Rasanya baru saja memulai puasa, tahu-tahu habis dan ditutup dengan Sholat Ied.   Lebaran  sudah berlalu, Lebaran tinggal kenangan sekejap. Memang dunia ini bergerak dengan cepat. Dan semuanya akan berakhir.
Semuanya berhikmah, tentu bagi kita yang mau berpikir. Belajar hikmah: belajar menjadi lebih baik. Setidak-tidaknya ada 5 hikmah dari perayaan Iedul Fitri atau lebaran:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 “Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu macam kebaikan 
diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah ‘azza wajalla berfirman;
 ‘Selain puasa, karena puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang 
langsung akan memberinya pahala. Sebab, ia telah meninggalkan nafsu 
syahwat dan nafsu makannya karena-Ku.’ Dan bagi orang yang berpuasa ada 
dua momen kegembiraan: kebahagiaan ketika ia berbuka (baca: berhari raya
 fitri), dan kegembiraan lain ketika ia bertemu dengan Rabb-Nya. 
Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah
 daripada aroma kesturi.” (HR. Muttafaq ’alaih).
”Barangsiapa bersenang hati dengan amal 
kebaikannya, dan bersedih hati dengan keburukan yang diperbuatnya, maka 
berarti dia orang beriman” (HSR Ath-Thabrani).
Begitu pula kegembiraan orang berima 
adalah kegembiraan karena syukur atas berbagai kenikmatan Allah yang tak
 terhitung. Seperti firman-Nya yang artinya):
“Dan jika kamu mau menghitung 
nikmat-nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya” (QS. 
Ibrahim [14]: 34; QS. An-Nahl [16]: 18).
Dan nikmat yang paling utama tentulah nikmat hidayah, nikmat keimanan, nikmat keislaman dan nikmat ketaatan.
Dalam menyambut ‘Iedul Fithri, 
disunnahkan bagi kita untuk banyak mengumandangkan takbir, tahlil, 
tasbih dan tahmid sebagai bentuk penegasan dan pembaharuan deklarasi 
iman dan tauhid. Itu berarti bahwa identitas iman dan tauhid harus 
selalu kita perbaharui dan kita tunjukkan, termasuk dalam momen-momen 
kegembiraan dan perayaan, dimana biasanya justru kebanyakan orang lalai 
dari berdzikir dan mengingat Allah.
“… dan hendaklah kamu mencukupkan 
bilangannya (puasa Ramadhan), dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
 hidayah-Nya yang diberikan kepadamu, dan supaya kamu (lebih) bersyukur”
 (QS. Al-Baqarah: 185).
“Apabila telah datang pertolongan Allah 
dan kemenangan (penaklukan Mekkah).Dan kamu lihat manusia masuk agama 
Allah dengan berbondong-bondong, Maka (sebagai bentuk syukur) 
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan beristighfarlah kepada-Nya. 
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat” (QS. An-Nashr: 1-3).
Biasa juga dikatakan bahwa, dengan 
hadirnya Iedul fitri berarti kita kaum muslimin kembali kepada fitrah, 
kembali kepada kesucian. Dan itu benar. Karena jika benar-benar 
dioptimalkan, maka Ramadhan dengan segala amaliah istimewanya adalah 
salah satu momentum terbaik bagi peleburan dosa dan penghapusan noda 
yang mengotori hati dan jiwa kita serta membebani diri kita selama ini.
Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala (dan ridha 
Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. 
Muttafaq ‘alaih).
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 “Barangsiapa melakukan qiyamullail pada bulan Ramadlan karena iman dan 
mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya 
yang telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘alaih).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallambersabda:
 “Barangsiapa yang melakukan qiyamullail pada (malam) lailatul qadar 
(mengisi dengan ibadah) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala
 (hanya dari-Nya) maka niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah 
lalu… “ (HR. Muttafaq ‘alaih).
Bicara Islam adalah bicara kepedulian. Oleh 
karenanya uammatnyapun adalah ummat peduli. .
Dari Ibnu ‘Abbas berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan, lebih-lebih pada bulan Ramadlan ketika malaikat Jibril ‘alaihis salam menemuinya, dan adalah Jibril ‘alaihis salammendatanginya setiap malam di bulan Ramadlan, untuk bertadarus Al Qur’an dengan beliau. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jauh lebih ermawan dengan kebajikan daripada angin yang bertiup (HR. Muttafaq ‘alaih).
Selama Ramadhan, suasana dan nuansa 
kebersamaan serta persatuan ummat begitu kental, begitu terasa dan 
begitu indah.
Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 ” Berpuasa itu adalah pada hari dimana kalian semua berpuasa (secara 
bersama-sama), dan beriedul fitri itu adalah pada hari dimana kalian 
semua beeiedul fitri (secara bersama-sama), demikian juga dengan Iedul 
Adlha, yaitu pada hari dimana kalian semuanya beriedul adha (secara 
bersama-sama).” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah; dishahihkan oleh
 Ahmad Syakir dan Al-Albani. ).
Sumber referensi; SuaraMuslimNet. 
 
 


