sekelompok
kalimat yang membahas satu ide pokok. Seluruh kalimat itu harus memiliki
hubungan logis. Kalimat yang tidak berhubungan logis (atau tidak relevan dengan
ide) pokok harus dihapus dari alinea. Kalimat yang bersifat pengulangan juga
harus dihilangkan.
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan tentang
alinea adalah: Berapa jumlah kalimat yang diperlukan untuk membuat sebuah
alinea? Tidak ada jawaban yang pasti untuk pertanyaan ini. Yang perlu
dipedomani adalah bahwa sebuah alinea tidak boleh terlalu pendek sehingga ide
pokoknya tidak dikembangkan secara memadai, atau terlalu panjang sehingga ide
pokoknya berkembang sangat luas hingga perlu dikembangkan dalam beberapa alinea
terpisah.
Dilihat dari fungsinya, kalimat-kalimat pembangun
sebuah alinea dapat dibedakan ke dalam tiga jenis: kalimat topik, kalimat
pendukung, dan kalimat kesimpulan. Kalimat topik berfungsi menyatakan ide pokok
atau mengungkapkan apa yang akan dibahas dalam alinea tersebut. Kalimat
pendukung berfungsi menghadirkan bukti, fakta, argumen, atau penjelasan lain
untuk memperjelas ide pokok. Sedangkan kalimat kesimpulan digunakan untuk
merangkum isi alinea atau menunjukkan transisi ke alinea berikutnya. Tidak
semua alinea membutuhkan kalimat kesimpulan. Oleh karena itu, jenis kalimat
yang harus ada dalam sebuah alinea adalah kalimat topik dan pendukung. Tampilan
sebuah alinea dapat digambarkan seperti dalam gambar 2 berikut.
Gambar 1:
Tampilan Sebuah Alinea
(Kalimat
topik) ………………………………………………………………………………………………………………(Kalimat pendukung)
…………………………………………………(Kalimat pendukung) ………………………………………………………………………………(Kalimat
pendukung) ……………………………………………………………………………………… (Kalimat pendukung)
……………………………………………………………………(Kalimat kesimpulan).………………………………………………………………………………
|
1. Kalimat
Topik
Dalam tulisan ilmiah, kalimat topik dapat ditempatkan
di awal atau di akhir alinea, tergantung pola berpikir yang digunakan. Jika
penulis menggunakan pola berpikir deduktif, kalimat topik diposisikan di awal
alinea, jika induktif, di akhir. Untuk penulis pemula, menempatkan kalimat
topik di awal alinea lebih disarankan, karena mendukung suatu ide yang lebih
umum dengan menghadirkan detil-detil yang spesifik (deduktif) biasanya lebih
mudah dilakukan daripada menyimpulkan beberapa detil spesifik menjadi
sebuah ide yang lebih umum.
Selain itu, perlu diingat bahwa setiap kalimat topik
harus mengandung tiga unsur: subjek, verba, dan ide pengendali (controlling
idea). Subjek dalam kalimat topik berperan sebagai topik alinea, sedangkan
ide pengendali merupakan sebuah kata atau frasa yang mengendalikan
informasi-informasi dalam kalimat-kalimat lain dalam alinea tersebut. Subjek
bisa diletakkan di awal kalimat topik (sebelum verba) atau di akhir (sesudah
verba). Lihat contoh 1 berikut.
Contoh 1
- Karya ilmiah memiliki empat ciri khas.
S
V IP
- Terdapat empat ciri khas yang dimiliki oleh karya ilmiah.
IP
V
S
Berdasarkan penjelasan dia atas, terungkap bahwa bahwa
sebuah kalimat topik harus memenuhi tiga persyaratan. Pertama, kalimat topik
harus berbentuk kalimat lengkap (complete). Dalam kalimat itu harus
terdapat unsur subjek, predikat, dan objek (ide pengendali). Kedua, cakupan ide
pengendali harus terbatas (limited), dalam arti tidak lebih dari satu
ide karena sebuah alinea hanya dapat membahas sebuah ide secara tuntas. Ketiga,
ide pengendali harus spesifik (specific). Hal ini berarti ide tersebut
harus relevan dan secara langsung berhubungan dengan topik.
Untuk memahami ketiga persyaratan kalimat topik ini secara
lebih jelas, lihat contoh-contoh dan penjelasan dalam contoh 2 berikut.
Contoh 2
1.a.
|
Kemampuan
menulis yang baik
|
1.b.
|
Kemampuan
menulis yang baik memberikan banyak keuntungan.
|
2.a.
|
Pulau Bali
terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah.
|
2.b.
|
Pulau Bali
terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah dan penduduknya yang ramah.
|
3.a.
|
Kenaikan
harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius.
|
3.b.
|
Kenaikan
harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius bagi kalangan
berpenghasilan rendah.
|
Kalimat (1.a.) di atas bukan kalimat topik yang baik
karena tidak memiliki unsur subyek, verba, dan ide pengendali. Sedangkan
kalimat (1.b.) adalah kalimat topik yang baik karena adanya unsur subyek,
verba, dan ide pengendali. Kalimat (2.a.) merupakan kalimat topik yang baik
karena ide pengendalinya hanya satu, yakni “berbagai pemandangan yang indah”.
Kalimat (2.a.) bukan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya lebih
dari satu. Kalimat (3.a.) bukan merupakan kalimat topik yang baik karena ide
pengendalinya tidak spesifik—bagi siapa masalah yang serius tersebut timbul?
Kalimat (3.b.) merupakan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya secara
spesifik menyatakan masalah yang serius tersebut dialami kalangan
berpenghasilan rendah.
2.
Kalimat Pendukung
Kalimat pendukung dibedakan ke dalam dua jenis.
Pertama, kalimat pendukung mayor, yaitu kalimat-kalimat yang secara langsung
digunakan untuk menjelaskan ide pokok dalam yang dinyatakan dalam kalimat
topik. Penjelasan tersebut bisa dilakukan dengan cara menghadirkan bukti,
fakta, argumen, kutipan atau penjelasan lain. Kedua, kalimat pendukung minor,
yaitu kalimat-kalimat yang fungsinya memberikan keterangan yang lebih
terperinci terhadap penjelasan dalam suatu kalimat pendukung mayor. Keberadaan
satu atau lebih kalimat pendukung mayor dalam sebuah alinea adalah keharusan.
Sedangkan keberadaan kalimat pendukung minor sangat tergantung pada apakah
penjelasan dalam suatu kalimat pendukung mayor masih perlu diberikan penjelasan
yang lebih terperinci atau tidak. Dengan kata lain, tidak semua alinea
memiliki kalimat pendukung minor. Lihat contoh 3 berikut.
Contoh 3
(1) Penggunaan bahasa sebagai media komunikasi telah
menjalani empat tahapan evolusi yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan
manusia. (2) Penelitian antropologis mengungkapkan bahasa mulai dikembangkan
masyarakat manusia sebagai sarana komunikasi antar individu dalam kelompok
kecil sekitar 200.000 tahun lalu (Gianella dan Hopkins, 2006: 12). (3) Pada
waktu itu, bahasa digunakan hanya untuk berbagi informasi dan perasaan mengenai
kehidupan sehari-hari. (4) Sekitar tahun 30.000 sebelum masehi, kebutuhan untuk
berkomunikasi dengan individu lain dari kelompok dan generasi berbeda
mendorong manusia menciptakan bahasa tertulis. (5) Petroglif, piktogram, dan
ideogram di dinding gua, seperti Chauvet Cave di Prancis Selatan, adalah contoh
upaya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan kelompok dan generasi
berbeda (Moore, 2005: 20). (6) Perkembangan ini kemudian diikuti oleh penemuan
sistem tulisan sekitar 4000 tahun SM, yang memungkinkan pendokumentasian
peristiwa dan data dalam bentuk yang lebih permanen. (7) Perkembangan teknologi
informasi, yang dimulai dengan penemuan telegraf pada tahun 1837, telefon
(1871), dan internet pada abad ke-20 membuat komunikasi dengan bahasa dapat
dilakukan tanpa batasan ruang dan waktu.
Dalam alinea di atas, kalimat (1) adalah kalimat topik
(KT). Kalimat (2) merupakan kalimat pendukung mayor pertama (KPM1) yang secara
langsung menjelaskan tahapan evolusi bahasa sebagai media komunikasi dengan
menghadirkan tahapan awal perkembangan bahasa. Kalimat (3) adalah kalimat
pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan lebih detil kepada informasi
dalam KPM1. Kalimat (4) merupakan kalimat pendukung mayor kedua (KPM2) yang
secara langsung menjelaskan tahapan kedua evolusi bahasa. Kalimat (5) adalah
kalimat pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan lebih detil kepada
informasi dalam KPM2. Kalimat (6) merupakan kalimat pendukung mayor ketiga
(KPM3) yang secara langsung menjelaskan tahapan ketiga evolusi bahasa. Kalimat
(6) merupakan kalimat pendukung mayor keempat (KPM4) yang secara langsung
menjelaskan tahapan keempat evolusi bahasa.
Hubungan antara kalimat topik (KT) dan kalimat-kalimat
pendukung mayor (KPM) serta kalimat-kalimat pendukung minor dalam alinea contoh
di atas dapat digambarkan dalam grafik di sebelah kanan ini.
3.
Kalimat Kesimpulan
Pada bagian akhir berbagai alinea penulis juga bisa
meletakkan kalimat kesimpulan, yakni kalimat yang merangkum informasi pada
kalimat-kalimat sebelumnya atau menarik kesimpulan berdasarkan informasi
tersebut. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kalimat kesimpulan merupakan
penegasan ide pokok yang dinyatakan dalam kalimat topik. Lihat contoh 4
berikut.
Contoh 4
(1) Masyarakat Indonesia menjadikan Universitas
Kristen Indonesia (UKI) sebagai pilihan pertama untuk menimba ilmu karena
beberapa alasan. (2) Pertama, UKI merupakan salah satu universitas tertua di
Indonesia yang berpengalaman mengelola pendidikan tinggi dalam rangka
menghasilkan lulusan berkualitas. (3) Survai terhadap 5678 alumni yang
dilaksanakan baru-baru ini mengungkapkan 95% responden tidak mengalami
kesulitan memperoleh kerja atau menerapkan ilmu yang diperolehnya selama kuliah
di UKI untuk berwiraswasta. (4) Selain itu, kampus UKI terletak di salah satu
lokasi paling strategis di Indonesia. (5) Hal ini membuat mahasiswa tidak mengalami
kesulitan mencapai kampus. (6) Ketiga, dosen-dosen di UKI berkualitas tinggi
dan memiliki jiwa kepelayanan yang tinggi. (7) Ketiga faktor diatas mendorong
masyarakat menjadikan UKI pilihan utama untuk kuliah.
Dalam alinea di atas, kalimat (7) adalah kalimat
kesimpulan (KK). Kalimat ini merangkum informasi yang tersaji pada kalimat (2)
hingga kalimat (6). KK ini juga mengungkapkan ide pokok yang telah dinyatakan
di kalimat topik, meskipun dengan cara yang tidak sama persis.
Selain penggunaan kalimat topik, pendukung dan
kesimpulan yang tepat, sebuah alinea juga harus memenuhi unsur koherensi (coherence)
dan kohesi. Yang dimaksud dengan koherensi adalah kesatuan isi atau kepaduan
maksud. Koherensi tercipta bila seluruh kalimat pendukung membahas hanya satu
hal, yakni topik, dan jika peristiwa, waktu, ruang, dan proses diurutkan secara
logis. Kohesi mengandung arti hubungan yang erat; perpaduan yang kokoh dan
kohesif berarti padu. Kohesi alinea tercipta bila seluruh kalimat yang
membangunnya dipadu dengan erat dan kokoh dengan menggunakan konjungsi,
pronominal, repetisi, sinonim, hiponim, paralelisme, dan elipsasi dengan tepat.
B. Membuat
Tulisan yang Mudah Dipahami
Tujuan utama pembuatan setiap karya tulis, termasuk
karya ilmiah, adalah mengkomunikasikan informasi, ide, atau konsep kepada
pembaca agar dapat dipahami, dimanfaatkan, dan dikembangkan. Akan tetapi, ada
“sekelompok” tertentu yang cenderung menganggap bahwa tolok ukur keilmiahan
sebuah tulisan adalah kerumitan tulisan itu: semakin sulit, semakin ilmiah.
Bagi mereka, moto ”Kalau bisa ditulis secara rumit mengapa harus dibuat
sederhana?” terkesan lebih pas daripada antitesisnya, “Kalau bisa ditulis
sederhana, jangan dibuat rumit.” Padahal, keilmiahan sebuah karya tulis pada
hakikatnya berhubungan dengan faktor kesistematisan, kelogisan, kebahasaan, dan
keteraturan dalam berpikir. Jika semua faktor itu dipenuhi dengan baik, karya
tulis itu akan mudah dipahami.
Kelompok yang menganggap keilmiahan identik dengan
kerumitan cenderung menulis karya ilmiah dengan empat karakteristik berikut.
Pertama, menggunakan kalimat-kalimat yang panjang. Kelompok ini kelihatannya
menganggap bahwa kalimat kalimat pendek yang mudah dipahami hanya cocok untuk
tulisan anak-anak atau orang awam. Oleh karena itu mereka menyusun
kalimat-kalimat yang mengandung banyak frasa dan klausa dengan ‘alasan’ semakin
panjang kalimat, semakin mendalam pembahasan. Padahal kalimat yang sangat
panjang akan menimbulkan masalah pemahaman karena tidak jelas mana
subjek, mana predikat, dan mana objek kalimat itu. Kecenderungan seperti ini
sebaiknya dicegah. Jika tidak terpaksa, jangan gunakan kalimat-kalimat panjang
dan kompleks. Kalimat pendek dan efektif akan membuat pemahaman lebih mudah.
Bandingkan kedua kalimat contoh berikut. Mana yang lebih mudah dipahami?
Contoh 5
a. Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian
dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru dalam lima langkah terhadap
siswanya untuk mengetahui penguasaannya akan kompetensi bahasa tertentu dengan
cara mengidentifikasi kesalahan apa yang dilakukan secara sistematis, seperti
slip, keseleo, salah omong, alias lapses dalam pembelajaran speaking,
melihat seberapa sering dia melakukan kesalahan, diikuti dengan penentuan dan
pengklasifikasian jenis kesalahan, kemudian menginterpretasikan apa penyebab
kesalahan tersebut, dan, berdasarkan teori-teori dan prosedur-prosedur
linguistik, diakhiri dengan mengadakan perbaikan terhadap kesalahan itu.
b. Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian
dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui penguasaan
siswanya akan kompetensi bahasa tertentu. Analisis ini dilakukan dalam lima
langkah: satu, mengidentifikasi kesalahan yang dilakukan secara sistematis,
seperti salah omong dalam pembelajaran berbicara; dua, melihat seberapa sering
kesalahan dilakukan; tiga, menentukan dan mengklasifikasikan jenis kesalahan;
empat, menginterpretasikan penyebab kesalahan; dan terakhir, mengadakan
perbaikan terhadap kesalahan itu berdasarkan teori-teori dan prosedur-prosedur
linguistik.
Kecenderungan kedua yang sering dilakukan kelompok
yang menganggap keilmiahan identik dengan kerumitan adalah memuat sebanyak
mungkin istilah asing. Contoh 6 di bawah ini memperlihatkan fenomena ini dengan
cukup baik. Anda dapat memahaminya?
Contoh 6
Sekarang, aplikasikan sebuah sistem kalkulus
proposional. Akumulasikan pada sistem itu sebuah logika modal yang lemah yang
di dalamnya kondisional yang eksisting dan anteseden yang dibutuhkan
mengakibatkan konsekuensi yang dibutuhkan (aksioma Godel) dan kebutuhan akan
teorema juga merupakan teorema. Jika dikatakan bahwa semua kebenaran dapat
diketahui maka hal ini dapat dirumuskan ‘Jika p maka mungkin (‘Ã ’) diketahui p’
dapat diketahui, p_Ã Kp:
Harus diakui bahwa sebagai bahasa yang sedang
berkembang bahasa Indonesia tidak memiliki padanan yang pas untuk semua istilah
teknis yang lazim terdapat dalam karya tulis ilmiah. Permasalahan ini
sebenarnya terjadi juga dalam bahasa lain. Tidak ada satu bahasa pun yang
memiliki kosa kata lengkap hingga tidak lagi memerlukan ungkapan untuk gagasan,
temuan, atau konsep baru. Solusi terhadap permasalahan apakah istilah-istilah
asing tersebut harus diterjemahkan, dibiarkan, atau dikombinasikan dengan
istilah Indonesia sebenarnya sudah dirumuskan oleh Pusat Bahasa (2007). Jadi,
untuk menghasilkan tulisan ilmiah yang baik, menerapkan pedoman pembentukan
istilah tersebut merupakan keharusan.
Sebagai pedoman praktis, terdapat empat kiat untuk
menghasilkan tulisan yang efektif. Pertama, gunakan kata yang pendek dan lazim.
Sebagai contoh, kalimat “Tiga ahli di bidang migrasi hadir di seminar itu.”
jauh lebih efektif daripada “Tiga tokoh berpengetahuan spesifik dalam bidang
perpindahan penduduk hadir di seminar itu”, meskipun keduanya mengungkapkan ide
yang sama. Kedua, cegah kata-kata yang berlebihan (redundant).
Kalimat “Tono berteriak dengan suara keras” menggunakan kata yang berlebihan,
karena suara orang yang berteriak pasti keras. Sebaiknya kalimat itu diganti
menjadi ““Tono berteriak” saja. Ketiga, gunakan kalimat yang efektif (pendek
dan sederhana). Keempat, urutkan ide secara logis.
C.
Pengutipan
1. Hakikat
Kutipan
Dalam penulisan karya ilmiah seringkali digunakan
berbagai kutipan—pinjaman pendapat atau ucapan seseorang—untuk mendukung,
menjelaskan, membuktikan, atau menegaskan ide-ide tertentu. merupakan suatu hal
yang wajar dan bahkan sangat efektif untuk menghemat waktu. Adalah suatu
pemborosan waktu bila seorang penulis harus menyelediki kembali suatu kebenaran
yang telah diteliti, dibuktikan dan dimuat secara luas dalam sebuah buku,
majalah, dan lain-lain, untuk tiba pada kesimpulan yang sama. Jadi, untuk
mendukung tulisannya, penulis bisa mengutip pendapat yang sudah teruji dengan
menyebutkan sumbernya agar pembaca dapat mencocokkan kutipan itu dengan sumber
aslinya.
Meskipun penggunaan kutipan pendapat ahli merupakan
suatu hal yang wajar, hal itu tidak berarti bawa sebuah tulisan dapat
terdiri dari kutipan-kutipan saja. Membuat tulisan dengan menggunakan terlalu
banyak kutipan dapat menimbulkan kesan bahwa karya itu hanya suatu koleksi
kutipan belaka. Sebagai patokan, panjang kutipan tidak boleh melebihi sepertiga
panjang tulisan. Secara ilmiah, ide-ide pokok dan kesimpulan-kesimpulan harus
merupakan pendapat penulis. Kutipan-kutipan hanya berfungsi sebagai bukti-bukti
pendukung pendapat penulis tersebut.
Menuliskan sumber kutipan dalam tulisan dapat
dilakukan dengan bermacam cara sesuai dengan standar yang digunakan oleh
lembaga atau media tempat tulisan diterbitkan. Karena rumpun ilmu-ilmu sosial
biasanya menganut sistem American Psychological Association (APA),
sangat disarankan untuk menguasai sistem ini dan menggunakannya secara
konsisten. Berikut ini adalah pedoman pokok yang diadaptasi dari Suryana dkk.
(2007).
Pada dasarnya, kutipan dalam karya ilmiah dibagi atas
dua jenis, yaitu kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung
merupakan pendapat para ahli yang dipinjam secara utuh atau lengkap, baik
berupa frase atau kalimat. Kutipan langsung dapat dibedakan pula atas kutipan
langsung yang kurang atau sama dengan empat baris dan kutipan langsung yang
lebih dari empat baris. Kutipan tidak langsung adalah pendapat para ahli yang
dikutip dengan menggunakan parafrase, yaitu menuliskan kembali apa yang
dinyatakan oleh sumber rujukan dalam bahasa sendiri. Diantara kedua jenis
kutipan itu, yang paling disarankan untuk digunakan adalah kutipan tidak
langsung. Teknik kutipan langsung digunakan hanya jika (1) ungkapan yang
dikutip memang sudah selaras dengan bagian lain tulisan; (2) ungkapan yang
dikutip sudah sangat populer, atau (3) ungkapan yang dikutip sangat sulit
diparafrase.
2.
Teknik Pengutipan
a. Kutipan
Langsung
Kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat
baris dapat dilakukan dengan cara-cara berikut: (i) kutipan ditulis inklusif
dengan teks; (ii) memakai tanda petik dua di awal dan di akhir kutipan; (iii)
awal kutipan memakai huruf kapital; (iv) diikuti nama akhir pengarang (marga),
tahun terbit buku, halaman buku; penulisan ini dapat disajikan di awal
atau di akhir kutipan.
Kutipan langsung yang lebih dari empat baris dapat
dilakukan dengan cara-cara berikut: (i) ditulis eksklusif (terpisah) dari teks
2,5 spasi; (ii) ditulis dalam satu spasi; (iii) memakai tanda petik dua atau
pun tidak (opsional); (iv) semua kutipan dimulai dari 7—10 ketukan dari sebelah
kiri teks; (v) Awal kutipan memakai hurup kapital; (vi) diikuti nama akhir
pengarang (marga), tahun terbit buku, halaman buku; penulisan ini dapat
disajikan di awal atau di akhir kutipan.
b. Kutipan
Tidak Langsung
Pengutipan ini dilakukan dengan cara-cara berikut: (i)
kutipan disatukan (inklusif) dengan teks; (ii) tidak memakai tanda petik dua;
(iii) Menggunakan ungkapan mengatakan bahwa, menyatakan bahwa, mengemukakan
bahwa, berpendapat bahwa dll; (iv) Mencantumkan nama akhir
pengarang (marga), tahun, dan halaman.
3.
Prinsip-Prinsip Dasar
Prinsip-prinsip
dasar dalam pengutipan adalah sebagai berikut.
- Dalam kutipan tidak dibenarkan mencantumkan judul buku.
- Nama orang dan identitas tahun terbit dan halaman buku selalu berdekatan
Contoh:
Norman
(2004: 56) menyatakan bahwa ……………………
3. Kutipan
tidak dibenarkan dicetak tebal atau dihitamkan.
4. Penulis tidak diperkenankan untuk mengadakan
perubahan (katakata) dalam kutipan. Apabila ingin mengadakan perubahan, harus
disertai dengan enjelasan.
5. Apabila ada kesalahan dalam penulisan baik EYD atau
pun ketatabahasaan, tidak diperkenankan mengadakan perubahan. Namun penulis
boleh memberikan pendapat atau komentarnya mengenai kesalahan atau ketidaksetujuannya
dalam tanda kurung segi empat [...]. Jika penulis menemukan kesalahan ejaan
pada kata-kata tertentu, dia hanya diperkenankan memberikan catatan terhadap
kesalahan tersebut dengan menambahkan kata [sic!] dibelakang kata itu.
Kata ini menunjukkan bahwa penulis tidak bertanggungjawab atas kesalahan itu.
Dia hanya sekedar mengutip sesuai dengan apa yang ada dalam naskah aslinya.
Kemudian, jika penulis memandang perlu untuk memberikan penekanan dengan cara
merubah teknik penulisan, seperti menggarisbawahi, mencetak miring, atau
mencetak tebal, hal itu harus dijelaskan dalam tanda kurung segi empat [...].
Contoh:
Setiawan (2001: 30) menegaskan bahwa: “Semakin dini
[huruf miring dari saya, Penulis] seseorang mulai belajar bahasa Inggeris [sic!]
akan semakin baik hasilnya dan semakin banyak waktu belajar bahasa Inggeris [sic!]
maka taraf penguasaan pembelajar terhadap bahasa itu akan semakin baik.”
6. Kutipan
dalam bahasa asing atau bahasa daerah harus dicetak miring.
7. Kutipan
langsung selalu memakai tanda petik dua dan diawali dengan huruf kapital.
Contoh:
Suazo (2001: 30) berpendapat bahwa “Emotional
intelligence is …”
8. Kutipan dapat ditempatkan sesuai dengan kebutuhan
baik di awal, tengah, atau akhir teks.
9. Jika pengarang ada dua, nama akhir (marga) kedua
pengarang itu ditulis.
Contoh:
Pardede dan
Simanjuntak (2007: 34) berpendapat ……
10. Jika pengarang ada tiga atau lebih, nama akhir
pengarang pertama yang ditulis dan diikuti dkk.
Contoh:
Pardede dkk.
(2007: 34) menyatakan ……
11. Jika dalam dalam tulisan yang sama digunakan
beberapa kutipan dari sumber berbeda yang ditulis orang atau lembaga yang sama
dan diterbitkan dalam tahun yang sama juga, data tahun penerbitan diikuti
lambang huruf a, b, c, dst. berdasarkan abjad judul buku-buku tersebut.
Contoh:
Garcia
(2009a: 34) menjelaskan ……
12. Jika kutipan diperoleh dari majalah atau koran
tanpa identitas penulis, nama majalah atau koran tersebut dituliskan sebagai
sumber.
Contoh:
Kompas (2009: 34) menyatakan ……
13. Jika kutipan diperoleh dari dokumen yang
diterbitkan oleh suatu lembaga, nama lembaga tersebut dituliskan sebagai
sumber.
Contoh:
Pusat Bahasa
(2007: 25) menjelaskan ……
14. Jika kutipan diperoleh dari dokumen resmi
pemerintah yang diterbitkan tanpa identitas penulis, judul atau nama
majalah atau koran tersebut dituliskan sebagai sumber
Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia No 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (2004) menyatakan ……
15. Kutipan dalam bentuk catatan kaki sudah tidak
dipakai lagi dalam penulisan karya ilmiah karena dirasakan tidak efektif.
16. Kutipan yang berasal dari ragam bahasa lisan
seperti pidato pejabat jarang dipakai sebagai sumber acuan dalam penulisan
karya ilmiah karena kebenarannya sulit dipercaya karena harus diketahui oleh
orang yang bersangkutan (rawan kesalahan kutipan). Jika terpaksa
menggunakannya, kutipan seperti itu harus dibuatkan dulu ke dalam transkrip dan
diminta pengesahannya oleh pembicara.
17. Pengutipan pendapat orang lain sebaiknya dilakukan
secara variatif (jangan monoton). Padukanlah kutipan langsung dan kutipan tidak
langsung.
18. Apabila kutipan itu dirasakan terlalu panjang,
penulis boleh mengambil bagian intinya saja dengan teknik memakai tiga tanda
titik […], tetapi tidak boleh mengubah atau menggeserkan makna atau pesannya.
Contoh:
Tylor (1991: 62) menegaskan: “It is, …, not possible
to have action without character and character is also defined by plot.”
19. Jika mengutip pendapat ahli yang berasal dari
kutipan karya ilmiah orang lain, bentuk penyajiannya adalah.
Contoh:
Menurut
Chomsky (dalam Purba, 2009: 56), makna ujaran adalah …
20. Penulisan kutipan dari artikel dari internet
mengikuti aturan yang sama dengan sumber bahan tertulis, bila data tentang nama
penulis, judul artikel, dan nomor halaman tersedia. Jika nomor halaman tidak
tersedia, sebutkan dari alinea berapa kutipan tersebut diambil.
Contoh:
Menurut
Nazara (2009: alinea 5), sumber kekuatan utama seorang pria adalah …
D. Penulisan
Daftar Referensi
1. Hakikat
Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah daftar atau senarai yang ada
dalam karya ilmiah (misalnya makalah atau skripsi) yang berisikan identitas
buku dan pengarang yang disusun secara alfabetis (setelah nama marga pengarang
dikedepankan). Daftar pustaka merupkan suatu elemen yang harus ada (mutlak)
dalam penulisan karangan ilmiah. Dengan adanya daftar pustaka, pembaca bisa
mengetahui sumber acuan yang menjadi landasan dalam pengkajian.
Penulisan daftar pustaka yang berkembang hingga saat
ini dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama, bibliografi, yakni daftar bacaan
yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, sekalipun tidak dirujuk secara
langsung di dalam tulisan. Kedua, daftar rujukan (reference list), yaitu yakni
daftar bacaan yang dikutip dalam tulisan.
2. Teknik
Penulisan Daftar Pustaka
Unsur-unsur
yang dituliskan dalam daftar pustaka adalah sebagai berikut:
a. Nama
pengarang, ditulis dengan urutan: nama belakang, nama depan dan nama tengah
tanpa gelar akademik.
b. Bila
pengarang ada dua, nama yang dibalikkan urutannya hanya nama pengarang pertama.
Contoh:
Pardede, Parlin dan Kerdit Simbolon. 2008. …
c. Jika nama pengarang ada tiga atau lebih, nama
pengarang pertamalah yang diputar dan diikuti oleh dkk. atau et. all.
Contoh:
Tobing,
Maruli dkk. 2009. …
d. Bila tidak terdapat nama pengarang, nama departeman
atau lembagalah yang ditulis; bila tidak ada kedua-duanya, tulislah tanpa
pengarang, atau tanpa lembaga.
Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia No 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
e. Judul buku harus dicetak miring dalam komputer atau
digarisbawahi dalam mesin tik atau tulisan tangan;
f. Judul artikel, skripsi, tesis, atau disertasi yang
belum dibukukan diapit oleh tanda petik dua;
g. Bila ada
edisi/cetakan ditulis sesudah judul buku;
h. Jika buku tersebut merupakan terjemahan dari buku
bahasa asing, penerjemah ditulis sesudah edisi atau judul buku. Jika tahun
penerbitan buku asli tidak disebutkan, tuliskan kata ‘Tanpa tahun’.
Contoh:
Ary, D.C. Tanpa Tahun. Pengantar Penelitian
Pendidikan. Terjemahan oleh Arif Furhan. 1992. Surabaya: Usaha Nasional.
Segers, Rien T.1980. Evaluasi Teks Sastra.
Terjemahan oleh Suminto A. sayuti. 2000. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
i. Spasi
dalam daftar pustaka adalah satu spasi;
j.
Perpindahan dari satu pengarang ke pengarang yang lain adalah dua spasi.
k. Bila dalam satu buku diperlukan dua baris atau
lebih, baris yang kedua dan selanjutnya diketik lebih menjorok ke kanan antara
5-7 ketuk.
l. Jika seorang pengarang menuliskan lebih dari satu
buku, nama pengarang ditulis satu kali; nama pengarang itu diganti dengan garis
panjang atau tanpa garis panjang dan urutan penulisannya berdasarkan
tahun terbit;
Contoh:
Badudu, J.S. 1985. Cakrawala Bahasa Indonesia 1. Jakarta:
PT Gramedia.
_______ 1987. Membina Bahasa Indonesia Baku 2,
Cet. X, Bandung: Pustaka Prima.
m. Bila ada dua atau lebih buku (karya ilmiah) dari
seorang pengarang yang ditulis dalam tahun yang sama, urutan penulisannya
diikuti nomor urut a, b, c, dsb.
Contoh:
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993a Semantik 2:
Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT Eresco.
_______ 1993b. Metode Linguistik: Ancangan Metode
Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Eresco.
n. Bila
rujukan merupakan artikel dalam jurnal, nama penulis ditulis paling depan,
diikuti dengan tahun, judul artikel (diapit tanda petik ganda), nama jurnal
(cetak miring), tahun ke-n jurnal, nomor jurnal dan nomor halaman artikel
(dalam kurung, dipisahkan oleh tanda titik dua);
Contoh:
Pardede, Parlindungan. 2009. “Developing Students
Pronunciation Using Drill Technique: An Action Research Report”. Dinamika
Pendidikan, 3 (1: 1-17). Jakarta: FKIP-UKI.
o. Bila rujukan merupakan artikel yang disajikan dalam
seminar, lokakarya, atau penataran, nama penulis ditulis paling depan, diikuti
oleh tahun, judul artikel (diapit tanda petik ganda), kemudian dilanjutkan
dengan pernyataan “Makalah disajikan dalam …” nama forum, lembaga
penyelenggara, tempat, tanggal, bulan dan tahun penyelenggaraan.
Contoh:
Pardede, Parlindungan. 2009. “Teaching Language
Through Songs”. Makalah disajikan dalam Lokakarya Teaching English to Young
Learners yang diselenggarakan oleh FKIP-UKI di Jakarta pada tanggal 25
September 2009.
p. Bila rujukan merupakan artikel individual yang
diakses dari internet, nama penulis ditulis paling depan, diikuti oleh tahun,
judul karya, keterangan (Online), alamat sumber rujukan, dan keterangan waktu
pengunduhan yang diapit tanda kurung.
Contoh:
Boon, J.
(tanpa tahun). “An Introduction to Anthropology of Religion.” (Online)
http://www.joe.org/june33/95.html (Diunduh pada tanggal 17 Juni 2010).
q. Bila rujukan merupakan artikel dari jurnal yang
diakses dari internet, nama penulis ditulis paling depan, diikuti oleh
tahun, judul karya, nama jurnal (cetak miring), keterangan (Online), volume dan
nomor, alamat sumber rujukan, dan keterangan waktu pengunduhan yang diapit
tanda kurung.
Contoh:
Griffith, A.I. 1995. “Coordinating Family and School:
Mothering for Schooling.” Education policy Analysis Archive. (Online).
Vol. 3 No. 1., http://olam.ed.asu.edu/epaa/ (Diunduh pada tanggal 17 February
2007).
r. Bila rujukan merupakan artikel dalam jurnal dalam
CD-ROM, penulisannya sama dengan rujukan dari artikel cetak, diakhiri dengan
penyebutan CD-ROMnya dalam tanda kurung.
Contoh:
Krashen, S.
M. Long, dan R. Scarcella. 1977. “Age, Rate and Eventual Attainment in Second
Language Acquisition. TESOL Quarterly, 13: 578-82 (CD-ROM: TESOL Quarterly
Digital).
s. Jika rujukan merupakan artikel yang diperoleh dari
internet berupa e-mail pribadi, penulisannya diawali dengan nama pengirim (jika
ada), diikuti oleh alamat e-mail pengirim dalam tanda kurung, tanggal, bulan,
tahun, topik berita yang diapit oleh tanda petik ganda, keterangan “E-mail
kepada …, dan diakhiri dengan alamat e-mal penerima dalam tanda kurung.
Contoh:
Pardede,
Parlindungan (ParlindunganPardede@uki.ac.id), 5 Juni 2010. Artikel untuk Jurnal
Dinamika Pendidikan. E-mail kepada Situjuh Nazara (SitujuhNazara @uki.ac.id)
t. Perhatikan urutan penulisan; Nama keluarga/marga,
(dipisahkan koma), nama diri (diakhiri titik), tahun terbit, (diakhiri
titik), judul buku, (diakhiri titik atau titik dua bila ada anak
judul dan dicetak miring), cetakan (diakhiri titik), nama tempat (diakhiri
titik dua), nama penerbit (diakhiri titik).
Penutup
Berdasarkan uraian tentang empat jenis kesalahan di
atas, diharapkan pembaca dapat menerapkan kata-kata bijak bahwa kesalahan
sebenarnya merupakan pedoman untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.dalam
penulisan karya ilmiah. Penjelasan dalam makalah ini disarankan untuk
dimanfaatkan sebagai pedoman dalam proses pengeditan dan revisi sewaktu
menulis. Selamat berkarya.
Daftar
Pustaka
Pusat Bahasa. 2007. Pedoman Umum Pembentukan
Istilah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Suryana, Ase dkk. (Ed.). 2007. Bahasa Indonesia
Dalam Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Bagian Perkuliahan Dasar Umum,
Universitas Widyatama.