Pada tahap puncak, orang akan berlari mengejar kualitas atau
keunggulan. Saya pikir ini berlaku untuk seluruh bidang. Bidang pendidikan
misalnya, orang yang pintar akan memilih jenis lembaga pendidikan yang bermutu walau mahal,
daripada murah tapi tidak bermutu.
Bidang makanan juga demikian, orang lebih memilih makanan yang sehat, bergizi
dan bersih walau agak mahal sedikit, daripada murah, enak, tapi merusak kesehatan.
Demikian dalam memilih
yang bersifat benda hidup, misal
istri, sahabat, guru, penasihat dll, tentu kita akan memilih yang
berkualitas, walaupun modalnya perlu mahal sedikit. Kualitas di luar diri kita, sedikit atau banyak dipastikan berpengaruh terhadap diri kita sendiri.
Selanjutnya, untuk
pilihan jenis pribadi kita sendiri, tentu kita juga akan memilih pilihan
hidup kita menjadi lebih bermutu. Orang
yang suka berbuat baik, dalam artian baik kepada yang Maha kuasa juga baik kepada sesama manusia, pada
hakikatnya mereka telah memutuskan pilihan hidup untuk berkualitas diri yang baik pula. Sebaliknya orang
yang suka maksiat tentu orang tersebut tidak peduli dengan kualitas diri.
Lebih jauh lagi sebagai manusia yang beriman(baca= manusia yang
berkualitas baik) tentu akan menuntut kepada dirinya sendiri untuk
istiqomah dalam kebaikan melalui proses pemebelajaran. Jadi orang yang rajin
belajar adalah orang yang berkualitas baik. Sebaliknya oraang yang pemalas pada
hakikatnya orang yang tidak peduli arti kualitas, lambat laun bisa disimpulkan bahwa orang pemalas adalah orang yang berbahaya, dia penghancur
masa depan mereka sendiri dan berpengaruh pada orang-orang sekitarnya.