- Pendahuluan
Pendidikan
 merupakan kebutuhan manusia, kebutuhan pribadi seseorang. Kebutuhan 
yang tidak dapat diganti dengan yang lain. Karena pendidikan merupakan 
kebutuhan setiap individu untuk mengembangkan kualitas, pontensi dan 
bakat diri. Pendidikan  membentuk manusia dari tidak 
mengetahui menjadi mengetahui, dari kebodohan menjadi kepintaran dari 
kurang paham menjadi paham, intinya adalah pendidikan membentuk jasmani 
dan rohani menjadi paripurna. Sebagaimana  tujuan pendidikan, menurut Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) UU RI NO. 20 TH. 2003 BAB II Pasal 3  dinyatakan
”
 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk 
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan 
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik 
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha 
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan 
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Tujuan  pendidikan setidaknya
 terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan bertujuan mengembangkan aspek 
batin/rohani dan pendidikan bersifat jasmani/ lahiriyah. Pendidikan 
bersifat rohani merujuk kepada kualitas kepribadian, 
karakter, akhlak dan watak, kesemua itu menjadi bagian penting dalam 
pendidikan, kedua pengembangan terfokus kepada aspek jasmani, seperti 
ketengkasan, kesehatan, cakap, kreatif. Pengembangan tersebut dilakukan 
di institusi sekolah dan di luar sekolah seperti di dalam keluarga, dan 
masyarakat.
Tujuan  pendidikan
 berusaha membentuk pribadi berkualitas baik jasmani dan rohani. Dengan 
demikian secara konseptual pendidikan mempunyai peran strategis dalam 
membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas, tidak saja berkualitas
 dalam segi skill, kognitif, afektif, tetapi juga aspek spiritual. Hal 
ini membuktikan pendidikan mempunyai andil besar dalam mengarahkan anak 
didik mengembangkan diri berdasarkan potensi dan bakatnya. 
Melalui pendidikan anak memungkinkan menjadi pribadi soleh, pribadi, 
berkualitas secara skill, kognitif dan spiritual.
Tetapi realitas di masyarakat membuktikan pendidikan  belum
 mampu menghasilkan anak didik berkualitas secara keseluruhan. Kenyataan
 ini dapat dicermati dengan banyaknya perilaku tidak terpuji terjadi di 
masyarakat, sebagai contoh merebaknya pengguna narkoba, penyalahgunaan 
wewenang, korupsi, manipulasi, perampokan, pembunuhan, pelecehan 
seksual, pelanggaran Hak Azasi Manusia, penganiayaan terjadi setiap 
hari. Realitas ini memunculkan anggapan bahwa pendidikan belum mampu membentuk anak didik berkepribadian  paripurna.
Pendidikan diposisikan sebagai institusi yang dianggap gagal membentuk anak didik  berakhlak mulia. Padahal tujuan pendidikan di antaranya adalah membentuk pribadi berwatak, bermartabat beriman dan bertakwa  serta
 berakhlak. Dalam tulisan ini tidak bermaksud untuk mencari dan meneliti
 penyebab gagalnya pendidikan secara keseluruhan, tidak juga ditujukan 
untuk meneliti aspek penyebab kegagalan, atau latar belakang kebijakan 
pendidikan sehingga pendidikan menjadi carut marut.
Tetapi pembahasan ini akan difokuskan kepada metode membentuk pribadi berakhlak mulia. Berakhlak mulia  merupakan
 bagian dari tujuan pendidikan di Indonesia, tujuan tersebut membutuhkan
 perhatian besar berbagai pihak dalam rangka mewujudkan manusia 
berskill, kreatif, sehat jasmani dan rohani sekaligus 
berakhlak mulia. Penulis beranggapan bahwa inti dari pendidikan adalah 
pendidikan akhlak, sebab tidak ada artinya skill hebat jika tidak 
berakhlak mulia. Tidak ada artinya mempunyai generasi hebat, jenius, 
kreatif tetapi tidak berakhlak mulia.
Berdasarkan
 alasan tersebut penulis menganggap bahwa akhlak merupakan bagian 
terpenting dalam kehidupan ini. Kenapa penulis berasumsi demikian? 
Karena tanpa akhlak dunia akan hancur, dunia akan menjadi seperti 
neraka, dunia akan menjadi ladang pemuasan keinginan tak terkendali, 
baik kendali keagamaan, adat maupun moral. Kalau disuruh memilih dua 
pilihan, pilihan pertama pemimpin berakhlak mulia, tetapi 
berpendidikan diploma, pilihan kedua pemimpin bergelar strata 
tiga/Doktor tetapi berakhlak buruk, suka berzina, korupsi dan perilaku 
jelek lainnya, pasti orang sehat akalnya akan memilih pemimpin 
berpendidikan diploma, daripada pemimpin bergelar Doktor/S.3 tetapi 
berakhlak buruk.
Dari
 perumpamaan tersebut memperjelas dan menguatkan asumsi bahwa akhlak 
mulia menempati urutan teratas jika dibandingkan dengan skill. Di mana 
pun tempatnya akhlak mulia mendapatkan tempat dihati masyarakat. Untuk 
itu perlu kiranya langkah dan terobosan lebih maju untuk mendidik anak 
didik mempunyai akhlak mulia. Perlu adanya metode yang tepat untuk 
mendidik anak agar berakhlak mulia. Metode yang dapat diandalkan dan mudah di lakukan. Di samping itu perlu adanya kesamaan antara pendidikan di rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat, sehingga dimungkinkan pendidikan jalan searah dalam mencapai tujuan.
Ada
 kecenderungan dalam masyarakat bahwa pendidikan adalah di sekolah, di 
sekolah anak sudah cukup mendapatkan pendidikan, mulai dari pendidikan 
skill sampai pendidikan akhlak. Padahal pendidikan disekolah hanya satu 
bagian dari bentuk pendidikan, adanya ketergantungan orang tua dalam 
mendidik anak kepada sekolah berakibat pengabaian pendidikan di rumah 
dan masyarakat, padahal pendidikan di sekolah hendaknya bersesuaian 
dengan pendidikan di sekolah, paling tidak ada semacam kesamaan. Adalah 
mustahil pendidikan di sekolah dapat berhasil maksimal sedangkan 
pendidikan di rumah dan sekolah tidak mendukung.
Sebagai
 contoh anak di sekolah mendapat pelajaran salat dari guru agamanya, 
mulai dari persiapan hingga bacaan salat dan gerakan salat. Anak yang 
telah mendapatkan ilmu tentang salat diharuskan untuk mempraktekkannya 
dalam kehidupan sehari-hari. Ketika anak pulang dari sekolah, kemudian 
datang waktu salat, anak melihat ayah, ibu dan saudaranya tidak salat, 
bagaimana perasaan, pikiran anak tadi? Tentu akan timbul banyak anggapan
 dan praduga dan analisa, banyak jawaban dan komentar terhadap peristiwa
 tersebut. Mungkin anak akan enggan melaksanakan salat dengan alasan 
ayah, ibu dan saudaranya juga tidak salat jadi untuk salat. Atau ketika 
seorang guru menasehati anak didiknya untuk tidak merokok, kemudian pada waktu lain, anak didik melihat guru tersebut merokok. Bagaimana sikap siswa pada waktu itu? Bagaimana kesimpulan siswa ketika itu?
Kejadian
 tersebut mungkin saja ada, dan merealitas dalam kehidupan masyarakat, 
terlepas apakah metode yang digunakan di sekolah telah sesuai atau 
tidak, apakah penyelenggaraan pendidikan di sekolah memungkinkan anak 
didik merasa aman, terlindungi, gembira dalam mengembangkan bakat dan 
potensinya, apakah guru sudah mengoptimalkan pembelejaran dengan 
memperhatikan aspek psikomotor, afektif dan kognitif atau tidak, yang 
pasti keadaan keadaan di masyarakat masih sering terjadi perbuatan 
asusila, anarkis, amoral dan berbagai maksiat dan kejahatan. Kejadian 
tersebut memberi sinyal dan gambaran bahwa pendidikan akhlak belum 
menjadi prioritas dalam dunia pendidikan. Pendidikan hanya mengembangkan
 aspek kognitif dibanding aspek psikomotor, afektif, emosi dan religi.
Pendidikan
 dianggap tidak berkualitas, pendidikan telah diangggap gagal? Kegagalan
 tersebut tercermin dari banyaknya perbuatan mungkar, asusila dalam 
kehidupan masyarakat. Keadaan ini memunculkan anggapan bahwa pendidikan 
tidak berkualitas dan gagal. Apakah angapan tersebut berdasarkan? Karena
 kegagalan pendidikan tidak hanya diukur dari sikap moral di masyarakat 
saja.
 Apakah
 pendidikan tidak bermutu sehingga menghasilkan anak didik bermoral 
rendah, berakhlak rendah? Apakah pendidikan tidak mampu menampung dan 
mengakomodasi keinginan dan potensi, bakat dan kemampuan siswa? Apakah 
proses pembelajaran sudah memberi ruang dan waktu bagi berkembangannya 
bermacam potensi dan bakat siswa? Kalau siswa telah mendapatkan haknya 
untuk mengembangkan diri dan potensinya maka pendidikan telah memberi 
makna kepada siswa.
Jamaluddin
 Idris mengatakan agar pembelajaran bermakna dan berpotensi 
mengembangkan bakat siswa paling tidak harus memperhatikan hal-hal 
sebagai berikut; Perkembangan anak didik, kemandirian anak., vitalisasi 
model hubungan demokratis, vitalisasi jiwa aksploratif, kebebasan, 
menghidupkan pengalaman anak, 
keseimbangan pengembangan aspek personal dan social, Kecerdasan emosional dan spiritual.
Pendidikan
 hendaknya memperhatikan perkembangan anak didik, baik dari segi 
kurikulumnya, metode dan materi ajarnya, perhatian terhadap aspek 
perkembangan anak didik perlu diperhatikan agar terjadi umpan balik yang
 seimbang, umpan balik yang dimaksud adalah adanya respon yang positif dari
 anak didik terhadap pendidikan yang sedang diukutinya, di sisi lain, 
anak didik akan terhindar dari pengabaian pendidikan. Bakat, potensi dan
 minatnya akan tersalurkan jika pendidikan memperhatikan aspek perkembangan anak didik. Guru akan mudah mengajar dan memberikan materi dengan  metode tepat.
Pendidikan
 hendaknya mengembangkan aspek pribadi dengan tidak mengabaikan aspek 
sosial, lebih dari itu pendidikan hendaknya mengembangkan aspek emosi 
dan religi anak. Agama adalah sumber ajaran akhlak mulia, dengan 
pemahaman agama kuat diharapkan anak mempunyai referensi cukup untuk 
mengembangkan kepribadiannya. 
Mengembangkan
 kepribadian mengacu kepada mendidik akhlak. Dalam mendidik akhlak perlu
 sebuah sistem ataupun metode tepat agar proses internalisasi dapat 
berjalan dengan baik, lebih penting adalah anak mampu menerima konsep 
akhlak dengan baik serta mampu mewujudkan dalam kehidupan keseharian.
Tulisan
 ini berusaha menitikfokuskan kepada metode-metode yang mungkin dapat 
digunakan dalam mendidik akhlak anak. Ada titik fokus terhadap metode 
pendidikan tertentu dan tepat sesuai dengan materi dan anak didik amak 
tingkat keberhasilannya lebih besar. Meskipun selama ini anak telah 
mendapatkan materi tentang akhlak di sekolah, di rumah dan tempat 
pengajian, tetapi kenapa anak masih berperilaku melanggar norma adat dan
 agama? Bukankah mereka sudah mendapatkan pendidikan akhlak di sekolah?
- Sekilas Tentang Akhlak
Akhlak
 berasal dari bahasa
 Arab yaitu 
alkhulqu, 
al-khuluq yang mempunyai arti watak, tabiat, keberanian, atau agama.
 Secara
 Istilah akhlak menurut Ibnu Maskawaih (421 H)
 adalah
“suatau
 keadaan bagi jiwa yang mendorong ia melakukan tindakan-tindakan dari 
keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi 
dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula yang diperoleh dari 
kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu 
melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus, maka
 jadilah suatu bakat dan akhlak.”
Indikasi
 bahwa akhlak dapat dipelajari dengan metode pembiasaan, meskipun pada 
awalnya anak didik menolak atau terpaksa melakukan suatu perbuatan/ 
akhlak yang baik, tetapi setelah lama dipraktekkan, secara terus-menerus
 dibiasakan akhirnya anak mendapatkan akhlak mulia.
Al-Ghazali dalam 
Ihya Ulumuddin sebagaimana
 dikutip Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari memberikan definisi akhlak 
sebagai”suatu ungkapan tentang keadaan pada jiwa bagian dalam yang 
melahirkan macam-macam tindakan dengan mudah, tanpa memerlukan pikiran 
dan pertimbangan terlebih dahulu”
Dari dua defenisi di atas dapat dipahami bahwa akhlak bersumber dari dalam diri anak dan dapat juga berasal dari lingkungannya. Secara  umum
 akhlak bersumber dari dua hal tersebut dapat berbentuk akhlak baik dan 
akhlak buruk, tergantung pembiasaannya, kalau anak membiasakan perilaku 
buruk, maka akan menjadi akhlak buruk bagi dirinya, sebaliknya anak 
membiasakan perbuatan baik, maka akan menjadi akhlak baik bagi dirinya.
Penjelasan
 tersebut mengindikasikan bahwa akhlak dapat dipelajari dan 
diinternalisasikan dalam diri seseorang melalui pendidikan, di antaranya
 dengan metode pembiasaan. Dengan adanya kemungkinan diinternalisasikan nilai-nilai akhlak ke diri anak, memungkinkan pendidik melakukan pembinaan akhlak.
- Jenis Metode Mendidik Akhlak
Abdurrahman
 an-Nahlawi mengatakan metode pendidikan Islam sangat efektif dalam 
membina akhlak anak didik, bahkan tidak sekedar itu metode pendidikan 
Islam memberikan motivasi sehingga memungkinkan umat Islam mampu 
menerima petunjuk Allah. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi metode 
pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah Qurani dan Nabawi, 
metode perumpaan Qurani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi 
dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode 
targhib dan 
tarhib. Dari
 kutipan
 tersebut tergambar bahwa Islam mempunyai metode tepat untuk membentuk 
anak didik berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam. dengan metode 
tersebut memungkinkan umat Islam/masyarakat Islam mengaplikasikannya 
dalam dunia pendidikan. Dengan demikian diharapkan akan mampu memberi 
kontribusi besar terhadap perbaikan akhlak anak didik, untuk memperjelas
 metode-metode tersebut akan di bahas sebagai berikut:
- 
- Metode Dialog Qurani dan Nabawi
 
Metode
 dialog adalah metode menggunakan tanya jawab, apakah pembiacaaan antara
 dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan 
topik pembicaraan tertentu. Metode dialog berusaha menghubungakn 
pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi 
pelaku dan pendengarnya.
 Uraian tersebut memberi
 makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan.
 Abdurrrahman
 an-Nahlawi mengatakan pembaca dialog akan mendapat keuntungan 
berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topic dialog disajikan dengan 
pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca tertuntun untuk 
mengikuti 
 dialog hingga selesai, melalui dialog perasaan 
dan emosi pembaca akan terbangkitkan, topic pembicaraan disajikan 
bersifat realistik dan manusiawi.
 Dalam 
 al-Quran banyak memberi informasi tentang dialog,
 di antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog 
khitabi, taabbudi, deskritif, naratif, argumentative serta dialog 
Nabawiyah.  Metode dialog sering dilakukan oleh
 Nabi Muhammad Saw dalam mendidik akhlak para sahabat. Dialog 
 akan memberi kesempatan kepada anak didik untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami.
 
- 
- Metode kisah Qurani dan Nabawi
 
 Dalam
 al-Quran banyak ditemui kisah menceritakan kejadian masa lalu, kisah 
mempunyai daya tarik tersendiri yang tujuannnya mendidik akhlak, 
kisah-kisah para Nabi dan Rasul sebagai pelajaran berharga. Termasuk 
kisah umat yang inkar kepada Allah beserta akibatnya, kisah tentang 
orang taat dan balasan yang diterimanya. Seperti cerita Habil dan Qobil,
“Ceritakanlah
 kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang 
Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari 
salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang 
lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata 
Habil: “Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang
 bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk 
membunuhku, Aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu 
untuk membunuhmu. Sesungguhnya Aku takut kepada Allah, Tuhan seru 
sekalian alam. Sesungguhnya Aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa)
 dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, Maka kamu akan menjadi penghuni 
neraka, dan yang demikian Itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.
 Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh 
saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang di antara 
orang-orang yang merugi.”
Ayat di atas merupakan
 contoh
 dalam ayat Al-Quran yang berhubungan dengan kisah. Kisah dalam al-Quran
 mengandung banyak pelajaran. Kisah dalam al-Quran dapat menjadi 
pelajaran bagi manusia. Abdurrahman an-Nahlawi mengatakan kisah 
mengandung aspek pendidikan yaitu dapat mengaktifkan dan membangkitkan 
kesadaran pembacanya, membina perasaan ketuhanan dengan cara 
mempengaruhi emosi, mengarahkan emosi, mengikutsertakan psikis yang 
membawa pembaca larut dalam setting emosional cerita, topic cerita 
memuaskan pikiran.
 Selain itu kisah dalam al-Quran 
bertujuan mengkokohkan wahyu dan risalah para Nabi, kisah dalam al-Quran
 memberi informasi terhadap agama yang dibawa para Nabi berasal dari 
Allah, kisah dalam al-Quran mampu menghibur umat Islam yang sedang sedih
 atau tertimpa musibah.
Metode  mendidik
 akhlak melalui kisah akan memberi kesempatan bagi anak untuk berfikir, 
merasakan, merenungi kisah tersebut, sehingga seolah ia ikut berperan 
dalam kisah tersebut. Adanya keterkaitan emosi anak terhadap kisah akan 
memberi peluang bagi anak untuk meniru tokoh-tokoh berakhlak baik, dan 
berusaha meninggalkan perilaku tokoh-tokoh berakhlak buruk.
Cerita
 mengusung
 dua unsur negatif dan unsur positif, adanya dua unsure tersebut akan 
memberi warna dalam diri anak jika tidak ada filter dari para orang tua 
dan pendidik. Metode mendidik akhlak melalui cerita/ kisah berperan 
dalam pembentukan akhlak, moral dan akal anak.
 Dari kutipan tersebut dapat diambil pemahaman bahwa cerita/kisah dapat 
menjadi metode yang baik dalam rangka membentuk akhlak dan kepribadian 
anak.
Cerita
 mempunyai kekuatan dan daya tarik tersendiri dalam menarik simpati 
anak, perasaannya aktif, hal ini memberi gambaran bahwa cerita disenangi
 orang, cerita dalam al-Quran bukan hanya sekedar memberi hiburan, 
tetapi untuk direnungi, karena cerita dalam al-Quran memberi pengajaran 
kepada manusia. Dapat dipahami bahwa cerita dapat 
melunakkan hati dan jiwa anak didik, cerita tidak hanya sekedar 
menghibur tetapi dapat juga menjadi nasehat, memberi pengaruh terhadap 
akhlak dan perilaku anak, dan terakhir kisah/ cerita merupakan sarana ampuh dalam pendidikan, terutama dalam pembentukan akhlak anak.
3. Metode Mauizah 
Dalam tafsir 
al-Manar
 sebagai dikutip oleh Abdurrahman An-Nahlawi dinyatakan bahwa nasihat 
mempunyai beberapa bentuk dan konsep penting yaitu, pemberian nasehat 
berupa penjelasan mengenai kebenaran dan kepentingan sesuatu dengan 
tujuan orang diberi nasehat akan menjauhi maksiat, pemberi nasehat 
hendaknya menguraikan nasehat yang dapat menggugah perasaan afeksi dan 
emosi, seperti peringatan melalui kematian peringatan melalui sakit 
peringatan melalui hari perhitungan amal. Kemudian dampak yang 
diharapkan dari 
 metode mauizah adalah untuk membangkitkan 
perasaan ketuhanan dalam jiwa anak didik, membangkitkan keteguhan untuk 
senantiasa berpegang kepada pemikiran ketuhanan, perpegang kepada jamaah
 beriman, terpenting adalah terciptanya pribadi bersih dan suci.
Dalam
 al-Quran menganjurkan kepada manusia untuk mendidik dengan hikmah dan 
pelajaran yang baik.“ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan 
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang 
baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa 
yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui 
orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dari
 ayat tersebut dapat diambil pokok pemikiran bahwa dalam memberi nasehat
 hendaknya dengan baik, kalau pun mereka membantahya maka bantahlah 
dengan baik. Sehingga nasehat akan diterima dengan rela tanpa ada unsur 
terpaksa. Metode mendidik akhlak anak melalui nasehat sangat membantu 
terutama dalam penyampaian materi akhlak mulia kepada anak, sebab tidak 
semua anak mengetahui dan mendapatkan konsep akhlak yang benar.
Nasehat menempati kedudukan tinggi dalam agama karena agama adalah nasehat, hal ini 
 diungkapkan
 oleh Nabi Muhammad sampai tiga kali ketika memberi pelajaran kepada 
para sahabatnya. Di samping itu pendidik hendaknya memperhatikan 
cara-cara menyampaikan dan memberikan nasehat, memberikan nasehat 
hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi, pendidikan hendaknya 
selalu sabar dalam menyampaikan nasehat dan tidak merasa bosan/ putus 
asa.
 Dengan memperhatikan waktu dan tempat tepat akan memberi peluang bagi anak untuk rela menerima nasehat dari pendidik.
 
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd mengatakan cara mempergunakan rayuan/ sindiran dalam nasehat, yaitu:
- Rayuan dalam nasehat, seprti memuji kebaikan murid, dengan      tujuan agar siswa lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan keburukannya.
- Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu,      sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
-  Membangkitkansemangat dan kehormatan anak      didik.
-  Sengaja      menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
-  Menyampaikan      nasehat secara tidak langsung/ melalui sindiran
- Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, 
orang      yang melakukan sesuatu berbeda dengan perbuatannya. Kalau hal
 ini      dilakukan akan akan mendorongnya untuk berbuat kebajikan dan 
meninggalkan      keburukan.
Dengan
 cara tersebut akan memaksimalkan dampak nasehat terhadap perubahan 
tingkah laku dan akhlak anak, perubahan dimaksud adalah perubahan yang 
tulus ikhlas tanpa ada kepura-puraan, kepura-puraan akan muncul ketika 
nasehat tidak tepat waktu dan tempatnya, anak akan merasa tersinggung 
dan sakit hati kalau hal ini sampai terjadi maka nasehat tidak akan 
membawa dampak apapun, yang terjadi adalah perlawanan terhadap nasehat 
yang diberikan.
- 
- Metode       Pembiasaan dengan Akhlak Terpuji
 
Manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih, dalam keadaan seperti ini manusia akan mudah menerima kebaikan atau
 keburukan.
 Karena pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk menerima kebaikan 
atau keburukan hal ini dijelaskan Allah, sebagai berikut:” Dan jiwa 
serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
 itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang
 yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang 
mengotorinya.”
Ayat
 tersebut mengindikasikan bahwa manusia mempunyai kesempatan sama untuk 
membentuk akhlaknya, apakah dengan pembiasaan yang baik atau dengan 
pembiasaan yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa metode 
pembiasaan dalam membentuk akhlak mujlai sangat terbuka luas, dan 
merupakan metode yang tepat. Pembiasaan yang dilakukan sejak dini /sejak
 kecil akan memebawa kegemaran dan kebiasaan tersebut menjadisemacam 
adapt kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya. Al-Ghazali mengatakan:
” 
Anak adalah amanah orang tuanya . hatinya yang bersih adalah permata 
berharga nan murni, yang kosong dari setiap tulisan dan gambar. Hati itu
 siap menerima setiap tulisan dan cenderung pada setiap yang ia 
inginkan. Oleh karena itu, jika dibiasakan mengerjakan yang baik, lalu 
tumbuh di atas kebaikan itu maka bahagialah ia didunia dan akhirat, 
orang tuanya pun mendapat pahala bersama.”
Kutipan
 di atas makin memperjelas kedudukan metode pembiasaan bagi perbaiakn 
dan pembentuakan akhlak melalui pembiasaan, dengan demikian pembiasaan 
yang dilakukan sejak diniakan berdampak besar terhadap 
kepribadian /akhlak anak ketiak mereka telah dewasa. Sebab pembiasan 
yang telah dilakukan sejak kecil akan melekat kuat di ingatan dan 
menjadi kebiasaan yang tidak dapat dirubah dengan mudah. Dengan demikian
 metode pembiasaan sangat baik dalam rangka mendidik akhlak anak.
- 
- Metode Keteladanan
 
 
Muhammad
 bin Muhammad al-Hamd mengatakan pendidik itu besr dimata anak didiknya,
 apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena murid akan meniru 
dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya.
 Dengan memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan 
mempunyai arti pentng dalam mendidik akhlak anak, keteladanan menjad 
titik sentral dalam mendidik dan membina akhlak anak didik, kalau 
pendidik berakhlak baik ada kemungkinan anak didiknya juga berakhlak 
baik, karena murid meniru gurunya, senbaliknya kalauguru berakhlak buruk
 ada kemungkinan anak didiknya juga berakhlak buruk.
Dengan
 demikian keteladanan menjadi penting dalam pendidikan akhlak, 
keteladanan akan menjadi metode ampuh dalam membina akhlak anak. 
Mengenai hebatnya keteladanan Allah mengutus Rasul untuk menjadi teladan
 yang paling baik, Muhammad adalah teladan tertinggi sebagai panutan 
dalam rangka pembinaan akhlak mulai,” Sesungguhnya Telah ada pada (diri)
 Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang 
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak 
menyebut Allah.”
Keteladanan  sempurna,
 adalah keteladanan Muhammad Saw menjadi acuan bagi pendidik sebagai 
teladan utama, dilain pihak pendidik hendaknya berusaha meneladani 
Muhammad Saw sebagai teladannya, sehingga diharapkan anak didik 
mempunyai figure yang dapat dijadikan panutan.
- 
- Metode Targhib dan Tarhib
 
Targhib adalah janji yang disertai bujukan dan rayuan untuk menunda kemaslahatan, kelezatan, dan kenikmatan. Sedangkan 
tarhib adalah ancaman, intimidasi melalui hukuman.
 Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa metode pendidikan akhlak 
dapat berupa janji/pahala/hadiah dan dapat juga berupa hukuman. Muhammad
 Rabbi Muhammad Jauhari menyatakan metode pemberian hadiah dan hukuman 
sangat efektif dalam mendidik akhlak terpuji.
 
Anak 
berakhlak baik, atau melakukan kesalehan akan mendapatkan 
pahala/ganjaran atau semacam hadian dari gurunya, sedangkan siswa 
melanggar peraturan berakhlak jelek akan mendapatkan hukuman setimpal 
dengan pelanggaran yang dilakukannya. Dalam 
 al-Quran 
dinyatakan orang berbuat baik akan mendapatkan pahala, mendapatkan 
kehidupan yang baik.” Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik 
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan
 kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami 
beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang 
Telah mereka kerjakan.”
Berdasarkan ayat di atas dapat  diambil
 konsep metode pendidikan yaitu metode pemberian hadiah bagi siswa 
berprestasi atau berakhlak mulai, dengan adanya hadian akan memberi 
motivasi siswa untuk terus meningkatkan atau paling tidak mempertahankan
 kebaikan akhlak yang telah dimiliki. Di lain pihak, temannya yang 
melihat pemberian hadiah akan termotivasi untuk memperbaiki akhlaknya 
dengan harapan suatu saat akan mendapatkan kesempatan memperoleh hadiah.
 Hadiah diberikan berupa materi, doa, pujian atau yang lainnya.
 Muhammad
 Jamil Zainu mengatakan,”Seorang guru yang baik, harus memuji muridnya. 
Jika ia melihat ada kebaikan dari metode yang ditempuhnya itu,dengan 
mengatakan kepadanya kata-kata “bagus”, “semoga Allah memberkatimu”, 
atau dengan ungkapan “engkau murid yang baik’.
 
Sanksi
 dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan terlalu lunak akan 
membentuk anak kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. 
Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan 
teguran, kemudian diasingkan, dan terakhir dipukul dalam arti tidak 
untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi 
fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul 
wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas 
dendam. Alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan adalah;
- memberi nasehat dan petunjuk.
- Ekspresi cemberut.
- Pembentakan.
- Tidak menghiraukan murid.
- Pencelaan      disesuaikan dengan tempat dan waktu yang sesuai.
-  Jongkok.
- Memberi      pekerjaan rumah/ tugas.
-  Menggantungkan cambuk sebagai simbol      pertakut.
- Dan      alternatif terakhir adalah pukulan ringan.
 
Dalam  memberi
 sanksi hendaknya dengan cara bertahap, dalam arti diusahakan, dengan 
tahapan paling ringan, diantara tahapan ancaman dalam al-Quran adalah 
diancam dengan tidak diridhoi oleh Allah, diancam dengan murka Allah 
secara nyata, diancam dengan diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya, diancam
 dengan sanksi akhirat, diancam dengan sanksi dunia.
 Kutipan tersebut menunjukkan bahwa dalam melaksanakan hukuman dituntut 
berdasarkan tahapan-tahapan, sehingga ada rasa keadilan dan proses 
sesuai  prosedur hukuman. 
- Penutup
Menurut
 Abdurrahman an-Nahlawi metode pendidikan Islam adalah metode dialog, 
metode kisah Qurani dan Nabawi, metode perumpaan Qurani dan Nabawi, 
metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan 
nasihat serta metode targhib dan tarhib. Dalam 
pemberian sanksi diusahakan tidak mendahulukan sanksi bersifat fisik, 
kalau pun terpaksa hendaknya menghindari bagian muka dan bagian lain 
yang membahayakan anak didik, kemudian pukulan dilaksanakan hanya 
sekedarnya saja, tidak bermaksud balas dendam atau motif lain.