Sekitar sepuluh tahun terakhir ini, kurikulum pendidikan berubah dengan
cepat dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) berubah lagi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Namun, akhir-akhir ini 
suara positif tentang KTSP berubah miring menjadi  Kurikulum Tak Siap Pakai (KTSP).  Suara ini muncul karena telah terdengar gencar
 ada  proses 
perubahan  lagi kurikulum menjadi  Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 ini akan memangkas
beberapa mata pelajaran.
Waduh , ngurus anaknya orang banyak kok pakai coba-coba? Jangan-jangan
kebijakkan pemerintah khususnya tentang 
kurikulum pendidikan selama ini 
memang belum sungguh-sungguh. Patut juga dicurigai bahwa kurikulum 2013
masih juga coba-coba.
Tidak boleh sangka buruk, katanya begitu. Tapi, kenyataannya suara warga
masyarakat umum bahkan masyarakat pendidikan pun juga  serentak bahwa perubahan kurikulum merupakan
proyek regular.
KTSP terasa baru kemarin sore, itupun belum diterapkan dan dipahami  secara maksimal. Sosialisasi pelaksanaan   KTSP pun menguras tenaga dan  biaya tidak sedikit. Pelatihan-pelatihan untuk
pendidik pun bahkan belum kering keringatnya. Para guru belum istirahat,  mereka memikirkan nasib peserta didik dan lagi
nasib sendiri tentang UKA, UKG, Sertifikasi, 
tuntutan 24  jam mengajar dll .
Kini  para pendidik (baca; guru)
harus  berpikir keras lagi. Mereka dipaksa
memberikan masukan, dan penjelasan kepada masyarakat tentang bagaimana
kebijakkan pemerintah tentang pendidikan terkini. Guru memang dianggap sebagai orang
yang tahu tentang pendidikan.
Kapan ya kurikulum kita bisa berjalan dengan mantap?
Disnyalir  pemerintah  Indonesia tidak memiliki GRAND DESIGN  tentang pendidikan, makanya banyak di
antaranya serba coba-coba.
Membatalkan  pelaksanaan kurikulum
2013 memang tidak mungkin, sebab proses design kurikulum ini mendekati kelar
(sekitar februari 2013). Namun, masyarakat diberi hak memberikan masukan.
Tak ada gading yang tak retak, maksudnya tidak ada kurikulum yang
sempurna di dunia ini. Yapi, kalau menjadi lebih baik kenapa tidak? Masak, berpuluh-puluh  tahun masih 
mencari bentuk terus!
Tulisan ini bukan untuk NGGEMBOSI, tapi 
penulis memiliki tanggung jawab menunjukkan  kelemahan-kelemahan  demi perbaikan. Kita memang perlu evaluasi,
lalu perlu dijawab oleh pemerintah lewat kemendiknas: Pertama, apakah
pelaksanaan KTSP sudah diuji sehingga ditemukan kelemahaan fatal, sehingga
perlu diganti kurikulum. Kenapa masyarakt tidak diberitahu kelemahan-kelemahan
KTSP. Apa sudah ada   hasil penelitian
dari kelemahan KTSP?
Kedua, apakah pelayanan pemerintah terhadap para pelaku pendidikan (baca;
guru) sudah maksismal, misalnya pelatihan-pelatihan brkenaan dengan pelaksanaan
pendidikan di sekolah. Ambil contoh guru bahasa Indonesia seharusnya
mengintegrasikan pembelajaran IPA dalam pembelajaran b. Indonesia.
Ketiga, apakah sudah dipikirkan aturan dan dampak dari pemangkasan jumlah
mata pelajaran dengan jumlah jam wajib 24 jam untuk para guru sertifikasi? Karena,
kalau mapel TIK misalnya di SMP benar-benar dihapus, bagaimana jam mengajar
untuk guru TIK  yang sudah sertifikasi?
Keempat, kalau mapel b. Inggris di SD dan mapel TIK  SMP dihapus berarti ratusan guru b. Inggris
dan guru TIK kehilangan pekerjaan, Apakah  pemerintah akan bertanggung jawab tentang
pekerjaan mereka.
Semoga, tulisan ini menjadi pemikiran para punggawa pemerintah. Mohon
maaf , terima kasih.