Secara umum banyak orang
bergembira dalam menyambut
lebaran. Mungkin saja banyak di antara mereka terkena musibah, cobaan, gangguan
dsb. Namun, secara umum yang miskin dan kaya lebih menyatu saat menyambut
lebaran tiba. Semangat berbagi; zakat, infaq dan shodaqoh terlihat lebih semarak di bulan ini.
Bagi kita yang mau berpikir
tentu banyak pembelajaran hidup yang bisa dipetik dari hadirnya lebaran. Setidak
tidaknya ada lima hikmah dalam menghadapi lebaran atau idul fitri. Hikmah idul fitri atau lebaran kuperoleh dari
keterangan Ustadz Mudzofar.
1. Hikmah Kegembiraan dan Kesyukuran
Hikmah pertama yang sangat menonjol dari momen idul
fitri adalah hikmah kegembiraan dan kesyukuran. Ya, semua kita bergembira dan
bersuka ria saat menyambut Idul Fitri seperti sekarang ini. Dan memang
dibenarkan bahkan disunnahkan kita bergembira, berbahagia dan bersuka cita pada
hari ini. Karena makna dari kata ‘ied itu sendiri adalah hari raya, hari
perayaan, hari yang dirayakan. Dan perayaan tentu identik dengan kegembiraan
dan kebahagiaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah
menegaskan itu dalam hadits shahihnya.
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ
أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: (إِلَّا
الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ
أَجْلِي) لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ
لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ”
(متّفق عليه).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap amal
anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu macam kebaikan diberi pahala sepuluh
hingga tujuh ratus kali. Allah ‘azza wajalla berfirman; ‘Selain puasa,
karena puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang langsung akan memberinya
pahala. Sebab, ia telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya
karena-Ku.’ Dan bagi orang yang berpuasa ada dua momen kegembiraan: kebahagiaan
ketika ia berbuka (baca: berhari raya fitri), dan kegembiraan lain ketika ia
bertemu dengan Rabb-Nya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi
di sisi Allah daripada aroma kesturi.” (HR. Muttafaq ’alaih).
“مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ، وَ سَاءَتْهُ
سَيِّئَتُهُ، فَهُوَ مُؤْمِنٌ” (رواه الطّبراني).
”Barangsiapa bersenang hati dengan amal kebaikannya,
dan bersedih hati dengan keburukan yang diperbuatnya, maka berarti dia orang
beriman” (HSR Ath-Thabrani).
Begitu pula kegembiraan orang berima adalah
kegembiraan karena syukur atas berbagai kenikmatan Allah yang tak terhitung.
Seperti firman-Nya yang artinya):
“Dan jika kamu mau menghitung nikmat-nikmat Allah,
niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya” (QS. Ibrahim [14]: 34; QS. An-Nahl
[16]: 18).
Dan nikmat yang paling utama tentulah nikmat hidayah,
nikmat keimanan, nikmat keislaman dan nikmat ketaatan.
2.
Hikmah Ketauhidan, Keimanan dan Ketaqwaan
“… dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa Ramadhan), dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas hidayah-Nya yang diberikan kepadamu, dan supaya kamu
(lebih) bersyukur” (QS. Al-Baqarah: 185).
3.
Hikmah Kefitrahan
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ” (متّفق علَيْه).
Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan
mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘alaih).
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَنْ
قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ” (متَّفق علَيْه).
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa melakukan qiyamullail pada bulan
Ramadlan karena iman dan mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘alaih).
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: “مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ” (متَّفق علَيْه).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang melakukan qiyamullail pada
(malam) lailatul qadar (mengisi dengan ibadah) karena iman kepada Allah dan
mengharapkan pahala (hanya dari-Nya) maka niscaya akan diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu… “ (HR. Muttafaq ‘alaih).
4.
Hikmah Kepedulian
عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ
النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ
وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ
الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ (متَّفق علَيْه).
Dari Ibnu ‘Abbas berkata, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan, lebih-lebih pada
bulan Ramadlan ketika malaikat Jibril ‘alaihis salam menemuinya, dan
adalah Jibril ‘alaihis salam mendatanginya setiap malam di bulan
Ramadlan, untuk bertadarus Al Qur’an dengan beliau. Sungguh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam jauh lebih ermawan dengan kebajikan daripada angin yang
bertiup (HR. Muttafaq ‘alaih).
5.
Hikmah Kebersamaan dan Persatuan
Selama Ramadhan, suasana dan nuansa kebersamaan serta
persatuan ummat begitu kental, begitu terasa dan begitu indah. Mengawali puasa
bersama-sama (seharusnya dan sewajibnya), bertarawih bersama (disamping jamaah
shalat lima waktu juga lebih banyak selama Ramadhan), bertadarus bersama,
berbuka bersama, beri’tikaf bersama, berzakat fitrah bersama, dan beriedul
fitri bersama (semestinya!).
Dan hal itu karena memang ibadah dan amaliah Ramadhan
serta ‘Iedul Fithri adalah bersifat jama’iyah, kolektif, dan serba
bersama-sama. Tidak bisa dan tidak boleh sendiri-sendiri.
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “الصَّوْمُ
يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ
تُضَحُّونَ” قَالَ أَبُو عِيسَى وَفَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ هَذَا
الْحَدِيثَ فَقَالَ: إِنَّمَا مَعْنَى هَذَا أَنَّ الصَّوْمَ وَالْفِطْرَ مَعَ
الْجَمَاعَةِ وَعُظْمِ النَّاسِ (رواه التّرمذيّ وأبو داود وابن ماجة، وصحّحه أحمد
شاكر والألبانيّ).
Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda: ” Berpuasa itu adalah pada hari dimana kalian
semua berpuasa (secara bersama-sama), dan beriedul fitri itu adalah pada hari
dimana kalian semua beeiedul fitri (secara bersama-sama), demikian juga dengan
Iedul Adlha, yaitu pada hari dimana kalian semuanya beriedul adha (secara
bersama-sama).” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah; dishahihkan oleh Ahmad
Syakir dan Al-Albani. Imam Abu ‘Isa At-Tirmidzi berkata: sebagian ulama
menafsirkan hadits ini bahwa maksudnya, sesungguhnya shaum dan iedul fitri (dan
juga iedul adha – pen.) itu (harus) bersama jama’ah dan mayoritas ummat manusia
(ummat Islam).
”Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu
mendapat rahmat” (QS. Al-Hujuraat: 10).